“Di Jakarta, jarang ada pertemuan bermodel lesehan seperti ini, biasanya menggunakan meja dan kursi. Ini sebagai cara kita untuk mengakrabkan diri dengan lingkungan, originalnya seperti ini," kata Ghafur.
"Agar apa yang bisa didiskusikan bisa mengalir. Kalau di ruang yang resmi, rasanya agak lain. Ini adalah kondisi yang memperlihatkan kekompakan di mana kita bisa saling bercerita. Meskipun suasana sekarang ini sedang panas-panas dingin.”
Acara ini merupakan puncak dari berbagai rangkaian acara yang telah diselenggarakan oleh GUSDURian Yogyakarta sebelumnya, antara lain:
- KPG (Kelas Pemikiran Gus Dur) yang digelar keliling di berbagai tempat, seperti universitas, pondok pesantren, dan sekolah seminari.
- Cangkruan yang menjadi arena untuk memperkuat pengetahuan tentang demokrasi yang bermartabat. Acara ini digelar secara mingguan selama bulan Desember-Februari.
- Jalan Tol (Jalan-Jalan Toleransi) yang menjadi arena untuk memperkuat jejaring GUSDURian Yogyakarta. Acara ini digelar secara bulanan mulai Desember-Februari.
- Seminar Indonesia Rumah Bersama dengan tema Tantangan dan Masa Depan Demokrasi-Toleransi di Indonesia. Seminar ini digelar pada 18 Januari 2024 lalu, di Auditorium Fisipol UGM.
Haul Gus Dur ke-14 di Yogyakarta akhirnya ditutup dengan orasi politik Jay Akhmad, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian.
Dalam orasinya, Jay Akhmad mengatakan bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang bisa kita terima begitu saja, tetapi harus kita perjuangkan. Ia menyatakan bahwa institusi-institusi demokrasi, seperti DPR, MPR, dan pengadilan, hanyalah mencerminkan nilai demokrasi, bukan nilai demokrasi itu sendiri.
“Keberadaan DPR RI belum tentu mencerminkan keterwakilan. Keberadaan MPR belum tentu mencerminkan kedaulatan. Keberadaan pengadilan belum tentu mencerminkan keadilan. Semua itu hanyalah institusi-institusi yang mencerminkan nilai, bukan nilai itu sendiri,” kata Jay Akhmad.
Jay Akhmad juga menyampaikan bahwa untuk mewujudkan demokrasi yang kuat dan bersih, masyarakat harus berperan aktif dalam memilih pemimpin yang baik. Ia mengutip pernyataan Wasingatu Zakiyah, pembicara sebelumnya, yang menyatakan bahwa kita harus memilih pemimpin dengan kadar setan yang paling kecil.
“Seperti yang disampaikan oleh mbak Zaki tadi, kita harus memilih pemimpin dengan kadar setannya paling kecil. Bagi umat muslim, mungkin perlu lebih sering mengucapkan audzubillahi minassyaithoniroojim. Dengan begitu, demokrasi kita dapat menjadi lebih kuat dan bersih,” kata Jay Akhmad.
Orasi Jay Akhmad disambut dengan tepuk tangan meriah dari para peserta Haul Gus Dur, menunjukkan bahwa masyarakat masih peduli terhadap demokrasi dan ingin berperan aktif dalam menjaga demokrasi di Indonesia [mhg].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H