Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Takut Disebut "Sok Inggris", Belajar Bahasa Manfaatnya Banyak

4 Januari 2024   21:27 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:35 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati sensasi durian di Solo untuk menyambut Hairi, kami merayakan pesta buah eksotis ini hingga kenyang. Foto: Ziba

Dalam era digital yang terus berkembang dan semakin terkoneksi, bahasa telah mengalami transformasi menjadi lebih dari sekadar medium komunikasi sehari-hari. 

Lebih dari sekadar cara kita saling bertegur sapa, bahasa kini menjadi kekuatan yang mampu membuka pintu dunia, membangun relasi yang kuat, dan meraih pengetahuan baru dengan cepat. 

Saya sendiri telah merasakan manfaat belajar bahasa secara langsung. Saat mempelajari bahasa Inggris dan Prancis misalnya, saya berhasil terkoneksi dengan individu dari berbagai belahan dunia.

Saya belajar tentang budaya mereka, dan mereka juga belajar tentang budaya saya. Hal ini membantu saya untuk lebih memahami dan menghargai mereka yang berbeda dari saya. 

Di Indonesia, banyak orang yang masih kesulitan untuk menguasai bahasa asing, meskipun mereka sudah fasih berbahasa Indonesia dan bahasa daerah. Beberapa orang Indonesia bahkan menguasai tiga atau empat bahasa daerah, meskipun tidak fasih.

Di sisi lain, mereka sering menghadapi perundungan ketika belajar bahasa asing seperti bahasa Inggris. 

Sebagai contoh, salah satu teman saya, Wawa, sering dirundung bahkan oleh guru bahasa Inggrisnya sendiri karena aksen bahasa Inggrisnya yang tidak seperti orang Inggris, dan grammar-nya juga sering menjadi bulan-bulanan.

Ada anekdot terkenal di Indonesia bahwa banyak orang menjadi "Grammar Police" selain menjadi polisi lalu lintas yang sering menghakimi tata bahasa pelajar bahasa. 

Pada akhir Desember tahun 2023 lalu, sahabat saya, Hairi, dari Singapura berkunjung ke Yogyakarta. Kami sempat berbincang tentang isu polisi tata bahasa (Grammar Police) ini. 

Hairi tidak memungkiri bahwa tata bahasa itu ada perlunya, tapi seharusnya tidak menjadi penghalang untuk terus belajar.

Tata bahasa yang benar wajib digunakan saat menulis, terutama dalam artikel ilmiah. Namun, dalam percakapan sehari-hari, yang lebih penting adalah orang lain memahami apa yang kamu bicarakan atau ucapkan, terlepas dari keteraturan grammar.

Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat Hairi. Meskipun tata bahasa memiliki peran penting, aksen dan dialek juga dapat memberikan kontribusi. 

Akan tetapi, pada intinya, hal tersebut bukanlah elemen paling krusial dalam proses pembelajaran bahasa, apa pun bahasanya.

Sebagai orang Indonesia, saya jarang menggunakan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar saat berbicara.

Saya cenderung berbicara dengan campuran bahasa, termasuk bahasa Indonesia Aceh, bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan kadang-kadang saya belajar menggunakan kosakata bahasa Prancis. 

Namun, perhatian saya terhadap tata bahasa umumnya muncul saat saya menulis.

Jadi, bagi kamu yang masih bersemangat untuk belajar bahasa, jangan terganggu dengan orang-orang yang menghakimimu, ketika kamu dirundung dengan jargon "sok Inggris" atau "ngga nasionalis"; ini dikenal dengan istilah English shaming, mirip seperti istilah body shaming yang sama-sama bentuk perundungan.

Bahasa akan membuka banyak kesempatan. Dan tentu saja, tidak harus bahasa Inggris, pelajari saja bahasa apa pun yang menurut kamu dapat menambah pengetahuan, relasi, dan budaya baru dalam pengembangan dirimu. 

Saya percaya, dan saya memegang prinsip ini sampai sekarang, bahwa orang lebih suka diajak ngobrol daripada diobrolin.

Tetapi, bagaimana caranya kita bisa mengajak orang lain ngobrol kalau kita tidak tahu bahasanya?

Momen bersama Hairi dari Singapura, rekan pertukaran bahasa. Kini, lancar menguasai bahasa Indonesia. Foto: Ziba
Momen bersama Hairi dari Singapura, rekan pertukaran bahasa. Kini, lancar menguasai bahasa Indonesia. Foto: Ziba
Ini bukan pertama kalinya saya menjamu tamu dari luar negeri. Biasanya, kami akan menjelajahi beberapa tempat tersembunyi (hidden gems) yang jarang dikunjungi oleh turis mancanegara biasa yang umumnya menggunakan pemandu wisata resmi di sekitar Yogyakarta dan Surakarta.

Inilah salah satu manfaat langsung yang saya rasakan dari belajar bahasa: Seperti tertawa puas sambil menikmati pesta durian, dapat memperkenalkan budaya Indonesia kepada pelancong dari luar. Sehingga kita bisa saling melengkapi, dan menghilangkan stigma, rasisme, dan sebagainya yang selama ini sering terjadi. 

Sampai saat ini, saya masih belajar bahasa, terutama bahasa Prancis.


Walakin, jika kamu bertanya kepada saya metode apa yang paling tepat untuk belajar bahasa, saya tidak memiliki jawaban yang pasti, karena setiap orang memiliki metode berbeda.

Yang pasti, ada satu hal yang dapat kamu lakukan, misalnya, buat atau bergabunglah dengan komunitas bahasa. Temukan komunitas yang mendukungmu dalam meningkatkan kefasihan berbahasa. 

Carilah tempat di mana kamu dihargai dan dicintai, karena tidak mungkin bagi kita untuk dihargai oleh semua orang [mhg].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun