Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Gus Dur dan Politik Indentitas: Apa yang Salah?

11 September 2023   17:29 Diperbarui: 11 September 2023   18:28 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senada dengan apa yang disampaikan oleh Rivaldi Abdul, biasa dipanggil Didi. Ia mengutip sebuah artikel karya Charles J. Adams yang berjudul Islamic Religious Tradition dari buku The Study of the Middle East. Buku ini dikuratori oleh Leonard Binder. Artikel Adams menyoroti keterkaitan antara inward experience (pengalaman batiniah, iman) dan outward behavior (perilaku lahiriah, ekspresi) dalam praktik keagamaan.

Iman tentang keesaan Tuhan, Tauhid, adalah nafas dari praktik keagamaan, dan perilaku keagamaan itu sendiri adalah manifestasi dari iman. Ada sebuah ungkapan kondang untuk mempertegas pernyataan ini dari Gus Dur sendiri, yaitu, "Guru spiritual saya adalah realitas, dan guru realitas saya adalah spiritualitas."

Sehingga, gagasan utama dalam cangkrukan kali ini adalah konsep Tauhid dan aplikasinya dalam kehidupan sosial kita. Tauhid, sekali lagi, merupakan inti dari keimanan, dan setiap agama memiliki konsep keyakinan yang unik. Dalam Islam, misalnya, kita mengenal Allah sebagai الرحمن  (Ar Rahman) dan الرحيم  (Ar Rahiim).

Karena itu, masalah yang sangat memprihatinkan yang perlu kita bahas adalah paradoks kekerasan yang dilakukan atas nama Allah, baik secara fisik maupun verbal. Banyak orang yang mengaku percaya kepada Tuhan yang الرحمن, pengasih, tetapi mengapa mereka tidak bisa menunjukkan kasih-mengasihi kepada sesama manusia?

Banyak orang mengaku mencintai Allah yang penuh الرحيم, penyayang, tetapi mengapa mereka sulit menyayangi satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari, terutama kepada orang-orang yang berbeda agama? Bahkan untuk sesama muslim saja, sering terjadi saling membid'ah-bid'ah dan mengkafirkan.

Di sinilah pertanyaan Ara dapat ditemukan jawabannya. Tidak salah ketika seorang muslim memilih pemimpin yang juga muslim, tetapi menjadi bermasalah adalah ketika jelang pemilu muncul politisi yang tiba-tiba menunjukkan dirinya alim, "bertauhid", mendekatkan diri dengan ulama, dan kemudian mengklaim bahwa yang tidak memilihnya dianggap tidak membela agama.

Ini tentu jauh berbeda dengan konsep "bela tanah air" yang difatwakan oleh KH. Hasyim Asyari, meskipun keduanya sama-sama menggunakan agama. Bedanya yang satu menggunakan agama untuk kepentingan perut, yang lainnya untuk melawan penjajah.

Forum lantas menjadi sangat riuh ketika Siti Muliana, menyinggung topik tentang Gus Dur sebagai 'wali' yang agung. Hampir semua tidak setuju dengan anggapan tersebut, menandakan bahwa para penggerak Gusdurian tidak memposisikan Gus Dur sebagai orang suci yang sempurna.

Dalam hal ini, Hamatsa Hafidzu lalu menyebut Gus Dur sebagai inspirasi, karena ia melambangkan demokrasi dalam tindakan. Gus Dur adalah seorang "democracy on the spot," yang berarti bahwa Gus Dur selalu bersedia mendengarkan rakyat dan mengambil keputusan berdasarkan masukan dari rakyat. Gus Dur juga merupakan seorang pembela yang kuat untuk hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Oleh sebab itu, siapa pun bisa menjadi penerus Gus Dur asal bersedia mempraktikkan sembilan nilai utama. Nilai-nilai tersebut dimulai dengan Ketauhidan seperti yang sedang kita diskusikan, dilanjutkan dengan nilai Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Keksatriaan, dan Kearifan Tradisi. Nilai-nilai ini melampaui batas-batas agama dan budaya.

Setelah itu, Dendy mengajukan pertanyaan, "Apakah kesembilan nilai tersebut sengaja disusun dengan urutan seperti itu, dimulai dengan Tauhid, lalu diikuti dengan Kemanusiaan, dan seterusnya? Mengapa demikian?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun