Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Urgensi Peningkatan Pendidikan di Runduma: Upaya Membuka Perpustakaan dan Menyatukan Potensi Lokal

5 Agustus 2023   14:43 Diperbarui: 5 Agustus 2023   14:54 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potensi pengolahan kelapa cukup baik di Runduma. Foto: Dok. Barakati Indonesia

Pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana rasanya ketika kita antusias untuk belajar, tetapi tidak ada buku untuk dibaca? Atau ketika kita ingin pergi ke sekolah, tetapi tidak ada satu pun guru yang hadir untuk mendampingi?

Ini mungkin sulit dipahami bagi sebagian dari kita, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah dengan akses literasi yang baik dan koneksi internet yang memadai.  

Namun, realitas yang menyakitkan ini nyata dialami oleh anak-anak di Pulau Runduma, di Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, bagian timur Indonesia.

Gugusan pulau-pulau yang membentuk Kabupaten Wakatobi, dulu dikenal sebagai kepulauan tukang besi, resmi dibentuk pada tanggal 18 Desember 2003, setelah sebelumnya Wakatobi menjadi salah satu kecamatan di Kecamatan Buton.  

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurus masalah pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, menetapkan kawasan Taman Nasional (TN) Laut Wakatobi, sebagai salah satu Cagar Biosfer Bumi pada tahun 2012.

Dengan penetapan ini, Wakatobi menjadi Cagar Biosfer ke-598 di dunia yang tersebar di 117 negara. Cagar Biosfer Wakatobi juga merupakan Cagar Biosfer ke-8 di Indonesia.

Penghargaan ini seharusnya membawa kemakmuran bagi masyarakat lokal melalui pembangunan berkelanjutan. Sebelumnya, kepulauan dan perairan seluas 3,4 juta hektar di Wakatobi dideklarasikan sebagai taman nasional pada tahun 1996, yang dikenal dengan taman terumbu karangnya yang beragam.

Surga bawah laut terkenal ini, begitu mengesankan dengan kekayaan alamnya yang menakjubkan. Wakatobi menjadi rumah bagi beragam spesies laut dan pesisir, termasuk 590 spesies ikan, 396 spesies terumbu karang, 22 spesies bakau (mangrove) utama dan 11 spesies bakau asosiasi, serta 9 dari 12 spesies lamun di Indonesia.

Wakatobi merupakan tempat perlindungan bagi spesies langka dan dilindungi seperti penyu sisik, penyu hijau, dan ikan Napoleon.

Sayangnya, manfaat dan dampak positif dari surga tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat, terutama di Desa Runduma yang terletak di Kecamatan Tomia.

Salah satu keindahan laut Wakatobi. Foto diberikan oleh The Nature Conservancy Indonesia kepada Mongabay Indonesia
Salah satu keindahan laut Wakatobi. Foto diberikan oleh The Nature Conservancy Indonesia kepada Mongabay Indonesia
Oleh karena itu, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Barakati Indonesia, yang berfokus pada pengabdian di daerah-daerah terpencil di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), akan mengadakan program pengabdian bertajuk Village Development Expedition (VDE) #3 yang akan berlangsung pada tanggal 24 September - 7 Oktober 2023 mendatang.

Rencana program pengabdian mencakup berbagai kegiatan, seperti pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people-centered development), di mana setiap relawan akan tinggal bersama keluarga asuh.

Selain itu, akan ada pemeriksaan kesehatan (general health check-ups), pengelolaan potensi perikanan, aksi lingkungan (environmental action), dan kegiatan lainnya dalam tiga divisi: divisi pendidikan, divisi ekonomi kreatif, dan divisi kesehatan.

Saya terpilih sebagai salah satu delegasi yang didanai penuh (fully funded) untuk program ini, dan saya akan berpartisipasi dalam divisi pendidikan. Program yang saya tawarkan adalah perpustakaan (a book repository) dengan konsep untuk segala usia, agar dapat melayani beragam kebutuhan masyarakat.

Saya berpendapat bahwa pendidikan dapat dianggap gagal jika anak petani tidak lagi mau bertani, dan anak nelayan berhenti melaut.

Saya juga percaya bahwa pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah sebuah bangsa menjadi entitas yang progresif dan kompetitif secara global.

Dalam konteks Runduma, yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, pengelolaan yang tepat belum sepenuhnya tercapai karena akses pendidikan dan literasi yang sangat terbatas. Bahkan, hampir tidak ada.

Saya sempat mewawancarai Ade Setyaningrum Sutrisno, seorang relawan pendidikan di Pulau Runduma pada tahun 2022 lalu.

Arum mengungkapkan tantangan signifikan yang dihadapi di sektor pendidikan di pulau ini. Ia menyoroti berbagai isu kritis yang menuntut perhatian segera di Runduma.

Dimulai dari akses yang sulit menjadi kendala utama. Ada keterbatasan transportasi (hanya 2-3 kali dalam sebulan), dan jarak tempuh yang memakan waktu 9-13 jam dengan menggunakan perahu nelayan.

Ketiadaan jaringan telekomunikasi membuat akses informasi menjadi sulit. Sementara itu listrik masih mengandalkan panel surya namun kebanyakan telah mengalami kerusakan di daerah ini.

Selain itu, kurangnya akses terhadap buku-buku yang relevan semakin mempersulit proses belajar siswa. Ini adalah masalah krusial yang perlu diatasi di Pulau Runduma, yaitu kelangkaan buku relevan di perpustakaan harus segera menjadi perhatian serius.

Buku-buku akan memiliki peran signifikan dalam memberikan akses literasi kepada anak-anak di pulau ini, karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengakses mesin pencari seperti Google.

Tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga penting untuk mengisi perpustakaan dengan buku-buku yang relevan, seperti buku-buku yang membahas keanekaragaman hayati laut, budidaya kelapa, dan topik-topik lain yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal.

Potensi pengolahan kelapa cukup baik di Runduma. Foto: Dok. Barakati Indonesia
Potensi pengolahan kelapa cukup baik di Runduma. Foto: Dok. Barakati Indonesia

Kedua, masalah yang berkaitan dengan guru yang terjebak dalam metro-sentris  juga perlu mendapat perhatian. Banyak guru yang lebih memilih untuk mengajar di kota daripada tinggal dan mengajar di Runduma.

Berdasarkan penuturan Arum, meski ada data terbaru yang menunjukkan adanya guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer yang mengajar di Runduma, namun tidak semua guru tersebut aktif mengajar.

Ada beberapa guru yang ditugaskan di Runduma. Untuk tingkat SD, terdapat 4 guru berstatus ASN dan 4 guru honorer.

Dokumentasi relawan mengajar. Foto: Dok. Buhari Ramadani
Dokumentasi relawan mengajar. Foto: Dok. Buhari Ramadani

Untuk tingkat SMP, terdapat 5 guru berstatus ASN, 1 staf administrasi, dan 6 guru honorer. Untuk tingkat SMA, terdapat 5 guru berstatus ASN dan 3 guru honorer.

Ada rumor yang beredar bahwa beberapa guru berstatus ASN yang seharusnya ditugaskan di Runduma, lebih memilih untuk mengajar di ibukota Wakatobi, Wangi-Wangi.

Situasi ini diperparah dengan fakta bahwa Runduma dijuluki sebagai Nusa Kambangannya Wakatobi (Nusakambangan adalah pulau penjara untuk menghukum penjahat kelas kakap di Cilacap) atau bahkan Runduma sering disebut sebagai tempat "pembuangan" Pegawai Negeri Sipil baru.

Runduma memiliki satu taman kanak-kanak (TK), satu sekolah dasar (SD), satu sekolah menengah pertama (SMP), dan satu sekolah menengah atas (SMA). Di antara sekolah-sekolah ini, SMP adalah yang paling aktif dengan fasilitas yang cukup memadai.

Sayangnya, TK, SD, dan SMA hampir tidak memiliki kegiatan belajar-mengajar yang berfungsi dengan baik.

Akibatnya, isu-isu seperti angka putus sekolah dan dampak negatif lainnya menjadi perhatian. Pendidikan harus ditangani secara serius dalam hal ini untuk meningkatkan literasi. 

Tingkat melek huruf yang baik berdampak positif pada kompetensi, kualitas, dan kemampuan sumber daya manusia secara keseluruhan.

Dengan meningkatnya tingkat melek huruf di Pulau Runduma, tantangan lain seperti masalah ekonomi, lingkungan, dan pariwisata dapat diatasi secara bertahap seiring berjalannya waktu.

Karena itu, mendirikan perpustakaan yang dapat diakses oleh semua usia memang merupakan langkah yang paling masuk akal untuk dilakukan saat ini.

Last but not least, melatih para pemuda setempat, termasuk para guru yang tersisa, untuk menjadi kurator perpustakaan dengan bimbingan dari tim Barakati Indonesia, untuk memastikan keberlanjutan program ini.

Program ini cukup relevan, mengingat mayoritas penduduknya adalah usia produktif di mana Runduma memiliki populasi 557 orang, dengan 27,57% pada kelompok usia 0-14 tahun, 64,39% pada kelompok usia 15-60 tahun, dan 8,04% di atas 65 tahun (data BPS tahun 2021).

Dengan demikian, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan mendesak akan pendidikan dan melek huruf di Runduma, tetapi juga memberdayakan masyarakat setempat untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola dan memelihara perpustakaan, yang mengarah pada perubahan positif dan berkelanjutan dalam pembangunan pulau ini.

***
Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun