Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peran Masjid dan Koperasi: Mengelola Infak, Layanan Pinjaman Tanpa Bunga, dan Pemberdayaan Ekonomi

14 Juli 2023   15:42 Diperbarui: 16 Juli 2023   10:29 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Khutbah Jumat. Foto: Dokumentasi Maheng

Setiap kali mendengar pengumuman jumlah infak yang terkumpul menjelang khatib memberi khutbah setiap salat Jumat, saya merasa bahwa ada sesuatu yang keliru soal cara pandang mayoritas takmir masjid yang mengelola infak terhadap uang infak yang diamanatkan kepada mereka. 

Umumnya yang banyak dipikirkan oleh para pengelola masjid terkait uang infak adalah memperindah masjid. Mulai dari memperbaharui mimbar, menambahkan ornamen seperti running text, dan melakukan pembangunan lainnya.

Akibatnya, sebagian besar uang infak dari jamaah teralokasikan untuk biaya perawatan masjid, karena bangunan masjid yang mewah memerlukan biaya perawatan yang lebih tinggi. 

Namun, ironisnya, tidak banyak jamaah yang mau datang ke masjid tersebut.  

Pertanyaannya, mengapa orang mulai enggan datang ke masjid?

Dugaan saya karena masjid sendiri terkesan menjauh dari masyarakat. Dalam diskusi-diskusi saya sering mendengar, dan kadang mengangguk setuju, banyak orang datang ke masjid karena beban kehidupan.  

Mereka berharap dapat menemukan ketenangan di masjid, namun malah sebaliknya. Mereka merasa dihakimi, diceramahi, dan sebagainya.

Belum lagi masjid yang hanya buka pada jam-jam salat, kemudian terkunci kembali.

Mungkin kamu sering melihat orang datang ke masjid hanya untuk buang air. Menurut saya, ini justru menjadi kunci bagi orang-orang untuk mencintai masjid, karena mereka merasa berjasa dan butuh akan adanya fasilitas tersebut.

Apalagi jika masjid berada di pinggir jalan, seharusnya dapat menjadi persinggahan bagi para musafir. 

Awalnya, mungkin para musafir tersebut datang hanya untuk beristirahat, kemudian hati mereka bisa tergerak untuk beribadah juga.

Jika kamu pernah jalan-jalan ke Kecamatan Mantrijeron di Yogyakarta, di sana terdapat sebuah masjid yang sangat ikonik. Namanya Masjid Jogokariyan. Sesuai dengan namanya, masjid ini berada di Kampung Jogokariyan.

Masjid Jogokariyan merupakan masjid yang menjadi percontohan nasional dalam hal manajemen masjid.

Di masjid ini, kamu tidak perlu khawatir jika sendal, sepatu, atau sepedamu hilang. Jika sepeda motormu hilang saat ditinggalkan untuk beribadah di Masjid Jogokariyan, akan diganti dengan yang baru dengan merek yang sama. 

Berbeda dengan masjid-masjid lainnya, Masjid Jogokariyan selalu berupaya keras agar setiap pengumuman saldo infaknya menjadi nol rupiah. 

Hal ini dilakukan karena pengumuman infak dalam jumlah besar akan sangat menyakitkan jika ada tetangga masjid yang tidak mampu membiayai perawatan di rumah sakit.

Tidak hanya itu, untuk semakin berperan dalam menggerakkan perekonomian, Masjid Jogokariyan menyediakan kamar-kamar bagi para musafir dengan konsep yang mirip dengan hotel. Dengan tarif bervariasi mulai dari 150 ribu rupiah.

Rabu, 12 Juli 2023, merupakan Hari Koperasi ke-76 yang diperingati secara nasional di seluruh Indonesia. Sampai-sampai, Kompasiana mengangkat topik tersebut sebagai topik pilihan dengan judul "Koperasi Simpan-Pinjam di Tengah Gempuran Pinjol, Masihkah Relevan?" 

Lantas, mungkin kamu bertanya apa relevansi infak Jumat, koperasi, dan peran masjid?

Mungkin juga kamu sering mendengar bahwa riba itu buruk, tapi ke mana orang harus meminjam jika membutuhkan uang dalam keadaan darurat?

Tidak semua orang bisa meminjam dari bank yang membutuhkan jaminan. Meminjam dari kenalan juga tidak selalu memungkinkan. Akhirnya, banyak yang memilih untuk meminjam melalui layanan pinjaman online (pinjol).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa utang yang diakumulasi pada pinjol mencapai jumlah fantastis sebesar 50,53 triliun rupiah dari 17,31 juta akun pengguna.

Itu belum termasuk sekitar 85 pinjaman online ilegal yang masih beroperasi dan meresahkan.

Pasti banyak orang yang sangat bersyukur jika ada pinjaman yang dapat dicicil tanpa bunga, terlebih lagi jika masjid dapat mengambil peran dalam hal ini. 

Uang infak dan kas yang dikelola secara koperasi oleh masjid dapat digunakan sebagai modal untuk mengelola model pemberi pinjaman semacam ini, tentu dengan kajian yang mendalam. 

Hal ini jauh lebih terhormat daripada hanya menggunakan masjid sebagai sarana untuk "menghakimi" pelaku riba. Lebih baik menciptakan solusi agar masyarakat dapat terbebas dari riba. 

Apakah itu sulit dilakukan? Masjid Jogokariyan telah membuktikan bahwa hal tersebut memungkinkan, bahkan takmir masjid bekerja sama dengan UMKM di sekitar masjid dengan konsep ekonomi umat. 

Pinjol hanya satu dari sekian banyak keruwetan ekonomi umat. Jika saja lahir lebih banyak masjid seperti Jogokariyan, secara bertahap masalah ekonomi dapat terpecahkan satu per satu.

Apakah ini mengkomersialisasikan masjid?

Tentu tidak, karena pada zaman Rasulullah sendiri, masjid tidak hanya difungsikan sebagai sarana beribadah, tetapi juga memiliki peran dalam bidang sosial, ekonomi dan bahkan merencanakan strategi perang hingga menyambut tamu dari luar negeri.

Ini dapat kita telusuri dari asbabun nuzulnya Surah Al-Jumu'ah itu sendiri. Surah Al-Jumu'ah merupakan surat ke-62 dalam Al-Quran dan diturunkan di Madinah.

Nama surah ini diambil dari kata "Al-Jumu'ah" yang disebut dalam ayat ke-9, yang merujuk kepada hari Jumat.  

Asbabun nuzul (sebab turunnya) Surah Al-Jumu'ah berkaitan dengan peristiwa di mana para sahabat meninggalkan salat Jumat untuk menyambut kedatangan kelompok pedagang dari Syam.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa saat itu Rasulullah sedang memberikan khutbah Jumat di Madinah. 

Ketika kelompok pedagang dari Syam tiba di Madinah, para sahabat bergegas keluar dari masjid untuk menyambut mereka. Hanya 12 orang sahabat yang tetap duduk dan mendengarkan khutbah Rasulullah.  

Maka Allah menurunkan ayat tersebut yang berbunyi, "Dan apabila mereka melihat perdagangan atau kesenangan, mereka bergegas menuju kepadanya dan mereka meninggalkan engkau (Muhammad) berdiri (sedang berkhutbah). Katakanlah, 'Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada kesenangan dan perdagangan.' Dan Allah adalah Pemberi rezeki yang terbaik." 

***

Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun