Ini bukan bicara tentang benar atau salah, karena itu adalah perdebatan yang tidak ada habisnya. Namun, pertanyaan yang lebih tepat adalah apakah itu bijak atau tidak?
Menurut catatan Huffington Post, dari setiap udara yang kita hirup, 20 persen di dalamnya terdiri dari oksigen. Sebagian besar sisanya adalah nitrogen. Dari 20 persen oksigen tersebut, kita menghembuskan kembali sekitar 15 persen oksigen dan 5 persen sisanya telah berubah menjadi karbondioksida.
Nah, dalam sehari, diperkirakan manusia dewasa membutuhkan 550 liter oksigen murni. Jika oksigen dijual, berapa uang yang harus kita keluarkan untuk membelinya?
Harga oksigen murni yang dijual bebas saat ini adalah Rp25.000 per liter. Jadi, jika kita menghitung berdasarkan kebutuhan tersebut, berarti kita harus mengeluarkan Rp13.750.000 per hari.
Dan kita salat Jumat hanya selama 15 menit. Bagaimana jika situasinya dibalik, dan Tuhan meminta kita untuk membayar oksigennya?
Itu belum termasuk matahari, air, hingga mata yang kita gunakan untuk melihat.
Kalau kita kembali ke konsep "gagal" atau "berhasil" dan "lulus" atau "tidak lulus", serta membawanya dalam konteks Jumat, sejauh ini dalam hidup ini tidak ada istilah mutlak "berhasil" atau "gagal".
Sebagai seorang muslim, kita memahami bahwa kehidupan manusia dimulai dari alam arwah (ruh), alam rahim, alam dunia, alam barzakh, hingga akhirnya alam akhirat.
Kita baru hidup di alam ketiga, jadi bagaimana mungkin kita sudah memutuskan apakah kita "berhasil" atau "gagal" padahal masih ada dua alam yang harus kita hadapi di masa depan?
Sekali lagi, salat Jumat untuk mengharap makanan atau bahkan mengharap surga sah dan diperbolehkan. Namun, itu tidak sepenuhnya mencerminkan arete atau virtue kita sebagai manusia.
Tugas kita sebagai manusia adalah hidup sebaik-baiknya sesuai dengan potensi yang kita miliki.