Entah apa yang ada di pikiran mahasiswa saat ini, setelah sebelumnya sebanyak 15 mahasiswa dari Universitas Jambi dihukum karena menghina Desa Kubu Kandang tempat mereka menyelenggarakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Para mahasiswa KKN yang mencela nama desa itu bahkan dikenakan denda adat berupa kambing, beserta selemak semanis, pisau sebilah, kain putih sekabung, asam-asaman, dan sirih seminang lengkap.
Kini, kejadian serupa kembali terulang. Sembilan mahasiswa dari Universitas Negeri Padang, yang seharusnya menjalani KKN di Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, Sumatera Barat, justru diusir oleh masyarakat setempat setelah menyindir fasilitas yang ada di daerah tersebut.
Lantas pertanyaan muncul dalam pikiran saya, bukankah mahasiswa KKN itu seharusnya jadi agen of change dalam bentuk pengabdiannya kepada masyarakat?
Bukankah tugas mereka adalah membawa perubahan melalui program-program yang mereka jalankan, sehingga ketika mereka kembali ke kampus, masyarakat dapat merasakan dampak positif yang berkelanjutan dari program-program yang telah mereka susun?
Dalam benak saya, masalah minimnya fasilitas, keterbatasan akses, atau persoalan lain yang dihadapi oleh masyarakat seharusnya menjadi bahan evaluasi yang kemudian menjadi landasan untuk merancang program-program yang dapat mengatasi penderitaan masyarakat akibat masalah tersebut.
Jika mahasiswa hanya menginginkan fasilitas yang baik, akses internet yang lancar, dan kenyamanan semata, bukankah itu lebih mirip staycation, liburan, holiday atau perjalanan wisata?
Kegiatan KKN sendiri telah dilaksanakan sejak tahun akademik 1971/1972 sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Pada awalnya, kegiatan ini diprakarsai oleh Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanudin, dan Universitas Andalas.
Namun, upaya pengabdian kepada masyarakat semakin ditingkatkan setelah Presiden Republik Indonesia pada bulan Februari 1972 mengeluarkan anjuran dan dorongan kepada setiap mahasiswa untuk bekerja di desa dalam jangka waktu tertentu.
Mahasiswa diharapkan tinggal dan membantu masyarakat pedesaan dalam memecahkan permasalahan pembangunan sebagai bagian integral dari kurikulum mereka.