Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Krisis Lahan Makam di Jakarta: Konsep Makam Jannatul Ma'la dan Capsula Mundi Jadi Alternatif Solusi?

18 Juni 2023   16:40 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:12 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam bayi Kambira di Tana Toraja, jelasah bayi dimasukan kedalam pohon tarra. Foto: Kompas.com / Gabriella Wijaya

Selain tradisi Batu Lemo, Suku Toraja yang menganut kepercayaan Aluk Tolodo juga memiliki tradisi pemakaman yang disebut Passiliran. 

Tradisi ini melibatkan pemakaman bayi yang meninggal dengan cara menempatkannya di dalam lubang pohon tarra dalam posisi meringkuk, menyerupai posisi di dalam rahim. Lubang pohon tarra dibuat mengikuti arah rumah bayi yang meninggal, dan kemudian ditutup dengan ijuk.

UPAYA MENCIPTAKAN alternatif pemakaman yang ramah lingkungan, dua desainer Italia, Anna Citelli dan Raoul Bretzel, telah mengembangkan metode inovatif yang mereka sebut sebagai Capsula Mundi.

Capsula Mundi adalah sebuah eco-pod atau kapsul lingkungan yang dirancang untuk mengubur orang yang telah meninggal. 

Eco-pod ini terbuat dari bahan plastik pati yang mudah terurai, seperti pati kentang dan jagung. Konsepnya sangat unik, dimana kapsul ini digunakan untuk membungkus jenazah dengan posisi yang menyerupai posisi janin dalam kandungan. 

Keunikan Capsula Mundi tidak hanya terbatas pada ukuran manusia. Anna dan Raoul juga merancang ukuran yang lebih kecil untuk memasukkan abu jenazah, memberikan opsi alternatif bagi mereka yang memilih kremasi sebagai metode pemakaman.  

Biodegradable burial pod memory forest capsula mundi. Foto: boredpanda.com
Biodegradable burial pod memory forest capsula mundi. Foto: boredpanda.com

Meskipun pemakaman Capsula Mundi dianggap ramah lingkungan dan tidak menghabiskan banyak lahan makam, dimana pemakaman pada umumnya bisa menghabiskan banyak lahan yang akan berdampak pada kehidupan bumi di masa mendatang. 

Bayangkan, kamu harus merogoh kocek untuk membeli peti mati yang pada akhirnya hanya akan terkubur dan merenggut nyawa pohon-pohon yang masih hidup. 

Tidak hanya itu, proses kremasi juga mengonsumsi energi dalam jumlah yang tak terbayangkan. Energi yang diperlukan untuk kremasi setara dengan kebutuhan energi seseorang dalam sebulan penuh. 

Selain itu, kuburan tradisional juga menyerap air dan membutuhkan perawatan yang memakan biaya tidak sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun