Acapkali kita butuh motivasi untuk beribadah lebih dari sekadar iman. Anak kecil butuh snack sebagai imbalan untuk beribadah, orang dewasa pun sejatinya sama.Â
Anak kecil hanya butuh teh gelas, susu kedelai, tahu bakso. Sementara orang dewasa butuh janji masuk surga dan dihindarkan dari neraka agar mau ke masjid.Â
Bahkan, pada titik tertentu, orang dewasa seperti kita jauh lebih tidak tahu diri. Salat yang durasinya hanya dua menit tapi imbalannya ingin dapat jodoh spek nabi, hutang lunas, hidup kaya raya mati masuk surga. Padahal lafal dalam salat saja enggak ngerti artinya apa, karena malas baca (ngaji).
Lantas apa bedanya ibadah kita dengan anak kecil? Sama-sama transaksional.
MENDEKATKAN ANAK-ANAK KE MASJID, menanamkan kepada mereka agar mencintai masjid bukan perkara mudah.Â
Di saat yang bersamaan, banyak pengurus masjid yang tidak sabar dan tidak senang melihat keberadaan anak-anak lalu lalang dan bermain, tidak sedikit diantara mereka yang mengusir atau menempatkan anak-anak di shaf paling belakang.
Alasannya takut mengganggu kekhusyukan salat.
Konyolnya lagi, sebagian pengurus masjid malah dengan bangga memasang papan larangan membawa anak-anak kedalam Masjid. Anak-anak yang ribut di masjid dibentak hingga diusir.Â
Pada akhirnya mereka sendiri mengeluh dan mengatakan kurangnya kesadaran generasi muda untuk datang ke Masjid.
Padahal ratusan tahun lalu, Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel (Turki) sudah mengingatkan: "Jika suatu masa kamu tidak mendengar gelak tawa anak-anak, riang gembira di antara shaf shalat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di masa itu."Â