Suatu malam yang sunyi, ketika saya duduk santai di sebuah kafe dengan niatan untuk menikmati buku Animal Farm karya George Orwell, tiba-tiba seorang teman lama mendekati saya.Â
Dengan hati-hati, dia meletakkan sebungkus rokok di meja saya.Â
Saya menolak tawarannya karena sudah dua tahun saya istirahat merokok. Dahulu, saya adalah seorang perokok berat. Saya mulai berkenalan dengan rokok sejak kelas dua Sekolah Dasar.
Dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung, teman lama itu akhirnya bertanya mengapa saya memutuskan untuk berhenti merokok. Tanpa ragu, saya menjawab bahwa dengan berhenti merokok, saya berhasil menghemat sejumlah uang yang cukup besar.Â
Namun, tanggapannya pun tak kalah menohok.Â
"Tapi apakah uangnya ada sekarang?" sergahnya dengan nada sinis.Â
Tanpa terpengaruh, saya pun memberikan respons tajam, "Mungkin tidak ada sekarang, tapi setidaknya saya tak perlu berutang ketika ingin makan." Ekspresi di wajahnya langsung berubah, tersadar akan sindiran yang menohok.
Dua tahun telah berlalu sejak saya memutuskan untuk melupakan asap-asap yang memabukkan itu. Kegagalan dalam bisnis memaksa saya untuk menghadapi realitas keuangan yang pahit.Â
Saat saya menggali lebih dalam kemana uang saya berhembus, selama setahun sebelumnya, ternyata saya telah menghabiskan sekitar 20 juta rupiah hanya untuk membeli rokok---sejumlah uang yang setara dengan biaya sewa sebuah rumah di kota Yogyakarta.
Hal ini membuktikan bahwa benar, Indonesia, negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga di dunia (29 persen), sehingga menghadapi masalah serius terkait kesehatan masyarakat.Â
Tingginya jumlah perokok berdampak buruk secara ekonomi, dengan lebih dari 70 persen dana BPJS Kesehatan digunakan untuk mengatasi penyakit tidak menular akibat rokok. Â
Merokok juga menjadi faktor risiko utama dalam penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes, ginjal, dan kanker. Kebiasaan merokok, pola hidup tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik memperburuk masalah ini.Â
Dari 10 penyebab kematian utama, 8 di antaranya adalah penyakit tidak menular.Â
Harga rokok yang terus meningkat setiap tahun juga memiliki dampak signifikan terhadap kemiskinan. Dalam konteks ini, rokok menjadi salah satu faktor utama yang menyumbang tingginya tingkat kemiskinan, dengan persentase sebesar 11,38% di pedesaan dan 12,22% di perkotaan.
Kenaikan harga rokok berkontribusi pada beban finansial yang semakin berat bagi para konsumen, mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan risiko kemiskinan.Â
Lebih baik tidak makan, daripada tidak merokok.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk menurunkan konsumsi rokok dengan menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun 2020. Tindakan ini sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh laporan Bank Dunia yang berjudul Curbing the Epidemic: Governments and the Economics of Tobacco Control.Â
Laporan tersebut menekankan bahwa peningkatan harga rokok melalui kenaikan cukai merupakan strategi utama yang harus dilakukan untuk mengurangi konsumsi tembakau. Â
Perokok biasanya berdalih, bahwa rokok sebenarnya sehat dan bahwa kebijakan pemerintah terkait rokok adalah hasil dari kolusi (kongkalikong) dengan perusahaan farmasi merupakan klaim yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam penelitian ilmiah.
Seringkali ditambah dengan anekdot "merokok mati, enggak merokok juga mati, lebih baik merokok sampai mati" merupakan upaya untuk meremehkan risiko yang sebenarnya.Â
Meskipun benar bahwa kematian adalah bagian alami dari siklus kehidupan, fakta tetap bahwa merokok dapat mempercepat terjadinya penyakit serius dan menyebabkan kematian.
Dugaan bahwa rekomendasi untuk menurunkan konsumsi rokok bertujuan untuk mempromosikan penjualan obat berhenti merokok sebagai agenda politik tersendiri dari industri farmasi sering kali dikaitkan dengan teori konspirasi. Hingga saat ini, tidak ada bukti yang kuat atau data yang mendukung klaim tersebut.Â
Di Indonesia, industri farmasi dan industri tembakau adalah dua sektor yang berbeda dengan kepentingan dan regulasi yang berbeda pula. Klaim tentang adanya agenda politik tertentu dari industri farmasi untuk mempromosikan obat berhenti merokok di Indonesia masih perlu didukung dengan bukti konkret dan penelitian yang cermat. Â
Anda benar bahwa berdebat dengan perokok tentang manfaat berhenti merokok bisa menjadi tantangan, terutama jika kita sendiri, seperti saya, pernah menjadi perokok. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berhenti merokok jika ada niat dan tekad yang kuat.
Berhenti merokok bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Setiap orang memiliki cara dan metode yang berbeda untuk menghentikan kebiasaan merokok mereka.
ROKOK ELEKTRIK telah menjadi tren yang semakin populer di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun telah ada sejak 1,5 dekade lalu, popularitas rokok elektrik semakin meningkat seiring dengan keberagaman varian yang tersedia, baik berbasis liquid maupun tembakau yang dipanaskan.
Rokok elektrik, atau yang lebih dikenal sebagai vape, sering dianggap sebagai alternatif yang lebih aman daripada rokok tembakau konvensional. Namun, artikel dari Hello Sehat menekankan bahwa bahaya vape sebenarnya tidak jauh berbeda dengan rokok tembakau.Â
Artikel tersebut juga mencantumkan beberapa jenis rokok elektrik, termasuk rokok vape berbentuk pen, portable, dan desktop.
Vape mengandung berbagai zat kimia beracun seperti nikotin, propilen glikol atau gliserin, karsinogen, acetaldehyde, formaldehyde, dan bahkan logam berat seperti nikel dan timah. Penggunaan vape juga mengakibatkan risiko adiksi nikotin, yang dapat memengaruhi perkembangan otak remaja secara negatif dan berdampak buruk bagi kesehatan wanita hamil.Â
Meskipun vape tidak menghasilkan asap tembakau, mereka menghasilkan uap yang mengandung nikotin dan zat kimia berbahaya lainnya yang dapat mencemari udara dan mengganggu kesehatan pengguna serta orang di sekitarnya.Â
Selain itu, vape juga berpotensi meledak, dengan beberapa ledakan yang parah dilaporkan terjadi. Faktor-faktor seperti penggunaan yang tidak tepat, pemakaian yang terlalu sering, dan kegagalan produksi vape dapat menyebabkan meledaknya baterai rokok elektrik.
BERDASARKAN DATAÂ Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang merokok menunjukkan penurunan tipis dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 28,26% pada Maret 2022.
Meskipun penurunan tersebut tipis, namun hal ini membuktikan bahwa berhenti merokok adalah hal yang sangat memungkinkan. Setiap individu memiliki metode yang berbeda dalam menghentikan kebiasaan merokok.Â
Namun, yang menjadi kunci utama adalah niat dan komitmen yang kuat. Berdasarkan pengalaman pribadi saya, memulai dengan menetapkan tekad yang bulat untuk berhenti merokok merupakan langkah awal yang penting. Tanpa niat yang kuat, upaya apa pun akan sulit berhasil.Â
Selanjutnya, buatlah rencana berhenti yang terperinci. Tetapkan tanggal mulai berhenti dan identifikasi strategi serta pengganti yang akan kamu gunakan ketika menghadapi keinginan untuk merokok.Â
Ingatlah bahwa berhenti merokok adalah proses bertahap. Saya pribadi mulai dengan mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi per hari secara perlahan. Misalnya, dari dua bungkus sehari menjadi satu bungkus, kemudian setelah seminggu menjadi setengah bungkus, dan seterusnya hingga mencapai tujuan akhir.Â
Bulan depan, target saya adalah hanya satu batang rokok per hari.Â
Hindari pemicu-pemicu merokok. Ketahui situasi, tempat, atau kegiatan yang sering memicu keinginan untuk merokok.
Temukan alternatif baru untuk mengatasi "stres" tanpa merokok, dan ubah rutinitas yang biasanya terkait dengan kebiasaan merokok. Perlu diingat, kepercayaan bahwa "enggak bisa mikir kalau enggak ngerokok" hanyalah sugesti yang dihasilkan oleh ketergantungan nikotin.Â
Merokok tidak ada korelasinya dalam proses berpikir. Kecanduan nikotin berada pada tingkat kecanduan tertinggi (level 6), di atas zat-zat seperti morfin (level 5), heroin, alkohol, marijuana, dan kopi di level pertama. Menghindari asupan nikotin dan mengelola kecanduan tersebut adalah langkah penting dalam proses berhenti merokok.
Jadi dapat dipastikan, jika kamu meminum kopi plus merokok kadar kecanduannya pun dobel.
Terapi SEFT (Spirit Emotional Freedom Technique) dapat menjadi salah satu pendekatan yang efektif dalam membantu seseorang menghentikan kecanduan nikotin. Metode ini melibatkan pemijatan pada tujuh titik tertentu di tubuh, seperti pipi, atas bibir, dan dada, sebagai bagian dari proses berhenti merokok.
Selain memberikan manfaat dalam mengatasi kecanduan, terapi ini juga lebih terjangkau secara finansial dibandingkan biaya merokok bulanan yang bisa sangat tinggi.Â
Dengan kombinasi komitmen yang kuat, langkah-langkah praktis, dan mungkin (jika perlu) melibatkan terapi SEFT, seseorang dapat meningkatkan peluang kesuksesan dalam berhenti merokok dan mencapai hidup yang lebih sehat. Â
Jangan khawatir, jika kamu berhenti merokok tidak akan merugikan petani tembakau.Â
Tembakau memiliki manfaat lain sebagai obat herbal serta dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pakan ternak, insektisida, bahan kosmetik, dan bahkan dalam proses fitoremediasi.Â
Jadi, dengan berhenti merokok, kamu juga turut mendukung penggunaan tembakau yang lebih beragam dan bermanfaat.
***
Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H