Fenomena sampah ini masih terus berlanjut. Bahkan saya pernah menyaksikan sendiri saat berkendara di Yogyakarta, seseorang dengan seenaknya membuang sampah dari dalam mobilnya, bahkan hampir mengenai muka saya.
Namun, masalah sampah tidak berhenti sampai di situ. Saat saya mendaki Gunung Rinjani, saya mendengar seorang turis mancanegara berkata, “Jika kamu tersesat, ikuti saja jalur sampahnya, nanti kamu akan kembali menemukan rute yang benar.”
Ungkapan tersebut akhirnya memunculkan pertanyaan ulang; apakah mendaki gunung masih menjadi kegiatan pencinta alam yang bertujuan mengapresiasi keindahan alam, ataukah hanya menjadi ajang eksploitasi alam semata untuk mendapatkan pemandangan yang menarik untuk dibagikan di media sosial?
Dalam artikel berjudul Mencari Cara Terbaik untuk Menghentikan Sampah di Laut yang ditulis oleh M Ambari di situs Mongabay, dipaparkan bahwa permasalahan sampah di darat memiliki dampak yang signifikan pada laut. Salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengurangi sampah plastik di laut adalah dengan mengubah kebiasaan penggunaan beberapa barang yang terbuat dari plastik.
Contohnya, sedotan dan kemasan merupakan produk-produk yang umumnya terbuat dari plastik.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan plastik dengan memanfaatkan rumput laut yang tersedia di wilayah pesisir, terutama di Indonesia Timur.
Upaya pertama dilakukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk pengolahan kemasan dan sedotan rumput laut. Langkah serupa juga dilakukan di Bali dengan melibatkan Coral Triangle Center (CTC) sebagai mitra dalam mengenalkan teknologi tersebut kepada kelompok masyarakat.
Laut tidak hanya merupakan sumber pangan, tetapi juga memainkan peran penting dalam menyediakan oksigen dan menyerap emisi karbon dari aktivitas manusia. Kerusakan laut dapat berdampak negatif terhadap kehidupan di seluruh dunia.
Salah satu aspek penting yang perlu dipahami adalah proses terjadinya hujan.
Saat air laut menguap ke atmosfer dan berubah menjadi tetes air, sumber uapnya yang berasal dari laut yang tercemar dapat menyebabkan air hujan menjadi tercemar pula. Akibatnya, air hujan yang tercemar ini dapat mencemari tanaman kita dan menyebabkan kontaminasi pada makanan yang kita konsumsi.