Kehdupan ini lucu.
Mengukir berjuta warna cerita manusia.
Bagaimana seorang perencana melihat mesa depan seakan tak berujung. Menciptakan sketsa seolah segalanya akan terlaksana. Namun kemudian hancur karena kegagalan kala Tuhan berkehendak sebaliknya.
Bagaimana seorang pemimpi meninggikan angan hingga ke langit. Lupa pada tingginya tangga yang harus ia tempuh karenanya, selalu meyakinkan diri bahwa segala harap akan tercapai. Berlari dibelakang bayang-bayang khayalan, sedang permohonan pada Tuhan kadang terabaikan.
Bagaimana seorang pekerja membanting tulang dari pagi hingga petang, hampir lupa untuk pulang. Katanya, ia lakukan semua itu demi keluarga, agar hidupnya sejahtera. Hingga ia abaikan perintah Tuhannya, melepas tanggungjawab jiwa demi dunia fana beserta tipuan yang tiada habisnya. Terlena.
Lalu, apa sebenarnya tujuan kehidupan? Dimana kesejatiannya ditinggalkan? Bagaimana hakikatnya dilupakan?
Perjalanan hidup ini layaknya kebun buah. Menoreh catatan; bagaimana manusia sebagai tumbuhan yang ditanam, dirawat, dan berkembang bersama, menghadapi gulma dalam sepetak ladang. Namun akhirnya, berakhir berbeda.
Beberapa harus tumbang dimakan ulat, beberapa tumbuh besar dan kuat. Beberapa menjadi bibit unggul yang kompetitif, dan yang lain merupakan tunas dengan perkembangan pasif.
Kemudian, seiring waktu berguguran dimakan panas dingin kehidupan. Menyisakan cita yang menglir terbawa air, atau melepaskan meninggalkan pijakan yang tak bisa dipertahankan sampai akhir.
Semua berakhir dengan tanda tanya yang sama; apa yang kami perjuangkan?
Bila akhirnya berujung fana; bila harta yang dikumpulkan lantas menjadi warisan dan diperebutkan, bila sanak yang dibela akhirnya melepaskan hingga tinggal kenangan, bila kawan yang dipuja akhirnya mengabaikan dan kemudian meninggalkan.
Mari tanyakan pada hati yang paling dalam!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H