Pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam pembangunan suatu negara. Dalam upaya untuk memeratakan pendidikan untuk seluruh warga negara Indonesia, pemerintah Indonesia menyusun salah satu program untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat mengakses pendidikan secara luas, yaitu melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang disusun untuk mendukung Program Indonesia Pintar (PIP). Program Indonesia Pintar (PIP) adalag program yang merangkul berbagai aspek pendidikan, termasuk memberikan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses pendidikan, dan kesempatan belajar bagi siswa. Kebijakan Program Indonesia Pintar (PIP) melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) diluncurkan oleh pemerintah Indonesia di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Program Indonesia Pintar (PIP) diharapkan dapat memberikan akses bagi masyarakat terutama generasi muda untuk mendapatkan pendidikan dengan layak, sehingga dapat menciptakan generasi yang unggul. Program ini diluncurkan karena masih banyaknya permasalahan yang muncul di bidang pendidikan, salah satunya adalah banyaknya siswa yang putus sekolah akibat kesulitan dalam membiayai pendidikan mereka sendiri. Peluncuran program ini bertujuan untuk membantu siswa miskin untuk memperoleh pendidikan yang layak, mencegah anak putus sekolah, serta untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Bantuan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam memenuhi kebutuhan sekolah seperti biaya transportasi siswa pergi-pulang sekolah, biaya perlengkapan sekolah, dan uang saku.
Dalam merumuskan dan meluncurkan suatu kebijakan publik, pastinya banyak aktor yang terlibat dalam penyusunan dan implementasi kebijakan publik tersebut. Terdapat 4 aktor utama dalam perumusan dan implementasi sebuah kebijakan publik, yaitu pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan. Dalam konteks Program Indonesia Pintar (PIP) yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), adapun aktor-aktor yang terlibat yaitu:
1. Pemerintah
- Pemerintah memiliki peranan yang penting dan menjadi aktor utama dalam perumusan kebijakan publik. Begitu pula dengan perumusan kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar yang merupakan salah satu tindak lanjut dari Program Indonesia Pintar. Pemerintah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam merumuskan, mengesahkan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan, terutama mengenai regulasi dan kebijakan yang dapat mempengaruhi pembangunan bangsa, yaitu bidang pendidikan. Adapun aktor-aktor pemerintah yang terlibat baik di tingkat pusat maupun daerah yaitu:
- - Pemerintah Pusat:
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
- Kementerian Keuangan
- Kementerian Sosial
- Tim Nasional Percepetan Penanggulan Kemiskinan (TNP2K)
- - Pemerintah Daerah:
- Dinas Pendidikan
- Dinas Sosial
- Pemerintah Desa/KelurahanÂ
2. Lembaga Legislatif
- Lembaga legislatif seperti DPR maupun DPRD memiliki peran penting dalam merumuskan dan mengesahkan kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Lembaga legislatif berfungsi dalam mengawasi dan memastikan kebijakan program ini berjalan sesuai dengan yang telah dirumuskan dan sesuai dengan kepentingan masyarakat, serta sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam mendukung implementasi KIP dengan cara mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan bahwa program-program seperti KIP berjalan efektif, dan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program di lapangan untuk memastikan bahwa bantuan sampai kepada yang berhak.
4. Sekolah & Lembaga Pendidikan
- Sekolah maupun lembaga pendidikan menjadi salah satu aktor penting dalam keberlangsungan kebijakan Program Kartu Inonesia Pintar (KIP). Hal ini dibuktikan dengan beberapa tindakan yang dilakukan oleh sekolah maupun lembaga pendidikan, seperti dalam mengidentifikasi siswa yang berhak menerima KIP berdasarkan kriteria, pengelolaan dana KIP untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa secara transparan, mensosialisasikan manfaat KIP kepada orang tua untuk mendukung pemnafaatan program, dan melalukan monitoring penggunaan dana KIP dan mengevaluasi dampalnya terhadap akses pendidikan, serta menciptakan lingkungan belajar yang positif untuk mendorong siswa memanfaatkan KIP dengan baik
5. Sektor Privat/Swasta
- Aktor lain yang semakin berperan dalam implementasi KIP adalah sektor swasta, terutama dalam hal teknologi. Beberapa perusahaan teknologi terlibat dalam penyediaan platform digital untuk membantu proses pendaftaran dan verifikasi penerima manfaat KIP. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, proses pencairan dana dan pelaporan penggunaan KIP menjadi lebih transparan dan efisien. Selain itu, sektor swasta juga berpotensi memberikan dukungan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) yang terkait dengan pendidikan, dengan membantu memperluas cakupan manfaat KIP bagi lebih banyak siswa yang membutuhkan.
6. Media Massa
- Media massa memiliki peran besar dalam mengawasi proses kebijakan publik yang mana dapat dilakukan dengan penyampaian informasi kepada masyarakat terkait kebijakan yang sedang dirumuskan maupun dijalankan. Media massa dapat memberikan tekanan pada pemerintah agar bertindak secara transparan dan akuntabel, serta menjadi saluran bagi masyarakat dalam menyuarakan aspirasi mereka. Media massa juga berperan dalam memberikan edukasi publik dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak-haknya dalam mendapatkan pendidikan yang layak dengan memanfaatkan program KIP.
7. Masyarakat Sipil sebagai Penerima ManfaatÂ
- Masyarakat, termasuk orang tua siswa dan kelompok masyarakat lainnya, berperan dalam mendukung kebijakan KIP. Adapun kontribusi yang diberikan yaitu dengan mendorong anak-anak mereka untuk memanfaatkan KIP dengan baik dan aktif terlibat dalam proses pendidikan, serta memberikan dukungan kepada anak-anak dalam menjalani pendidikan, sehingga tujuan dari KIP dapat tercapai.
Program Indonesia Pintar telah membawa dampak yang cukup positif dan signifikan dalam meningkatkan keberlanjutan pendidikan di Indonesia. Hal ini terbukti dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional yang menunjukkan bahwa siswa penerima PIP memiliki tingkat keberlangsungan pendidikan yang lebih tinggi daripada siswa non-penerima PIP. Pada tahun 2019, terdapat 97,29% siswa penerima PIP tetap bertahan di bangku sekolah, dan hanya 2,71% yang putus sekolah. Terlihat pula pada tahun 2021, angka putus sekolah tetap lebih tinggi pada siswa non-penerima PIP yaitu sebesar 11,28% dibandingkan dengan siswa penerima PIP yaitu hanya 2,92%. Melihat data ini, terbukti bahwa program yang telah dirancang oleh Kemendikbudristek ini efektif dalam menurunkan angka putus sekolah di Indonesia.