Mohon tunggu...
I Made Wira Ananta Sesana
I Made Wira Ananta Sesana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis untuk dinikmati

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bhakti Marga Yoga, Hubungan Pelaksanaan Yoga dengan Pembuatan Banten

15 Desember 2021   23:53 Diperbarui: 15 Desember 2021   23:55 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ajaran agama Hindu sendiri merupakan ajaran yang kompleks baik lahir maupun batin dan bersifat universal. Ajaran agama Hindu dapat dilakukan secara individual ataupun kolektif. Sifat ajaran ini dinyatakan dengan konsep desa, kala dan patra (menurut tempat, waktu dan keadaan). 

Ada tiga aspek mendasar yang menjadi kerangka dasar umat Hindu, yakni Tattwa, Susila dan Upacara(ritual), ketiga aspek ini harus menyatu dan berhubungan satu sama lain. Salah satu aspek yakni Upacara, yang mana sarana upacara itu disebut upakara atau sering disebut 'Banten'

 Di Bali tidak akan asing dengan yang namanya Banten. Banten digunakan sebagai saran upacara dalam setiap pelaksanaan upacara keagamaan umat Hindu Bali. Sejarah sarana upakara ini pertama kali dibawakan oleh maharsi Markandeya yang datang ke Bali dan diikuti oleh Maharsi lain dan terus diikuti dan dilaksanakan oleh umat Hindu sampai sekarang. 

Kata upakara sendiri terdiri dari dua kata yakni 'upa' dan 'kara'. 'Upa' artinya sekeliling atau sesuatu yang berhubungan dan 'kara' berarti tangan. Sehingga upakara berarti sesuatu yang dibuat dengan tangan atau sarana persembahyangan yang berasal dari kerja keras (jerih payah) pekerja.

Banten juga sering disebut dengan Wali. Kata wali sendiri memiliki arti wakil yang juga mengandung pengertian kembali. Wali yang berarti wakil ini mengandung suatu filosofi atau simbolis bahwa banten adalah wakil dari isi alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan. Segala ciptaan Tuhan tersebut dipersembahkan kembali oleh manusia kepada Tuhan sebagai ucapan rasa terimakasih karena memberi segala anugrah.

Upakara berupa banten dan sarana pendukung lain merupakan simbol niyasa yang berfungsi sebagai kekuatan Tuhan, wujud bhakti, lungsuran, saran penyucian roh dan pengganti mantra. Sehingga dalam pembuatan harus penuh dengan konsentrasi dan sifat tulus ikhlas serta hati yang bersih.

Umat Hindu khusunya perempuan Hindu Bali dalam mempraktekan pembuatan banten sebenarnya sudah sudah menerapkan ajaran Yoga. Ini bukan tanpa alasan, dalam membuat banten butuh konsentrasi dan pemusatan pikiran, yang mana dalam pelaksanaan Yoga sendiri butuh konsentrasi dan pemusatan pikiran agar tidak salah mempraktikan Yoga. 

Begitu juga dengan proses pembuatan banten. Banten yang telah dibuat tidak saja merupakan suatu proses kreatifitas dan nilai estetika belaka, akan tetapi juga merupakan proses pelaksanan Yoga karena lebih mengutamakan nilai-nilai kesucian dalam artian dalam pembuatannya tidak boleh salah dan membutuhkan konsentrasi dan keheningan tentunya.

Pemusatan pikiran saat saat pembuatan banten terjadi ketika perempuan Bali menggerakan jari bagaikan sedang sedang melakukan japa atau berjapa. Para tukang banten atau biasa disebut dengan "wiku tapini" membuat banten dengan posisi bajra sana atau padma asana untuk memusatkan pikiran kepada Yang Maha Esa dan Maha Suci dengan melakukan aktivitas penuh kesucian.

Dalam melaksanakan ajaran agama empat cara atau jalan telah dilaksanakan oleh umat Hindu yakni Bhakti Marga, Karma Marga,  Jnana Marga dan Raja Marga. Pada tahap apara bhakti pemujaan dilaksanakan dengan mengunakan alat-alat bantu seperti banten, simbol-sombol dan lainnya. Sedangkan pada tahap yang disebut 'para bhakti' pemujaan menggunakan banten dan upakara lainnya dikurangi.

 Pada umumnya di Bali Catur Marga Yoga dilaksanakan secara bersamaan dalam bentuk upacara agama yang menggunakan sarana banten, yang mana banten tersebut terdiri dari bahan pokok yaitu daun, bunga, buah, air dan api. 

Sarana inilah yang memiliki fungsi tertentu sebagai persembahan atau tanda rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, alat konsentrasi memuja Ida Sang Hyang Widhi, sebagai simbol Sang Hyang Widhi beserta menisfestasinya ,sebagai penyucian lahir dan batin mikrokosmos dan makrokosmos serta sebagai pengganti mantra.

Begitu sakralnya makna yang ada di dalam banten maka dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa mereka yang membuat banten setidaknya dapat berkonsentrasi kepada siapa banten itu dihaturkan/dipersembahkan, sehingga mebanten ini merupakan salah satu pelaksanaan Yoga secara tidak langsung.

Dalam pembuatan banten perlu ketenangan, keheningan, konsentrasi dan pemusatan pikiran karena dalam membuat banten saat membuat reringgitan cukup sulit sehingga dibutuhkan konsentrasi penuh, jika tidak yang membuat banten bisa celaka seperti terkena pisau dan reringgitannya menjadi rusak.

Oleh karena itu membuat banten harus dalam situasi hening, sakral, berdasarkan rasa kasih, tulus ikhlas dan terutama rasa bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai implementasi ajaran 'Bhakti Marga'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun