Hari raya nyepi merupakan hari suci yang di rayakan oleh umat Hindu untuk memperingati pergantian Tahun Saka. Kata Nyepi memiliki arti sunyi, sepi tanpa adanya suatu kegiatan. Hari raya nyepi sudah berlangsung sejak abad 78 Masehi yang lalu.Â
Nah di tahun 2022 sekarang, perayaan hari raya Nyepi jatuh pada tanggal 2 Maret 2022. Khusus di desa Gobleg perayaan Nyepi masih tetap terlaksana.
Hari raya Nyepi Tahun Saka 1944 jatuh pada pada pinanggal apisan sasih ke kedasa tepat pada sehari setelah berlangsungnya rahina tilem sasih kesangan. Nah meskipun perayaan Hari Nyepi khususnya di desa Gobleg masih di era new normal akibat dari adanya pandemi virus Covid-19 ini, namun perayaanya masih berjalan dengan pembatasan orang pada saat kegiatannya seperti pada kegiatan Pengrupukan (pengarakan ogoh-ogoh).Â
Dari surat yang telah beredar di setiap daerah yang diberitahukan bahwa jumlah anggota pada saat pengarakan ogoh-ogoh dibatasi 25 orang saja dan tentu dengan mematuhi prokes kesehatan salah satunya menggunakan masker.Â
Para penonton juga dibatasi untuk menyaksikan pertunjukan ini supaya tidak membuat suatu kerumunan agar bisa mencegah penyebaran virus. Meskipun masih dalam era New Normal, masyarakat umat Hindu di wilayah desa Gobleg masih tetap melaksanakannya dengan penuh semangat karena upacara ini sangat dinanti-nantikan pada setiap tahunnya.
 Desa gobleg merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Perayaan Nyepi di desa Gobleg sangat di tunggu-tunggu dengan antusias masyarakatnya yang sangat tinggi.Â
Biasanya sebelum Hari Raya Nyepi, masyarakatnya melakukan kegiatan gotong royong di lingkungan masing-masing guna untuk menjaga lingkukangan agar tetap bersih dan yang paling penting disini adalah memupuk rasa persaudaraan antar warga maupun dengan lingkungan.
RANGKAIAN UPACARA PADA SAAT TILEM KESANGA
Kegiatan upacara pada hari raya Nyepi di desa Gobleg pada tahun ini dimulai pada Tilem Kesangan 2 Maret 2022, dengan rentetan upacara dari melaksanakan kegiatan Persembahyangan di Pura Desa (Pura Pemulungan Agung) sebagai wujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi supaya perayaan Hari Raya Nyepi ini dapat terlaksana dengan lancar tanpa adanya hambatan.Â
Nah setelah melaksanakan persembahyangan ini, dilanjutkan dengan kegiatan Mecaru pada setiap perempatan dengan mempersembahkan beberapa korban suci hewan seperti Babi, Sapi, Anjing, dan Kijang. Kegiatan ini ditujukan kepada para Bhuta Kala supaya tidak mengganggu jalannya perayaan upacara Nyepi. Setelah kegiatan ini berlangsung, selanjutnya ada upacara Piodalan di Pura Dalem.Â
Nah pada upacara ini terlaksana kegiatan persembahyangan bersama dan juga Mecaru gede untuk penyucian (Bhuta kala) yang dijadikan sebagai upacara inti setiap hari raya Nyepi.Â
Namun pada tahun ini upacara Piodalan hanya terbatas 2 perwakilan pada setiap keluarga dan pada jalannya persembahyangan dibagi menjadi beberapa kelompok yang digilir untuk mencegah proses penularan virus Covid-19 ini.Â
Setelah Piodalan di Pura Dalem selesai, kembali lagi melaksanakan kegiatan Mecaru namun kali ini dilaksakan pada setiap pemesuan (Pintu Masuk Rumah) dengan mempersembahkan nasi caru lawar sebagai bentuk puji syukur kepada Tuhan atas segala anugrah dan rezeki yang diberikan dan juga untuk membasmi segala kotoran dan keburukan pada setiap pekarangan rumah. Dan menuju rangkaian acara akhir yaitu upacara Pengrupukan.Â
Pengrupukan biasanya di meriahkan dengan mengarak ogoh-ogoh keliling lingkungan desa Gobleg dan kemudian di bakar. Kegiatan ini memiliki tujuan untuk mengusir para Bhuta Kala dari lingkungan.
CATUR BRATA PENYEPIANÂ
Nah setelah kegiatan pada Tilem Kesanga di Desa Gobleg, tepat jam 00:01 (kulkul di bunyikan) yang bertanda berakhirnya hari Tilem Kesanga, masyarakat desa Gobleg melaksanakan Catur Bratha Penyepian dengan mematikan semua penerangan baik di jalan maupun dirumah sehingga menciptakan suasana yang hening dan sepi.Â
Catur Brata Penyepian memiliki arti empat larangan atau pantangan yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu saat perayaan Hari Raya Nyepi. Adapun bagian dari Catur Brata ini yaitu pertama Amati Geni yang memiliki arti tidak boleh menyalakan api. Seperti contoh tidak boleh memasak. Nah kemudian timbulah pertanyaan bagaimana caranya untuk bisa makan jika api tidak boleh dihidupkan?Â
Masyarakat desa Gobleg biasanya memasak sehari sebelum melaksanakan Catur Brata Penyepian ini kemudian disimpan ditempat penyimpanan makanan. Bahkan beberapa masyarakat melakukan puasa (Tidak Makan) pada hari tersebut. Kemudian bagian Catur Bratha yang kedua yaitu Amati Karya yang memiliki arti tidak boleh berkarya.Â
Segala bentuk pekerjaan yang harus dilaksanakan pada hari tersebut diusahakan supaya tidak dikerjakan terlebih dahulu supaya proses Catur Brata ini berjalan dengan lancar. Kemudian yang ketiga ada Amati Lelungan yang memiliki arti tidak boleh berpergian. Kita dibatasi supaya tidak berpergian keluar dari lingkungan pekarangan rumah. Kemudian bagian Catur Brata Penyepian yang terakhir yaitu Amati Lelanguan yang memiliki arti tidak boleh mencari hiburan.
 Semua masyarakat Hindu diharuskan supaya bisa menghentikan sejenak segala jenis kesenangan agar bisa tetap memfokuskan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Nah adanya Catur Brata Penyepian ini diharapkan semua masyarakat desa Gobleg dapat melaksanakannya dengan keiklasan dan kesabaran hati maupun fikiran, supaya dapat dijadikan sebagai suatu pegangan mulat sarira atau intropeksi diri, agar bisa menjadi cambuk untuk masa depan yang lebih cerah.
Nah setelah kegiatan Nyepi (Sipeng) yang dilakukan oleh masyarakat desa Gobleg dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian usai. Tepat pada jam 00:01 setelah satu hari Nyepi berakhir disuarakan kembali Kulkul (Kentungan) sebagai berakhirnya Nyepi dan disambut dengan Upacara Ngembak Geni sebagai upacara penutup hari raya Nyepi.Â
Ngembak Geni dilaksanakan pada pinanggal apisan Sasih Kadasa (hari kedua bulan ke sepulu Bali). Ngembak Geni berasal dari kata "Ngembak" yang artinya bebas dan "Geni" yang artinya api. Jadi Ngembak Geni merupakan kembalinya kegiatan masyarakat seperti sedia kala dan boleh menyalakan api.
TRADISI NYAKAN DIWANG
Tradisi Nyakan Diwang merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gobleg dengan memasak di luar dapur atau di depan jalan masuk pekarangan rumah sebagai bentuk pembersihan pekarangan rumah dan dapur dari segala hal yang berbentuk negatif.Â
Tradisi ini telah terlaksana turun-temurun sejak ratusan tahun lalu yang sudah termuat pada Awig-Awig pelaksanaan Nyepi desa adat. Hal yang menarik pada tradisi ini adalah ketika seluruh warga Desa Gobleg melaksanakan kegiatan Nyakan Diwang tentu dalam pelaksanaannya sangat membawa banyak makna dan pengertian bagi masyakat yang berbeda tradisi. Â
Secara Filosofi Nyakan Diwang, merupakan satu tradisi yang harus tetap dijaga sebagai implementasi ajaran Tri Hita Karana, Hubungan Manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, Manusia dengan lingkungan.Â
Hubungan manusia dengan Tuhan dapat sebagai bukti wujud puji syukur masyarakat Desa Gobleg telah mampu melewati Catur Brata Penyepian, hubungan manusia dengan manusia sudah sangat jelas alat memupuk kekerabatan serta tali persaudaraan untuk lebih mengakrabkan keluarga yang satu dengan keluarga lainnya dan sekaligus saling mengunjungi setelah terlaksananya Catur Berata Penyepian di Hari Suci Nyepi, dan hubungan manusia dengan lingkungan dapat dilihat pada upaya menyepikan dapur yang ada di masing-masing rumah sehingga leteh/reged yang selama ini menjadi hilang dari keluarga dan kebahagian keluarga kecil dapat terjaga.
PENUTUP
Pada dasarnya kegiatan Nyepi di desa Gobleg sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakatnya dengan antusias yang sangat tinggi. Nah meskipun perayaan Hari Raya Nyepi khususnya di desa Gobleg masih di era new normal akibat dari adanya pandemi virus Covid-19 ini, namun perayaanya masih berjalan, dengan pembatasan orang pada saat kegiatannya seperti pada kegiatan Pengrupukan (pengarakan ogoh-ogoh), rangkaian upacara saat Tilem Kesange, dan pada saat Ngembak Geni.Â
Hari Raya Nyepi disini sangat memiliki banyak makna pada kehidupan masyarakat Umat Hindu. Dimana adanya Nyepi disini bisa dijadikan sebagai proses pengendalian diri dari segalah hal yang berbau negatif melalui empat pantangan yaitu Catur Brata Penyepian serta dapat mengimplementasikan ajaran Tri Hita Karana untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera di hari raya pergantaian tahun baru Caka ini. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI