Mohon tunggu...
I Nengah Teguh Wahyu Pranata
I Nengah Teguh Wahyu Pranata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Minister of propaganda, false mesias, colonial prisoner, socialist loser. Can be searched on instagram as teguh.inst

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sintesa Perdebatan Rasionalisme & Emperisme Abad Pencerahan: Filsafat Sejarah Immanuel Kant dan Kontekstualisasinya

14 September 2023   16:26 Diperbarui: 14 September 2023   16:42 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Filsafat menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Hingga artikel ini ditulis pun kata filsafat masih trending di dunia digital. Platform-platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya tak pernah luput dari kehadiran filsafat sebagai salah satu topik hariannya. Mulai dari Rocky Gerung dengan pemikirannya yang senantiasa mewarnai jagat maya; hingga kemunculan Bayem Sore yang menghebohkan. Trend ini pun dimeriahkan oleh perdebatan warganet yang selalu menghiasi kolom komentar di setiap platform. hal demikian juga tak pernal luput dari kreatifitas warganet yang menanggapinya. 

Disamping melalui komentar, terdapat pula beragam respon yang dituangkan dalam konten video, meme, dan sebagainya, yang kemudian medorong penulis untuk turut serta membahas tema filsafat. Dalam tulisan kecil ini, penulis ingin sedikit menyampaikan tentang filsafat kritis Immanuel Kant dalam konteks filsafat sejarah beserta aktualisasi teoritisnya.

Immanuel Kant (1724-1824) merupakan seorang filsuf aliran Kritisme Jerman. Kant lahir di Konigsberg, Prusia Timur (sekarang Kaliningrad, Rusia) dan Sebagian besar hidupnya dihabiskan di sana. Immanuel Kant dikenal sebagai seorang penyendiri dan memiliki kehidupan peribadi yang sangat sederhana. Kendati demikian, pemikirannya sangat berpengaruh dalam bidang etika, metafisika, epistemology, estetika dan filosofi politik. Pada tahun 1740 Kant mengkaji tentang filsafat, matematika, dan teologi di Konigsberg dan mulai mengajar di Universitas Konisberg dan hidup sebagai seorang professor setelah sebelumnya menjadi guru selama beberapa tahun.

Latar belakang (jiwa jaman) pemikiran Kant adalah sebagaimana kebiasaan perumusan sejarah pemikiran serta kesatuan ide ide pada abad pencerahan atau Renaisance yang tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan revolusi abad XVI-XVII, yang mengupayakan apa yang sekarang dianggap "biasa" yakni hak setiap manusia untuk bebas berpikir secara personal mengenai hal praktis dan teoritis tanpa dihalangi tradisi atau otoritas eksternal yang menjadi pengikat manusia. Para ahli di abad pencerahan mempromosikan pola sosial politik mereka untuk menghormati kebebasan setiap orang, mendorong penelitian yang bersifat saintifik, serta meningkatkan sumber pengetahuan melalui kebebasan intelektual. 

Masa-masa ini diikuti dengan perkembangan sains dan teknologi, semakin hilangnya otoritas gereja, perubahan bentuk sosial yang bersifat setara dengan perkembangan kaum borjuis, mulai pudarnya cara berfikir metafisis-religius, serta muncul banyaknya ide-ide dan pandangan yang saling bertentangan yang salah satunya adalah pertentangan antara pandangan rasionalisme dan emperisme.

Menurut Rochgiyanti dan Sriwati (2022: 72) Immanuel Kant mempelajari filsafat rasionalis, dogmatis, dan spekulatif, Kant kemudian memulai "filsafat kritis" yang tak mau melewati batas batas kemungkinan pemikiran manusiawi (sebagai ciri pemikiran abad pencerahan). Immanuel Kant menggabungkan rasionalisme dan emperisme dengan titik temu yang disebut "idealisme". Lebih lanjut Madani, Tanoto dan Halwati (2022: 5) menjelaskan bahwa filsafat Kant lahir dari pertentangan besar pada jamannya yakni rasionalisme dan emperisme, yang mana kant berpendapat bahwa antara rasionalisme dan emperisme sama-sama memiliki kelemahan sehingga harus digabungkan.

Aliran rasionalisme mengacu pada akal pikiran (rasio). Para filsuf dari aliran ini berpendapat bahwa wujud sumber pengetahuan yang meyakinkan adalah akal, rasionalisme menekankan bahwa pengetahuan hanya dapat dicapai melalui akal. dengan kata lain menurut rasionalisme, kebenaran terletak pada akal pikiran. Rasionalisme juga berasumsi bahwa pengetahuan mutlak harus digali dalam akal budi dan tidak dapat dicapai dengan menggunakan pengalaman indrawi. Rene Descartes sebagai tokoh utama Rasionalisme menganggap bahwa pandangan indrawi sebagai suatu penampakan pucat yang tidak lengkap. 

Descartes juga menyuarakan bahwa hanya akal atau rasiolah yang dapat dijadikan sebagai dasar yang dipercaya, serta bukan iman dan wahyu yang merupakan pegangan saat abad pertengahan. Pikiran-pikiran Rene Descartes mengenai akal budi sebagai sumber pengetahuan ini sangat mempengaruhi G.W. Leibniz sebagai salah satu pengikut rasionalisme yang pengaruhnya sangat dominan di era pencerahan.

Sebagai reaksi terhadap rasionalisme, muncul kemudian emperisme dengan tokoh yang paling terkenal saat itu adalah John Locke serta David Hume. Para tokoh emperisme mencoba menemukan pengetahuan melalui pengalaman indrawi. John Locke sebagai tokoh sentral emperisme berpandangan bahwa seluruh pengetahuan ditarik dari indra, menurutnya manusia lahir bagaikan kertas kosong yang belum berisi tulisan apapun. Seluruh isi pikiran merupakan rekonstruksi dari pengalaman indrawi, sehingga pengalaman indrawilah yang melukis isi pikiran. 

Selanjutnya David Hume menembahkan dengan menempatkan sumber pengetahuan melalui proses pengamatan. Menurutnya, dari pengalaman manusia akan memperoleh kesan serta gagasan atau pengertian. Jika kesan adalah sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, maka gagasan/pengertian menjadi gambaran tentang pengalaman dengan cara merenungkan dan mempertimbangkan kembali kesan-kesan yang telah diterima dari pengamatan.

Sebagai titik pangkal, Kant kemudian mencoba mengintegrasikan rasionalisme dan emperisme. Kant beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil kerjasama antara unsur keaktifan pikiran serta pengalaman indrawi. Pengalaman pikiran menjadi unsur yang dating lebih dahulu (apriori), sedangkan pengalaman indrawi merupakan unsur yang dating setelahnya (aposteriori). Lebih jauh, Kant mengkritik rasionalisme dan emperisme yang hanya mementingkan satu dari kedua unsur sumber pengetahuan. Sehingga hasil yang diperoleh selalu saja berat sebelah. Kant menambahkan bahwa pengetahuan selalu menjadi sebuah sintesis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun