Mohon tunggu...
Edi Swastawan
Edi Swastawan Mohon Tunggu... Petani - Pelajar Agribisnis

Selalu penasaran pada Kopi dan Jeruk Kintamani

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Serial Kopi Langkan #0: Sebuah Perkenalan dan Pengantar Catatan

2 Juli 2020   11:53 Diperbarui: 2 Juli 2020   16:43 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sudah dilahirkan sebagai cucu seorang petani. Lahir dan besar di Desa Adat Langkan, sebuah desa terpelosok dengan kekayaan alam melimpah. Kakeku sudah bertani semenjak muda, tapi kalau berbicara tentang kopi, beliau mulai menanam kopi dari tahun 1986. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, aku harus mengakui bahwa kopi di keluargaku adalah sebuah warisan rezim orde baru. Terlepas dari itu, bagiku ini adalah sebuah warisan tanggung jawab, bukan dari Pak Soeharto, melainkan tanggung jawab moral dari kakek untuku.

Kopi bagiku tidak bisa hanya dilihat berdasarkan perspektif finansial, melainkan instrumen yang mengantarkan nilai-nilai kemandirian. Ceritanya, di desaku musim kopi selalu beriringan dengan libur kenaikan kelas dan musim layang-layang. Aku sekian belas tahun yang lalu, sebagai seorang pelajar sekolah dasar pada umumnya selalu menantikan momentum itu. Sayangnya kakek tidak pernah mau memberikan aku uang untuk bermain layangan, melainkan memberikan tantangan. Kakek selalu menantang aku memanen kopi. Kopi yang aku panen, entah berapapun jumlahnya, hasil penjualannya seratus persen boleh aku ambil. Jadi, ketika aku berfikir bermain layangan artinya aku harus mulai mengambil topi menuju kebun. Jumlah butiran kopi yang mampu aku petik, sangat menentukan seberapa bagus layang-layang yang dapat aku buat.

Sekian tahun berjalan aku tetap hidup seperti biasa, bahagia diantara perkebunan kopi menikmati hidup tanpa ambisi manusiawi. Sampai pada akhirnya, ketika aku lulus SMA, aku memutuskan berkelana ke kota untuk menyandang gelar mahasiswa. Iya, tidak salah lagi, mahasiswa pertanian! Aku sah menjadi seorang pelajar pertanian, sekaligus sebagai anggota keluarga yang pertama kali menginjakan kaki di perguruan tinggi.

Masa-masa aku berada di perguruan tinggi sangat menyenangkan. Berada di antara para sahabat yang hebat, dosen yang ramah-ramah, pacar juga punya (tidak banyak kok hehe). Hal yang juga membuat aku tidak kalah senang adalah sebuah pemahaman dan pengetahuan baru mengenai potensi tanah kelahiran. Momentum yang tidak terlupakan adalah awal aku tau film Filosofi Kopi yang sontak seolah-olah menampar dan menyadarkanku apa makna kopi sesungguhnya. Dari sana aku sadar, kopi bukan semata-mata soal modal layang-layang!

 Aku mulai berusaha mengenal kopi lebih dalam. Bertemu para sahabat dengan ketertarikan yang sama. Nongkrong di beberapa kedai kopi dengan membawa sebuah misi: mengintip menu kopi sekaligus mengenal lebih banyak cara menikmati kopi. Tidak lupa sebagai seorang terpelajar, aku berusaha menelusuri kopi beserta potensinya secara akademis. Sampai pada akhirnya satu persatu kejutan muncul. Kopi desaku, Kopi Langkan adalah bagian dari kopi spesialti arabika Kintamani yang diperhitungkan di pasar global!

Ada tiga hal yang paling membuat aku takjub. Pertama, Subak-abian Suka Maju sebagai organisasi petani yang menaungi pengembangan Kopi Langkan adalah subak-abian satu-satunya di Kecamatan Bangli yang tembus anggota MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis) Kopi Spesialti Arabika Kintamani. Artinya, Kopi Langkan adalah satu-satunya kopi di Kecamatan Bangli yang diakui memiliki cita rasa khas berdasarkan sertifikasi indikasi geografis. Kedua, LeSOS (Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman) telah menerbitkan sertifikasi untuk Subak-abian Suka Maju sebagai kelompok tani kopi organik. Ketiga, berdasarkan uji cita rasa, Kopi Langkan memiliki nilai cita rasa tinggi dengan kategori very good. Aku sebelumnya sama sekali belum pernah mendengar prestasi-prestasi itu. Aku juga yakin bahwa teman-temanku di desa, sebagai calon pemegang tongkat estafet, belum sadar keberadaan harta karun itu.

Semasa kuliah, aku tipe orang jarang pulang kampung. Terkungkung di menara mercusuar kampus. Terjebak dalam kenyamanan organisasi mahasiswa. Hinga suatu hari aku menyempatkan pulang, dengan sumbringah ingin melepas rindu dengan si permata merah, dengannya si Kopi Langkan.

Namun apa yang terjadi? Di perjalanan desa, rasa rindu itu kandas! Sejauh mata memandang, Kopi Langkan telah tiada. Kopi Langkan telah berubah menjadi hamparan sayur di antara tanaman jeruk muda. Draf yang sebelumnya aku lihat, yang mencantumkan Subak-abian Suka Maju sebagai angggota MPIG Kopi Arabika Kintamani ternyata hanya catatan sejarah. Sertifikasi organik dari LeSOS sudah tidak berlaku lagi. Jurnal yang menyatakan cita rasa Kopi Langkan dalam kategori very good, tinggal menjadi penelitian hampir tanpa objek fisik. Hampir musnah!

Sedikit senyuman bisa aku dapat sesampai dirumah. Kopi dirumahku ternyata masih ada. Aku menanyakan kepada kakek mengenai apa yang terjadi. Khusus pada kopi dirumah, aku berharap jawaban idealis dari kakek, mengenai alasan kakek masih mempertahankannya. Namun apa yang aku dapat? Alasan tunggal kakek masih mempertahankan kopi dirumah adalah karena belum memiliki modal. Artinya, jika kakek memiliki modal, maka kebun kopi dirumahku juga akan dialih fungsikan! Saat itu tubuhku rasanya bercampur aduk. Lemas, lesu, kecewa dan sedih menjadi satu pikiran: apa yang dapat aku lakukan?

Minimnya bentuk fisik Kopi Langkan tidak akan pernah menurunkan nilai historisnya bagiku. Kopi Langkan bagaikan catatan tanpa tepi. Jika memang perlahan ia hilang secara fisik, jangan sampai ia juga hilang secara cerita. Ijinkan aku sekarang mencatat. Mengabadikan Kopi Langkan dalam catatan ceritaku, untuk menjadi cerita kita bersama. Semoga kalian mau menjadi sahabat, menemani aku menyelisik nilai Kopi Langkan lebih dalam, mengabadikannya sebagai catatan, dan mengkristalkannya dalam pikiran masing-masing. Cerita Kopi Langkan, ceritaku, dan cerita kita bersama akan segera dimulai. Sampai jumpa pada serial Kopi Langkan #1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun