Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Galungan-Kuningan, Mitos dan Pembebasan

7 Juni 2022   19:56 Diperbarui: 8 Juni 2022   08:26 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2000-an, wisatawan mulai mencari yoga-yoga lokal. Bergeser dari menonton upacara dan tarian ke latihan-latihan yoga. Wisatawan juga betah tinggal berlama-lama di villa untuk berlatih yoga. Pergeseran ini merupakan peluang bagi pelatih-pelatih yoga. Di tengah munculnya peluang-peluang tersebut, demarkasi (pembatas) antara budaya Bali asli (Dresta Bali) dan non-Bali dihembuskan. 

Hegomoni

Demarkasi ini berhubungan sekali dengan relasi kuasa (ekonomi dan politik), sebab hegomoni merujuk kepada dominasi kelas tertentu melalui budaya. Antonio Gramsci, guru dari teori hegomoni ini mendasarkan teorinya dari Marxisme yang berbasis persaingan kelas. 

Gramsci menyatakan, terpenuhinya hak-hak kaum buruh, tak akan menghilangkan kelas berkuasa. Kelas berkuasa akan terus melakukan dominasi melalui budaya. Hegomoni ini berakar pada tradisi-tradisi kuno, yang mana elite-elite tradisi dapat terus mendominasi melalui budaya yang dibangunnya lewat teks keagamaan atau ritual sehingga warganya rela untuk tunduk.

Pada masyarakat modern, hegomoni dapat dibangun melalui media. Demarkasi dresta Bali dan non-Bali adalah demarkasi yang dimainkan melalui media sosial. Pemain-pemainnya melakukan politik identitas dengan menyebarkan ketakutan terhadap budaya non-dresta Bali. 

Teori ini dimainkan pada pemilihan presiden Amerika tahun 2016, di mana Trump terus memompa ketakutan rakyat Amerika terhadap pendatang. Menurut psikologi Freud, ketakutan adalah alam bawah sadar manusia yang terus ada sehingga Trump berhasil memenangkan pemilihan presiden Amerika (Sindunata, 2019).

Politik identitas di Bali, bertujuan untuk membangun relasi kuasa (ekonomi dan politik). Ekonomi Bali adalah pariwisata karena itu tujuan dari politik identitas (demarkasi) ini adalah merebut ekonomi pariwisata. Ekonomi ini kemudian akan berelasi dengan politik. 

Karena itu, mitos upacara kemudian dimainkan untuk menakuti orang-orang Bali sehingga memainkan tema Bali asli dalam pariwisata. Jika pariwisata budaya kembali kepada budaya Bali asli maka otoritas penentu keaslian Bali akan mendapatkan tempat. Mereka akan mendominasi ekonomi dan politik melalui budaya.

Pembebasan

Galungan dan Kuningan sebenarnya berdasarkan mitologi melawan dominasi. Karena itu, Galungan dan Kuningan adalah gerakan pembebasan. Para dewa hadir ke Bali untuk membebaskan masyarakat Bali dari penindasan raja raksasa. Pembebasan ini tentunya tidak boleh melahirkan penindasan baru melalui kuasa teks dan ritual. 

Masyarakat Bali seharusnya mendapatkan kebebasan untuk membangun kesadarannya sendiri. Orang-orang Bali pegunungan melakukan penolakan terhadap dominasi teks dan ritual Bali-Jawa (Majapahit) sejak berabad-abad lalu. Mereka melakukan tradisi memohon air suci kepada stana suci Ida Bhatara Rsi Bhujangga untuk menyelesaikan segala upacara, sehingga mereka lepas dari kuasa Brahmana Majapahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun