Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Galungan-Kuningan, Mitos dan Pembebasan

7 Juni 2022   19:56 Diperbarui: 8 Juni 2022   08:26 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umat Hindu di Bali merayakan Galungan pada Rabu (8/6/2022) dan Kuningan pada Sabtu (18/6/2022). Hari raya Galungan dan Kuningan ini merupakan hari kemenangan dharma (kebajikan) melawan adharma (kejahatan). Perayaan hari kemenangan ini didasari mitologi Bali yang termuat dalam Lontar Usana Bali, yaitu kemenangan para dewa melawan Raja Bali yang jahat yaitu Mayadanawa. 

Raja raksasa ini diceritakan melarang masyarakat Bali untuk melakukan upacara kepada para dewa. Rakyat Bali cukup membayar pajak kepada Mayadanawa maka rakyat Bali akan aman dan sejahtera. Hal ini membuat para dewa menyerang Mayadanawa pada Wuku Dunggulan (Galungan). Kemenangan para dewa terhadap Mayadanawa ini dirayakan sebagai hari raya Galungan.

Mitologi Mayadanawa ini menjadi payung daripada tradisi upacara di Bali. Upacara kepada para dewa adalah penyelemat Bali. Siapa yang menentang upacara maka nasibnya akan menjadi seperti Mayadanawa. Upacara kemudian berkaitan dengan teks-teks upacara. 

Teks-teks upacara berkaitan dengan bahasa (Jawa Kuno), yang hanya dikuasai para brahmana dari Majapahit. Penguasaan bahasa dan pengetahuan ini kemudian menjadi kuasa di kalangan brahmana Majapahit. Raja-raja Bali harus mendukung kuasa teks-teks upacara ini, bahkan sampai pemerintahan modern (Indonesia) juga harus mendukung kuasa pengetahuan upacara ini.

Pada masa covid 19 (2020-2021), pemerintah daerah Bali melakukan berbagai upacara untuk melawan pandemi. Orang-orang Bali percaya hanya upacara yang tepat yang akan menghindarkan Bali dari wabah penyakit. Pasca Bom Bali I (2003), masyarakat Bali juga menggelar upacara  Karipubaya untuk menghindarkan Bali dari serangan luar. Upacara telah menjadi mitos untuk melindungi keselamatan masyarakat Bali.

Di tengah tradisi upacara, Bali sebenarnya mengenal tradisi yoga yang dilakukan secara individu. Tradisi yoga ini termuat dalam teks-teks Sanghyang Kamahayanikan, Vrespatitatva, dan teks-teks tatva lainnya. Secara tradisi, praktik yoga ini dilakukan secara pribadi-pribadi sehingga tak menjadi gerakan sosial, tetapi pada masa kini yoga menjadi gerakan massal. Guru-guru Hindu dari India seperti Svami Vivekananda dan Krishnamacharya dari Mysore menyebarkan yoga ke negara-negara barat. Gerakan-gerakan yoga ini kemudian memasuki Bali melalui pariwisata.

Pada awalnya, wisatawan ini berkelompok datang bersama gurunya untuk berlatih di Bali sekitar tahun 1980-an. Orang-orang lokal hanya penyedia tempat, makanan, dan berbagai keperluan lainnya bagi wisatawan. Perlahan, orang-orang lokal (Bali) ini menjadi bagian dari kelompok-kelompok ini. 

Mereka membangun villa, hotel, atau fasilitas lainnya untuk melakukan pertemuan rutin di Bali. Mereka juga menyebarkan ajaran yoga menjadi gerakan massal kepada masyarakat Bali. Vegetarian, puasa, asana, dan meditasi kemudian menjadi kata-kata yang tak asing bagi orang Bali.

Orang-orang Bali kemudian mulai menjadi pelatih-pelatih yoga sejak sekitar tahun 1990-an. Pada awalnya menjadi murid guru-guru barat, tetapi kemudian mulai mengembangkan kelokalan Bali dalam yoga. Guru Made Sumantra, I Ketut Arsana, dan Ida Pandita Ratu Bagus adalah contoh-contoh tokoh yang mengembangkan etnisitas Bali dalam yoga. Mereka juga melatih wisatawan asing pada berbagai tempat di Bali. Mereka juga mengembangkan pasraman (ashram) untuk berlatih yoga.

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun