Mahkamah Konstitusi menimbang perumusan norma Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi yang nyata, justru menyebabkan kekosongan hukum dengan tidak dapat diselenggarakannya Pilkada. Jadi dengan pertimbangan hak rakyat untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera oleh aturan yang mengatur paling sedikit dua pasangan calon. Sehingga Mahkamah Konstitusi memutuskan Pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada Satu Pasangan Calon.
Political Will yang lebih matang
Namun hal menariknya dari munculnya Pasangan Calon Tunggal dan Deklarasi Calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud diatas adalah adanya sikap yang lebih rasional menghadapi pertarungan politik. Entah apa yang menjadi pertimbangan oleh politisi dibeberapa daerah dimaksud, apakah mulai berkurang rasa percaya dirinya ataukah memang sudah mengukur tingkat keberhasilan serta kemampuannya dalam memperhitungkan kemungkinan yang terjadi.
Akan tetapi satu hal yang pasti, dengan menekan hasrat politiknya dari berbagai pertimbangan maka mengisyaratkan bahwa sudah mulai dewasanya sikap politik dari para politisi baik ditingkat daerah maupun di pusat. Politik memang bukan matematik, tetapi tetap harus diukur dan diperhitungkan secara rasional dan matang akan tingkat keberhasilannya.
Hal menarik lainnya adalah sempat adanya kabar yang menyebutkan bahwa kotak kosong menang melawan petahana, jika hal ini benar terjadi maka pendewasaan dalam hal politik bukan saja untuk para politisi, namun sudah merebak hingga lapisan masyarakat. Masyarakat sudah dewasa untuk menggunakan hak pilihnya.
Haarapannya adalah dengan mulai matangnya political will dari beberapa politisi dapat mendewasakan politik di Indonesia dengan tidak melihatnya dari kacamata kekuasaan semata, akan tetapi lebih bertujuan untuk kemajuan bangsa, negara dan daerah serta kesejahteraan masyarakatnya.