Mohon tunggu...
SF Maratul Ulya
SF Maratul Ulya Mohon Tunggu... Konsultan - Analis Sosial Budaya Masyarakat

Penulis adalah Alumnus Universitas Islam Negeri Walisongo dan menamatkan jenjang studi Magister di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berbagai Respon atas Jeda Kemanusiaan Bagi Papua

6 Januari 2023   10:18 Diperbarui: 6 Januari 2023   10:19 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pukul 9 pagi waktu Indonesia, 5 (lima) jam pasca Jeda Kemanusiaan ditandatangani di Jenewa, 3 (tiga) Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang getol mengawal isu Papua yaitu Taufan, Beka Ulung Hapsara, dan Mohammad Choirul Anam mengakhiri masa tugas. Sedangkan menurut Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Komisioner Anyar baru mendapatkan draft nota kesepahaman Jeda Kemanusiaan namun belum menerima penjelasan perihal bagaimana berjalan dan berlangsungnya Jeda Kemanusiaan di Papua nanti untuk periode Desember 2022 hingga Februari 2023. Atnike menjelaskan bahwa Komnas HAM sangat berhati-hati dalam menyikapi Jeda Kemanusiaan. Pasalnya, Jeda Kemanusiaan hanya dimaksudkan untuk menanganai persoalan di Maybrat karena periode pelaksanaanya yang singkat dan tidak memungkinkan diberlakukan di seluruh Papua.

Pada 29 November hingga 1 Desember 2022 Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) membahas Jeda Kemanusiaan dalam sidang darurat yang digelar di Markas Komando Daerah XV Ngalum Kupel. Sebagian besar personel TPNPB menolak adanya Jeda Kemanusiaan karena merasa tidak melibatkan para aktor yang berkonflik dalam pembahasannya. Menurut Yorrys Raweyai selaku anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Papua, Jeda Kemanusiaan sudah pernah diterapkan sejak era Presiden Soeharto hingga lengser dan berlanjut di era B.J. Habibie namun upaya itu gagal.

Disamping itu, Mahfud Md. selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan menilai bahwa Jeda Kemanusiaan sebatas masukan bagi pemerintah Indonesia dikarenakan dalam perundingannya tidak melibatkan Indonesia dan Organisasi Papua Merdeka. Bahkan, ia menggarisbawahi bahwa pasca nota kesepahaman itu ditandatangai justru terjadi 8 (delapan) kali konflik di Papua yang mengakibatkan 9 (sembilan) personel keamanan dan warga sipil tewas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun