Persepsi merupakan sebuah pandangan dan penilaian terhadap suatu hal. Pandangan serta penilaian ini terbentuk akibat adanya stimulus yang ditangkap oleh indera manusia. Penangkapan stimulus oleh indera manusia akan berbeda satu dengan lainnya. Berangkat dari hal ini akan membuat persepsi akan berbeda-beda dan bersifat subjektif (Samovar, Porter, McDaniel & Roy, 2017). Dalam memandang budaya, manusia akan mempersepsikan suatu budaya secara beragam. Pandangan mengenai budaya atau persepsi mengenai sebuah budaya banyak anak, banyak rezeki. Realita yang terjadi adalah  banyak pula yang tidak mau ber-KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak banyak rezeki (Nintyasari & Kumalasari, 2014).Â
Berangkat dari budaya banyak anak, banyak rezeki yang populer pada tahun 1961 hingga 1980 (Kumparan, 2020) merupakan konsep pemikiran atau persepsi generasi X perihal mempunyai anak. Namun pada zaman sekarang, sudah tidak relevan lagi konsep pemikiran banyak anak, banyak rezeki. Hal ini dilihat dari gencarnya program KB atau Keluarga Berencana yang muncul pada Orde Baru. Jargon utama KB adalah "Dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja" (Matanasi, 2019).Â
Hal ini membuat adanya perbedaan pada pandangan masyarakat. Alasan di balik pernyataan ini juga ditanggapi dengan berbagai cara. Persepsi menjadi suatu hal yang sangat subjektif dan akan membentuk suatu pola. Pola-pola ini akan dijelaskan melalui teori dan budaya persepsi, dan pola persepsi dapat dipelajari. Pendapat setiap orang akan dipengaruhi oleh budaya, terutama perbedaan budaya. Ini tercermin dalam proses atau cara mengamati korelasi antara budaya, proses dan perilaku. Proses ini melibatkan dua asumsi utama, yaitu persepsi selektif dan mode persepsi. Persepsi tentang sesuatu bersifat subjektif, yang menjadikan persepsi itu sendiri sebagai hal yang selektif.
Daftar Pustaka
Kumparan. (2020). Banyak anak, banyak (cari) rezeki. Diakses dari https://kumparan.com/skata/banyak-anak-banyak-cari-rezeki-1sdgP3CSggI/full
Matanasi, P. (2019). Sejarah Keluarga Berencana . Diakses dari  https://tirto.id/sejarah-kb-dan-ide-dua-anak-cukup-dari-era-sukarno-sampai-soeharto-ecJj
Nintyasari, D., & Kumalasari, N. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Usia Subur (Wus) Dalam Pemilihan Kontrasepsi Hormunal Di Desa Batursari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Jurnal Kebidanan, 3(1), 8-13.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication between cultures. Nelson Education.
Kumparan. (2020). Banyak anak, banyak (cari) rezeki. Diakses dari https://kumparan.com/skata/banyak-anak-banyak-cari-rezeki-1sdgP3CSggI/full
Matanasi, P. (2019). Sejarah Keluarga Berencana . Diakses dari  https://tirto.id/sejarah-kb-dan-ide-dua-anak-cukup-dari-era-sukarno-sampai-soeharto-ecJj
Nintyasari, D., & Kumalasari, N. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Usia Subur (Wus) Dalam Pemilihan Kontrasepsi Hormunal Di Desa Batursari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Jurnal Kebidanan, 3(1), 8-13.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication between cultures. Nelson Education.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H