Mohon tunggu...
Hyasint Asalang
Hyasint Asalang Mohon Tunggu... Human Resources - Pergo et Perago

Bisnis itu harus menyenangkan!!!!!

Selanjutnya

Tutup

Financial

Benang Merah Otsus dan Pemberdayaan Masyarakat Papua

27 Juni 2019   20:09 Diperbarui: 27 Juni 2019   20:20 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dapat dipungkiri bahwa kehadiran OTSUS membawa dampak yang berbeda bila ditinjau dari sisi kepentingannya. OTSUS dinilai bermanfaat bagi pihak yang menguntungkan dan menjadi bencana bagi masyarakat sebagai penonton pasif keberlangsungan kebijakan tersebut.

Harus diakui bahwa keberadaan OTSUS merupakan produk dari momen transisi demokrasi ketika pemerintah mengalami krisis dan otoritasnya mencapai titik yang paling lemah. Sehingga jalan yang diberikan ialah kebijakan tanpa pertimbangan. Inkonsistensi yang terlihat ialah tidak adanya pendampingan terhadap DPRD dan Pemerintah Provinsi Papua dalam membuat Perdasus.

Jika ditelusuri, sebenarnya yang perlu diperhatikan dalam lingkungan kemasyarakatan adalah bagaimana pemerintah dapat mengatasi sistem birokrasi yang saling bertentangan atau berlawanan yang muncul karena pergantian sistem birokrasi dari berbagai rezim. Peninggalan antara berbagai rezim ini menyebabkan ketidakseimbangan di dalam pemerintahan. Dalam konteks ini birokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemerintahan dalam menjalankan program dan kebijakannya untuk dirasakan publik. Birokrasi harus ditopang oleh paradigma ideal yang harus ada.

Lantas, apa yang harus diupayakan? Upaya pertama dan mendasar untuk mengatasi hal ini ialah dengan mangadakan rekonsiliasi antara pemerintahan dengan masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa terdapat jurang yang dalam antara masyarakat dan pemerintahan. Berbagai aksi protes pun melayang di berbagai tempat. Tak pelak, situasi negatif sering terjadi sebagai akibat dari rantai belenggu yang dinamakan OTSUS.

Adanya rekonsiliasi mengindikasikan masyarakat dan pemerintahan untuk berdamai dengan hidup yang kini dijalani sebagai satu kesatuan sebagai warga Papua. Kepandaian seorang manusia untuk berbeda, harus disertai juga kepandaian untuk bersatu. Pusat perhatiaan yang hendak dituju bukanlah pada materialisme semata, justru sebaliknya dasar seorang manusia adalah penerimaan akan kebersamaan yang mampu mengatasi individualisme dan bersatu dalam paradigma kesejahteraan. Konsepsi kultur pun perlu diperjelas dan dipertegas. Rekonsiliasi ini dapat diwujudkan dengan membuka akses dialog yang sebesar-besarnya antara pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi kebutuhan masyarakat.

Program Pemberdayaan Masyarakat Papua: Perluasan Terhadap Akses Modal

Berbicara mengenai Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 tentang pembagian penerimaan dan pengelolaan keuangan dana Otsus, ada empat alokasi anggaran yang sudah diperhitungkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001. Adapun alokasi keempat anggaran tersebut antara lain: Alokasi anggaran bidang pendidikan sebesar Rp 95,75 miliar, anggaran untuk bidang kesehatan 761,65 miliar, anggaran bidang perekonomian sebesar Rp 978,53 miliar dan alokasi anggaran percepatan infrastruktur dan sarana prasarana dasar sebesar Rp 2 triliun. Menilik alokasi anggaran Otsus yang begitu besar, maka sebuah pertanyaan yang patut dilayangkan ialah: Mengapa sumber daya manusia sejak tiga belas tahun terakhir ini masih berada jauh dari harapan?

Jika ditelusuri lebih dalam, paradigma pembangunan ekonomi Papua, khususnya yang berkembang saat ini selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi, sehingga fokus pembangunan pun mengacu pada usaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Walaupun dampak dari pertumbuhan ekonomi ini secara teori mampu mengurangi angka kemiskian, akan tetapi pertumbuhan bukanlah jaminan penuntasan masalah kemiskinan. Dalam pembangunan ekonomi, pertumbuhan (growth) merupakan necessary condition tetapi bukanlah sufficient condition. Pertumbuhan yang tinggi belum menjamin tingkat kemiskinan akan menurun. Bahkan, pertumbuhan bisa jadi tidak ada kaitannnya dengan penurunan angka kemiskinan. Fakta empirisnya adalah ketika trend pertumbuhan ekonomi selalu naik paska krisis ekonomi, trend angka kemiskinan malah fluktuatif.

Secara faktual program pengentasan kemiskinan yang dijalankan selama ini selalu terkooptasi oleh sistem yang terlalu pro pada pertumbuhan. Sebagai contoh, ketika pemerintah ingin mengurangi kemiskinan masyarakat kampung dengan memberi subsidi di sektor pertanian seperti kredit bersubsidi, pupuk bersubsidi dan sebagainya semua ini terbentur oleh regulasi dan kebijakan lain yang menuntut pengurangan subsidi atau terbentur oleh sistem ekonomi yang anti subsidi.

Dampak yang terjadi adalah program-program penanggulangan kemiskinan cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang Papua sebagai program kompensasi atas pencabutan subsidi, misalnya program penyaluran beras untuk rakyat miskin, bantuan tunai dan lain sebagainya. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program pembangunan untuk orang Papua seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.

Jadi, program pembangunan (berbasis pertumbuhan) yang dijalankan pemerintah akhir-akhir ini mengalami banyak kelemahan yang fundamental dalam mengentaskan kemiskinan. Untuk mengubah paradigma pembangunan ini tidaklah mudah karena membutuhkan upaya jangka panjang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun