Mohon tunggu...
Hotma VyrmaThondi
Hotma VyrmaThondi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integritas atau Keuntungan?

29 Desember 2022   10:53 Diperbarui: 4 Januari 2023   14:43 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu McLuhan pada tahun 1962 dalam bukunya yang berjudul Guttenberg Galaxy menjelaskan bahwa fenomena saling ketergantungan secara elektronik yang belum pernah terjadi sebelumnya, telah menciptakan kembali dunia dalam sebuah imajinasi tentang sebuah desa yang besar (global village). Maksudnya adalah teknologi dalam media massa elektronik dan pertukaran informasi akan berkembang secara lebih luas lagi ke seluruh penjuru dunia. Terbukti saat ini Informasi bukan lagi hal yang sulit kita cari tahu di mana kita telah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Fenomena dimana terjadinya kolaborasi antara teknologi siber dengan teknologi otomatisasi. Dengan adanya revolusi ini membawa banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan terutama pada bidang informasi.

Kini kita dapat menikmati informasi tidak lagi hanya melalui media konvensional, seperti radio, koran, majalah, dan lainnya. Jutaan bahkan miliaran informasi dihidangkan secara gratis di media sosial, semua kalangan dapat menikmatinya dimanapun dan kapanpun secara GRATIS. Tentu saja hal ini sangat menguntungkan, dahulu kita menghabiskan waktu pergi ke toko buku untuk membeli koran dan majalah, dahulu kita perlu membayar koran dan majalah untuk mendapatkan informasi, kini? Semua mudah, tidak perlu membuang waktu, tenaga, bahkan uang untuk mendapatkan informasi. Namun, pernahkah kita sadari bahwa kemajuan teknologi informasi ini tidak hanya menguntungkan khalayak yang membacanya tetapi juga 'si penyedia' beritanya? Karena dalam kenyataannya perubahan dapat juga menuju ke keadaan yang lebih buruk.

Jika diperhatikan, kini semua informasi yang bertebaran tidak lagi sekredibilitas dahulu.  Dahulu rasanya merasa 'wah' ketika kita mengetahui informasi baru seakan mendapat wawasan baru karena kredibilitas isi konten membuat konten menjadi eksklusif dan terpercaya. Sadarkah kita mengapa hal itu bisa terjadi? Mungkin hal ini bermulai dari fenomena bernama 'Clickbait'. Clickbait adalah Teknik memancing orang lain untuk mengonsumsi suatu konten dengan memainkan judul atau gambar yang menarik dan membuat penasaran sehingga khalayak terpancing untuk membuka konten tersebut. Dalam perkembangannya fenomena clickbait ini merambah dalam jurnalisme dan disebut dengan clickbait journalism (jurnalisme umpan klik). Jurnalisme jenis ini banyak digunakan pada media online dan hamper semuanya memiliki ciri yang sama yaitu dengan menggunakan judul yang bombastis, membuat penasaran pembaca sehingga terpancing untuk mengklik berita tersebut karena ingin tahu lebih lanjut. Dengan judul yang menarik tentu rasa penasaran khalayak memuncak dan membuat khalayak akan mengklik berita tersebut yang menyebabkan grafik pengunjung berita para penyedia berita akan meningkat. Hal ini merupakan sebuah keuntungan yang dinikmati oleh si penyedia berita.

Data pada tahun 2016 berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa konten berita adalah salah satu konten yang sering diakses oleh masyarakat. Pada tahun itu dengan jumlah total penduduk Indonesia yaitu berjumlah 256,2 juta jiwa, total 132,7 juta jiwa menggunakan internet, dan 127,9 juta jiwa atau 96,4% mengakses berita. Berita menempati posisi ketiga yang paling banyak diklik setelah media sosial dan hiburan.

Judul clickbait terjadi karena para penyedia berita tidak memahami betul pentingnya penggunaan bahasa jurnalistik pada penulisan berita. Demi meraih clickbait banyak media yang mengabaikan kode etik jurnalistik dan menyebarluaskan berita tidak benar.Hal inilah yang membuat kita yang terlalu sering tertipu konten clickbait ini merasa kebal dan mempertanyakan kredibilitas sebuah berita. Apakah sesulit itu bagi para jurnalis untuk menyediakan berita yang terpercaya dan berkredibilitas? Apakah keuntungan lebih penting daripada integritas? Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai khalayak agar tidak tertipu oleh judul berita yang clickbait? Tentu kita harus mengenali ciri-ciri judul clickbait, apa sajakah itu?

1.Judul

Clickbait terdiri dari 10 kata

Non-clickbait terdiri dari 7 kata

2.Jumlah karakter per kata

Clickbait terdiri dari 4,5 karakter per kata

Non-clickbait 6 karakter perkata

3.62% artikel berjudul clickbait, mengandung 1 dari 40 kata khusus yang berasosiasi dengan clickbait.

Setidaknya dengan mengetahui sedikit ciri judul clickbait ini akan membantu kita mampu mengindari berita clickbait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun