Mohon tunggu...
khafidzah Azmi Hanifah
khafidzah Azmi Hanifah Mohon Tunggu... Administrasi - pelajar

hobi membaca, travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bencana Alam dan Ketentuan Shalatnya

20 Februari 2023   06:54 Diperbarui: 20 Februari 2023   06:57 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tribunnews.com/internasional

Beberapa tahun terakhir ini khususnya Indonesia disambut dengan berbagai bencana alam yang datang bertubi-tubi. Bencana ini mengakibatkan tempat tinggal korban kondisinya rusak dan tidak bisa lagi untuk ditempati. Tentunya kondisi tersebut menyebabkan banyak masalah, salah satunya banyak orang kesulitan untuk shalat karena kondisi tempat yang tidak nyaman sebagaimana semestinya. Alhasil korban diungsikan ke tempat evakuasi atau pengungsian.

Shalat sendiri merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah swt kepada manusia khususnya umat Islam. Ibadah shalat dilakukan oleh seorang muslim sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan setiap hari, terutama ibadah shalat lima waktu. Shalat juga merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki posisi sangat penting dalam struktur Islam.

Perintah untuk shalat wajib lima waktu berlaku semua orang mukallaf. Ada keharusan untuk terus melaksanakan shalat sepanjang hidup, bahkan termasuk orang yang sakit selama ingatannya masih ada. Sangat dimungkinkan bagi orang yang sakit mengalami kesulitan dalam pelaksanaan shalat. Oleh sebab itu, dalam kondisi tertentu syariat Islam memberikan toleransi kepada kita sesuai dengan kondisi masing-masing. Karena begitu pentingnya shalat dalam Islam sehingga dalam keadaan bagaimanapun, seseorang tidak diperkenankan meninggalkan kewajiban shalat meskipun dalam keadaan sakit.

Dalam hal ini, meskipun shalat adalah ibadah wajib yang telah ditentukan waktu, tempat, dan rukun-rukunnya, akan tetapi Allah swt memberikan rukhsah (keringanan) ketika dalam suasana bencana alam.

  • mengenai keringanan shalat saat bencana terkhusus madzhab Syafi’i, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ibadah pada saat bencana alam dapat dilaksanakan di atas prinsip kemudahan. Suatu ibadah tidak bisa berpindah status hukumnya kecuali oleh suatu sebab. Seperti misalnya ada dharurat atau udzur dalam malaksanakan ibadah shalat tersebab bencana alam. Termasuk terbukanya aurat saat shalat, shalatnya orang sakit, shalatnya orang yang tidak mendapati alat untuk bersuci yakni air dan debu, dibolehkannya shalat dengan jama’ karena sebab sakit. Semua udzur tersebut tidak menghalangi dari wajibnya melaksanakan shalat, tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Wallahu A’lam bish Shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun