Mohon tunggu...
khafidzah Azmi Hanifah
khafidzah Azmi Hanifah Mohon Tunggu... Administrasi - pelajar

hobi membaca, travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bersuci Menggunakan Zat yang Kering (Dry Clean), Bagaimana Pandangan Islam?

13 Februari 2023   13:13 Diperbarui: 14 Februari 2023   10:42 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersuci menggunakan Zat yang kering (Dry Clean)

Pendahuluan

Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam kehidupan manusia terutama umat Islam. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal berkembang agama ini. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi Shalallahu alaihi wasallam walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena banyak persoalan agama yang terjadi langsung ditanyakan kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam, maka seketika itu solusi permasalahan bisa langsung teratasi, dengan bersumber pada al-Qur'an dan sunnah.

Sepeninggal Nabi shalallahu alaihi wasallam. Ilmu fiqih ini mulai berkembang  permasalahan demi permasalahan yang muncul dari zaman ke zaman. Dan tidak semua permasalahan terjawab di dalam nash, namun membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istimbat. Salah satu nya polemik baru yang membuat banyak pertanyaan kaum muslimin tentang membersihkan pakaian dengan selain air. Jika pengecualiannya dengan menggunakan debu atau batu yang telah diajarkan Nabi shalallahu alaihi wasalam, sudah banyak ulama yang memaparkan secara jelas. Namun, yang dimaksud selain air yaitu menggunakan uap atau biasa disebut (dry clean).

Awal mula dry clean dikenal dari fakta bahwa sifat kain itu beragam tergantung pada bahan yang dipergunakan. Sebagai contoh, katun dan wool adalah jenis bahan yang sangat mudah mengkerut. Istilah tekstilnya shrinkage-nya tinggi. Jika pakaian ini dicuci dengan air, atau seperti pada umumnya dapat menyebabkan mengecil ukurannya. Lalu bagaimana hukumnya membersihkan najis dengan uap tersebut?

Dari sini penulis tertarik untuk mengkaji. Semoga hadirnya makalah ini bisa bermanfaat dalam memahami hukum baru yang ada.

  • Definisi

Pengertian Dry clean

Secara harfiah dry clean diartikan cuci kering.[1] 

Proses membersihkan pakaian tanpa menggunakan air. Bukan berarti teknik ini benar-benar mencuci dalam keadaan kering. Namun pada proses mencuci pakaian tanpa menggunakan air melainkan menggunakan cairan kimia tertentu. Teknik ini sebenarnya sangat mirip dengan mencuci biasanya. Hanya saja, dry clean menggunakan pelarut cair bukan air dan detergen. Sebagian besar teknik pencucian ini dilakukan dengan pelarut perchloroethylene (pelarut minyak bumi). Pelarut ini mengandung sedikit air atau bahkan tidak sama sakali, dari sinilah dinamakan dry clean.

Biasanya pihak pabrik melabeli kain buatan mereka dengan instruksi pencucian serta pengeringan dengan menggunakan dry clean. Jika hal ini terjadi, berikut tata cara pencucian menggunakan dry clean: Pertama, hendaknya sudah memiliki perlengkapan dry clean meliputi satu botol penghilang noda, lembaran kain cuci kering dan sebuah tas cuci kering. Kedua, gunakan penghilang noda untuk membersihkan nodanya. Ketiga, letakan pakaiannya di dalam tas cuci kering. Keempat, letakkan pakaian tadi didalam mesin pengering, lalu gantungkan.[2]

  • Pengertian thaharah

Secara bahasa thaharah artinya mensucikan, mengangkat, menghilangkan dari kotoran atau najis. Baik zat itu bisa dirasakan oleh panca indra maupun secara makna. Adapun secara istilah, menurut ulama fuqaha:

Madzhab Hanafi, Thaharah adalah membersihkan dari hadats dan khobats.[3]

Madzhab Maliki, Thaharah itu bersuci, sifat hukmiyahnya sebagai syarat seseorang melakukan shalat. Akan mendapat pahala bagi yang melakukannya.

Madzhab Syafi'i, Thaharah atau bersuci secara syar'i memiliki dua makna, salah satunya yaitu perbuatan yang darinya seseorang boleh melakukan shalat. Seperti berwudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis.

Madzhab Hambali, Thaharah secara syar'i artinya mengangkat hadats, menghilangkan najis, atau menghilangkan hukum yang menghalangi seseorang melakukan ibadah.[4]

Hasby ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa thaharah atau bersuci meliputi sebagai berikut:

Membersihkan diri dari kotoran dan najis, menghilangkannya dari badan atau tempat yang terkena dengan alat-alat bersuci.

Membersihkan diri dari hadats kecil dengan wudhu dan dari hadats besar dengan mandi atau tayammum.

Menyikat gigi atau membersihkannya dari segala kotoran-kotorannya.

Membuang segala kotoran-kotoran badan yang memburukkan pendangan, yaitu menggunting rambut, kuku, dan lain-lainnya.

Membersihkan diri (bersuci) dengan bertaubat dari dosa dan kesalahan dari perbuatan keji.[5]

  • Urgensi Thaharah

Adapun urgensi thaharah adalah sebagai berikut:

  • Merupakan syarat sah sholat seorang hamba.

Melaksanakan sholat dalam kondisi suci merupakan bentuk pengagungan Allah. Hadats kecil maupun besar jika najisnya tidak terlihat termasuk kategori najis maknawi, karena menjadikan timbulnya rasa jijik bagi orang yang akan menempatinya. Maka, hal  tersebut bisa merusak nilai pengagungan terhadap Allah, dan menghilangkan hakikat bersuci itu sendiri.

Allah azza wa jalla telah memuji orang-orang yang senantiasa dalam keadaan suci dengan firmanNya dalam surat Al-Baqarah: 222:


"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Kurangnya kehati-hatian terhadap najis menyebabkan seseorang mendapat azab kubur.[6]

Pengertian Najis

Maksud dari najash adalah keadaan najis, kotoran, kenajisan. Secara bahasa yaitu kotor, tidak bersih. Sedangkan secara istilah adalah harus dihindarikan atau disucikan ketika hendak mengerjakan suatu ibadah terhadap pakaian, badan, dan tempat, agar ibadah tersebut menjadi sah dan diterima oleh Allah azza wa jalla. Allah berfirman dalam surat al-Muddatsir :4 dan surat al-Baqarah: 222:

            "Dan bersihkanlah pakaianmu" 

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

  • Macam-Macam Najis

Para fuqaha mengelompokkan najis ke tiga bagian:

Najis mughallazah, artinya najis berat yaitu anjing, babi, segala bagian-bagiannya.

Najis mukhaffafah, artinya najis ringan yaitu air kencingnya bayi yang berumur kurang dari dua tahun dan belum makan atau minum kecuali air susu ibu.

Majis mutawassithah, artinya najis sedang yaitu semua najis yang tidak tergolong mughalazah dan mukhafaffah, antata lain:

Darah (semua yang dikatakan darah), nanah dan sebagainya.

Kotorang atau air kencing manusia atau binatang, atau sesuatu yang keluar dari lambung termasuk muntah.

Bangkai binatang kecuali ikan dan belalang.

Benda cair yang memabukkan. 

Air susu atau air mani, makhluk yang tidak halal dimakan.[7]

  • Takyif Fikih Tentang Dry Clean

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memahami konteks sebuah nash. Pendapat pertama, Jumhur ulama (Syafi'i, Maliki, dan Hambali) bahwa polemik ini tidak dapat menghilangkan najis pada pakaian yang terkena najis. Sebab menghilangkan najis hanya bisa dilakukan dengan air suci mensucikan berlandaskan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasalam:

- - : ( - - ) .

Dari Abu Hurairah r.a, bahwasannya seorang arab baduwi kencing di dalam masjid, para sahabat pun spontan naik pitam akan menghentikannya (mengusirnya), lalu Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda kepada mereka (para sahabat), "Biarkanlah ia dan siramkanlah di atas air kencingnya satu timba air atau seember air, karena sungguh kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesulitan." (Bukhari)

Berlandas dari hadits ini Imam Malik memaparkan di kitabnya al-Mudawwanah molekul air yang dapat menghilangkan najis yaitu air yang molekul sifat, warna, dan aromanya tidak berubah inilah yang dinamakan air suci mensucikan. Adapun imam Syafi'i mengatakan bahwa air yang suci dan mensucikan adalah air yang molekulnya mencapai dua kullah atau 500 ritl Baghdad.[8] Sedangkan imam Ahmad, yang dinamakan air suci dan mensucikan adalah air yang sudah mencapai dua kullah atau lebih dan tidak berubah molekul sifat, warna dan rasanya.[9] 

Kemudian dalil jumhur yang kedua,

( : - - : ).[10]

Dari Asma' binti Abi Bakr r.a dia berkata: telah datang seorang perempuan kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam. Dan berkata: "Bagaimana pendapatmu Ya Rasulullah,  jika salah seorang dari kami darah haidnya mengenai pakaiannya. Apa yang harus dilakukannya?" beliau menjawab: "membersihkannya darah yang mengenai pakaiannya dengan menggosoknya dengan jari, lalu memercikannya dengan air. Kemudian shalat dengan pakaian tersebut." (Muttafaq Alaih).

Jumhur sepakat dalam memaknai kata , keabsahan seseorang menyertakan air untuk menghilangkan najis. Walaupun terdapat beberapa alat yang bisa digunakan untuk bersuci. Seperti debu, batu dan sesuatu yang kering.[11]

Pendapat kedua, madzhab Hanafi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang tidak mensyaratkan air sebagai satu-satunya alat yang dapat menghilangkan najis. Membolehkan seseorang melakukan dengan selainnya seperti, membersihkan dengan tisu. Termasuk pada polemik ini. Berlandaskan dengan hadits yang diriwayatkan dari jalur Bukhari dan Abu Daud, dari ibunda Aisyah r.a berkata:

. :

Salah satu wanita memiliki satu pakaian dimana dia haid. Jika haid mengenai pakaiannya? Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: kalaulah memang seperti itu keriklah dengan kuku.[12]

Kemudian dalil yang kedua,

 " " 

Hadits Nabi shalallahu alaihi wasalam yang dibawa dari Abi Sa'id, hendakanya membersihkan sepatu (alas kaki) jika seseorang ingin memasuki masjid. Apabilah terdapat kotoran bersihkan lah dengan debu (yang suci).[13]

Berlandaskan hadits diatas, menurut pendapat kedua ini imam Abu Hanifah dan imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa menghilangkan najis itu bisa dilakukan dengan apapun yang suci dan menghilangkan najis. Diqiyaskan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasalam memberikan solusi untuk mengerik kain yang terkena darah haid. Menandakan bolehnya menggunakan uap untuk mengangkat sesuatu yang najis di pakaian. Sebab uap masih mengandung kadar air walaupun sedikit.

  • Kesimpulan

Sudah menjadi sesuatu yang ma'ruf  bahwa lmu fiqih selalu berkembang dari zaman ke zaman. Permasalahan yang bermunculan membuat seorang muslim mukalaf mencari sumber yang sesuai dengan syariat. Adanya ilmu takhrij al-furu' dan takyif fiqh membantu mengambil istimbath terhadap suatu permasalahan dan dikaitkan ke dalam ushulnya. Termasuk masalah dry clean, sebagai salah satu media bersuci untuk menghilangkan najis pada pakaian tertentu.

Dapat di ambil kesimpulan sesuai dengan pembahasan diatas, penulis menyimpulkan sependek ilmu yang penulis miliki bahwa dry clean dalam kaca mata Islam masih diperdebatkan oleh para ulama. Jika kita liat prakteknya, masalah bersuci dengan dry clean ini tidak muthlak meninggalkan air 100%, sebab kandungan uap yang menjadi salah satu medianya dibantu dengan senyawa kimia yang bahan dasarnya air. Dengan kata lain penulis lebih condong kepada pendapat madzhab Hanafi yang membolehkan dan mengqiyaskan apapun yang suci dan menghilangkan najis. Wallahu alam bishowab.

  • Referensi

Maktabah Syameelah. Windows 08

Ibnu Bathal. Syarh Shahih Bukhari Li Ibn Bathal. Riyadh: Maktabah Rusyd. 2003.

Jaziri,al-. Ibnu Abdirrahman. Kitab Fiqh Ala Madzahib al-Arba'ah. Beirut: Dar al-Kotob. 2014.

Daud, abu. bin Sulaiman. Sunan Abi Daud no 358. Beirut: Maktabah Isriyah.

D. Khalid bin Ali al-Musyaiqah. Fiqh Nawazil. PDF.

https://id.wikihow.com/Mencuci-Pakaian-%22Dry-Clean%22

Malik kamal. Abu-, bin As-Sayid Salim. Shahih Fiqih Sunnah, alih bahasa oleh Bangun Sarwo Aji Wibowo dan Masrur Huda, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2015) cet. Ke-4

Hasan. Maimunah, Al-Qur'an dan Pengobatan Jiwa. (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001)

Ash-Shiddieqy. Hasby, Al-Islam II, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1987)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun