Mohon tunggu...
Mister Hussein
Mister Hussein Mohon Tunggu... -

Akademisi dan peneliti di bidang bisnis dan manajemen. Mengabdi di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktivis Kampus di Uji (Lagi??)

9 Oktober 2010   08:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh menit yang lalu saya menerima message dari seorang kawan pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia - Dunia mengenai penolakan rekan-rekan PPI Korea atas studi banding yang akan diadakan oleh 15 ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Indonesia. Kunjungan tersebut atas sponsor dari Depdiknas.

Membaca surat penolakan tersebut saya menjadi teringat beberapa waktu yang lalu ketika beberapa anggota DPR berangkat ke Afrika Selatan untuk studi banding masalah Pramuka. Jalan-jalan DPR tersebut menuai reaksi keras di masyarakat. Banyak kalangan menilai studi banding tersebut hanya menghamburkan uang rakyat. Selain itu anggota dewan yang terhormat pun dinilai tidak peka terhadap kondisi rakyat.

Salah satu elemen yang bersuara keras atas kunjungan DPR ke luar negeri tersebut adalah para aktvisi mahasiswa. Sebagai agen pembaharuan, sikap kritis mahasiswa sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat. Karena bagaimana pun mahasiswa adalah generasi muda yang akan membawa perubahan bagii negara ini.

Nah dengan adanya program pemerintah mengirim 15 orang pimpinan/ketua BEM tersebut untuk studi banding ke Korea ini akan menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Sebagai agen perubahan yang akan menjadi pengontrol pemerintah, jika mereka sudah berhasil di buai dengan jalan-jalan gratis walau di bungkus dengan tema studi banding, apakah mereka masih dapat vokal. Apakah mereka masih dapat mengkritisi langkah-langkah penguasa negeri ini. Selain itu, karena mereka didanai dengan duit rakyat, maka para aktivis itu pun juga dianggap tidak peka. Coba kita buat hitungan kasar. Jika untuk kunjungan ke Korsel tersebut per orang menghabiskan dana 50juta. Maka 15 orang ditambah 2-3 orang pendamping akan menghabiskan minimal 500-750 juta. Jika uang sebanyak itu disumbangkan untuk perbaikan sekolaj. Paling tidak 2-3 sekolah berhasil diperbaiki.

Dari informasi seorang kawan mantan aktivis, ternyata "traktiran" macam ini sudah berjalan beberapa kali. Yang menjadi pertanyaan apakah dunia kemahasiswaan kampus sudah mendapat manfaat dari studi banding luar negeri macam ini? Ataukah hanya Ketua BEM saja yang mendapat keuntungan jalan-jalan gratis? Wallahualam.

Akhirnya, saya dan mungkin semua pembaca kompasiana, kompasianer dan seluruh masyarakat Indonesia berharap semoga aktivis mahasiswa yang diharapkan menjadi ujung tombak pembaharuan ini bisa tetap konsisten. Tidak mudah goyah walaupun "kenikmatan" sudah mulai hadir di depan mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun