Mohon tunggu...
husnul khotimah
husnul khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

annyeong!!! saya adalah seorang mahasiswa jurusan pendidikan sosiologi di Universitas Negeri Jakarta. Saya sangat suka dengan hal-hal yang berbau kesenian, seperti menari.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan Mental dalam Perkembangan IPTEK

22 Maret 2023   18:34 Diperbarui: 23 Maret 2023   13:39 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan mental merupakan aspek penting dalam kehidupan. Di Indonesia sendiri masalah kesehatan mental ini malah dikategorikan sebagai hal yang tabu, bukan hal yang diprioritaskan. Padahal faktanya salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan adalah kesehatan mental. Hampir 1 miliar orang hidup dengan gangguan mental, adapun 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penggunaan alkohol yang berbahya, dan setiap 40 detik 1 orang meninggal karena bunuh diri. 

Terdapat 3 (tiga) bagian kelompok dalam teknologi yang hadir saat ini, yaitu teknologi fisik, teknologi biologis dan juga teknologi digital. Dengan adanya kemajuan teknologi digital ini, membuat para penggunanya menjadi mudah untuk mengakses berbagai hal, termasuk dalam hal kesehatan. Perawatan yang biasanya harus dilakukan di rumah sakit ataupun klinik, kini bisa hanya dengan melalui telepon genggam. Sebelumnya untuk bisa konsultasi dengan dokter kita harus datang ke rumah sakit untuk konsultasi secara tatap muka, tapi sekarang cukup menggunakan aplikasi seperti halodoc kita sudah bisa konsultasi dengan dokter secara jarak jauh melalui media handphone.

Bagi kesehatan mental, ada beberapa dampak buruk yang ditimbulkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, dikarenakan sosial media yang berkembang secara cepat sehingga membuat orang berlomba-lomba menjadi yang paling terkenal. Hal tersebut bisa berdampak pada seseorang, mental seseorang bisa menjadi kurang atau tidak kuat, serta merasa rendah diri atas keberhasilan orang lain. Apabila tidak dikontrol, hal-hal yang seperti ini dapat memicu stress dan depresi, serta akibat lainnya yang ditimbulkan adalah cyberbullying atau kejahatan digital. 

Di Indonesia, diketahui jumlah remaja yang menjadi korban cyberbullying setiap harinya yang dilaporkan hampir sebanyak 80 persen remaja mengalami cyberbullying (Safaria, 2016). Pada tahun 2016, korban cyberbullying di Indonesia mencapai 41-50 persen, menurut laporan United Nationalities Children's Fun (UNICEF) (Harususilo dalam Sukmawati & Kumala, 2020).

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesi (KPAI) menyatakan bahwa korban cyberbullying paling rentan terjadi kepada para pelajar di sekolah. KPAI melaporkan pada tanggal 03 Sepetember 2018 pukul 18.00 WIB, bahwa ada 3.096 remaja yang terlibat dalam kasus yang berhubungan dengan dunia maya. Dari jumlah tersebut, terungkap data sebanyak 83 remaja dengan jumlah 32 remaja laki-laki dan sebanyak 51 remaja perempuan yang menjadi korban kasus bullying di media sosial (KPAI dalam Sukmawati & Kumala, 2020). 

Selain itu, karena penggunaan gadget yang berlebihan juga dapat memicu perilaku agresif yang mana ini merupakan bagian dari perilaku antisosial, tindakan agresif ini mencakup beberapa macam seperti melakukan perusakan, perkelahian, pembakaran, vandalis, kabur dari rumah, yang dimana semuanya merupakan sebuah ancaman yang dilakukan secara verbal terhadap orang lain.

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kebijakan terkait kesehatan mental di Indonesia saat ini terbilang mengalami kemajuan meskipun kemajuannya cenderung lambat. Sama halnya seperti yang dialami oleh banyak negara berkembang lainnya, perumusan kebijakan kesehatan mental belum didukung oleh data penunjang yang kuat. 

Upaya penanganan kesehatan mental pada tingkat pelayanan kesehatan primer dan sekunder dapat lebih optimal jika ditemukan data yang berkualitas, karena data yang berkualitas tersebut sangat dibutuhkan untuk merumuskan  kebijakan yang efektif (Ridlo &Zein, 2015). Menilik Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, diketahui terdapat 14 persen keluarga yang melakukan kurungan, dan adapun yang melakukannya dalam 3 bulan terakhir sebanyak 3,51 persen. 

Pada 2017, data WHO menunjukkan bahwa perawat kesehatan mental 2,52, tingkat psikiater 0,31, dan pekerja sosial menilai 0,17 (semua per 100.000 populasi) mengkonfirmasi bahwa sumber daya kesehatan mental di Indonesia masih kurang. Per 100.000 populasi, Disability Adjusted Life Years (DALY) mencapai 2.463,29 dan ditemukan pada tingkat kematian dengan kasus bunuh diri tanpa adanya strategi pencegahan yang mencapai 3,4. 

Berdasarkan prevalensi nasional, orang-orang yang mengalami depresi lebih dari 15 tahun mencapai sekitar 6,1 persen, dan hanya 9 persen dari orang tersbeut yang mendapatkan perawatas dari para profesional (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Oleh karena itu, diperlukannya perhatian khusus terhadap kesehatan mental masyarakat Indonesia dalam peningkatan masalah kesehatan jiwa ini. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan hadirnya teknologi seperti media sosial ini, masyarakat jadi mudah untuk dapat berinteraksi dengan orang lain secara tidak langsung melainkan secara online. Para pengguna media sosial ini dipermudah untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dan membentuk sebuah ikatan secara online dengan orang tersebut. Tak hanya memberikan efek bagi para penggunanya, media sosial ini juga dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental para penggunanya. Dampak tersebut membuat kesehatan mental penggunanya menjadi terganggu, seperti stress, depresi, serta gangguan kecemasan. Untuk mengatasi kecanduan media sosial tersebut diperlukan sebuah cara seperti membatasi penggunaan media sosial, melakukan kegiatan yang positif, menggunakan media sosial secara bijak, mencari informasi tidak dari media sosial, serta bisa juga dengan melepaskan dan menghapus aplikasi media sosial tersebut.

Referensi

Ridlo, I. A. (2020). Pandemi COVID-19 dan Tantangan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia. Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 157. 

Oktariani, M. A. (2022). Pemberian Psikoedukasi Dampak Cyberbullying Terhadap Kesehatan Mental Pada Siswa. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains dan Teknologi, 190. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun