Mohon tunggu...
husnul khatimah
husnul khatimah Mohon Tunggu... Administrasi - Sedang belajar menulis

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rahasia Ayah

31 Desember 2020   10:10 Diperbarui: 31 Desember 2020   10:23 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tepat sebulan sebelum menyelesaikan studi di jenjang SMA ujian hidup menimpa keluarga kami, ayah menderita stroke yang memaksa beliau untuk harus tinggal di Rumah Sakit dalam waktu yang lama bahkan sudah mengajukan pensiun dini. Kondisi ini tentu berdampak pada finansial keluarga sebagai satu-satunya pencari nafkah, yah di masa itu belum lazim bahkan aib jika istri ikut bekerja di luar rumah. Kakakku pada akhirnya lebih memilih untuk bekerja daripada melanjutkan kuliah.

Rupanya waktu itu aku disuruh mengalah untuk tidak ikut kursus karena kakakku ikut kursus komputer untuk persiapan bekerja selepas SMA, untuk membantu ekonomi keluarga, kondisi kesehatan ayah yang mulai menurun, padahal beliau tergolong orang yang sangat menjaga kesehatan dan asupan gizi. Seluruh makanan di rumah berasal dari tanaman halaman rumah kami, ayah hobi bercocok tanam dan beternak.

"Maaf ya nak sepertinya kamu tidak bisa melanjutkan kuliah, adik-adikmu masih sekolah," ucap ibu hati-hati suatu saat sepulangku dari tempat kursus, yah aku memang masih punya dua adik di bangku SMP dan SMA. Aku sedih sekali bagaimana mungkin ayahku yang seorang kepala sekolah tidak bisa membiayai kami.

Sebagai seorang kepala sekolah aku tidak melihat ada barang berharga di rumahku, parabola dan DVD player yang marak saat itu dimiliki setiap rumah di tempat tinggal kami pun kami tak punya, ayah juga berangkat ke sekolah dengan sepeda ontel atau vespa bututnya, yang jikalau ia memakai motor dinas dari kantor kami tidak dibolehkan untuk ikut serta dengan alasan mengantar anak sekolah itu urusan pribadi bukan dinas. Yah beliau memang amanah, sehingga tak jarang saudaraku protes kenapa kami tidak seperti anak kepala sekolah lainnya di masa itu.

                                                                                                                        ***

Di sinilah aku berdiri di depan pusara ayahku yang telah tiada, gundukan tanah yang kini telah rata itu menunjukkan telah lama pula ia bersemayam di bawah sana. Beliau tak bisa mendampingiku di hari wisudaku, bayangan sikap tegas dan nasehatnya berkelebat di kepalaku.

Kusesali semua rasa kesal dan amarahku padanya, ternyata selama ini sikap beliau yang keras dalam mendidik kami terlebih padaku karena beliau ingin kami putri-putrinya tumbuh jadi wanita mandiri dan kuat, mungkin ia mempersiapkan usianya takkan lama untuk mengiringi kami sampai diserahkan kepada lelaki yang kelak membimbing kami dalam bingkai pernikahan dunia akhirat, seperti yang dilakukan ayah lainnya.

Air mata penyesalan tak terbendung tak sempat meminta maaf padanya bahkan tak sempat melihatnya dimasukkan ke dalam liang lahat, karena aku sedang menempuh studi di provinsi berbeda, perjalanan memakan waktu dua hari dengan bus karena tak mampu membayar tiket pesawat.

Ayah yang seorang tulang punggung di keluarganya berperan menyekolahkan adik-adiknya sampai selesai yang baru disampaikan paman, adik ayahku setelah wisuda karena beliau yang menjadi pendamping wisudaku.

Ayah yang baru saja kuketahui dari penuturan sahabat karibnya bahwa ia yang menaggung kehidupan seorang bayi yang ibunya meninggal setelah melahirkannya dan ayahnya ikut meninggalkannya.

Ayah yang ternyata memiliki jabatan fungsional yang terbilang tinggi yang lagi-lagi baru kuketahui dari bapak dekan, selalu menunjukkan sisi kesederhanaannya dan menyembunyikan semua manfaat yang telah diberikannya pada sesama insan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun