Potensi Virtual Reality dalam Kolaborasi Perangkat Lunak
Di era perkembangan teknologi yang semakin pesat, realitas virtual (VR) mulai memasuki ranah kolaborasi perangkat lunak sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan pengalaman tim dalam pengembangan software. Menariknya, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Martin Stancek, Ivan Polasek, Tibor Zalabai, Juraj Vincur, Rodi Jolak, dan Michel Chaudron menunjukkan bahwa meskipun VR belum mampu meningkatkan efisiensi waktu kerja dibandingkan dengan alat tradisional, pengalaman kolaborasi yang lebih imersif menjadi nilai tambah signifikan dalam lingkungan kerja yang terdistribusi. Dalam studi mereka yang diterbitkan di jurnal Information and Software Technology, hasil menunjukkan bahwa tim yang bekerja menggunakan alat berbasis VR merasa lebih puas dan terlibat dalam proses kolaborasi dibandingkan mereka yang bekerja dengan alat non-VR.
Namun, efisiensi waktu belum menjadi keunggulan utama VR. Berdasarkan data dari studi ini, waktu penyelesaian tugas dalam VR berkisar rata-rata 8 menit 54 detik, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan waktu penyelesaian di alat tradisional seperti OctoUML, yang mencatat waktu rata-rata 8 menit 1 detik. Fakta ini memunculkan pertanyaan: Mengapa VR, dengan segala potensinya, belum berhasil menyaingi alat tradisional dalam hal kecepatan? Apakah pengalaman imersif yang ditawarkan VR cukup untuk menggantikan efisiensi waktu yang dihasilkan alat non-VR?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi krusial mengingat semakin banyaknya perusahaan yang kini bergantung pada tim yang bekerja secara remote, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa VR bisa menjadi solusi efektif untuk mengatasi jarak fisik dalam kolaborasi tim terdistribusi, dengan kemampuan VR untuk memberikan rasa kehadiran dalam ruang virtual yang sama. Namun, apakah ini cukup untuk mengubah lanskap pengembangan perangkat lunak di masa depan?
***
Penggunaan realitas virtual (VR) dalam kolaborasi desain perangkat lunak membawa angin segar bagi industri teknologi, terutama dalam konteks tim yang terdistribusi secara global. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martin Stancek et al., terlihat bahwa VR menawarkan beberapa keunggulan yang tidak dapat ditawarkan oleh alat kolaborasi tradisional. Salah satu keunggulan utama yang disebutkan adalah peningkatan kepuasan pengguna dalam bekerja di lingkungan virtual. Sekitar 50% dari partisipan dalam penelitian tersebut menyatakan preferensi mereka untuk menggunakan alat VR dalam skenario kolaborasi nyata, terutama karena fitur imersif yang memungkinkan interaksi lebih alami antara anggota tim, meskipun mereka bekerja dari lokasi yang berbeda.
Fakta ini penting, terutama ketika dikaitkan dengan tren global menuju kerja jarak jauh pasca-pandemi. Menurut data dari sebuah survei oleh Statista pada tahun 2021, sekitar 16% perusahaan di seluruh dunia mengadopsi model kerja sepenuhnya jarak jauh, sementara 62% lainnya menerapkan model kerja hybrid. Situasi ini menjadikan VR sebagai teknologi potensial untuk menciptakan pengalaman kerja yang lebih mendalam dan efisien. Namun, perlu dicatat bahwa tingkat adopsi VR dalam industri teknologi masih relatif rendah, di bawah 10% pada tahun 2022, menurut laporan dari Grand View Research. Ini menunjukkan bahwa teknologi ini masih berada di tahap pengujian oleh perusahaan, dan adopsinya belum meluas.
Penelitian Stancek et al. menyoroti bahwa meskipun waktu penyelesaian tugas dalam VR sedikit lebih lambat dibandingkan dengan alat non-VR, pengalaman kolaborasi yang lebih terlibat menjadi keuntungan utama. Efisiensi kolaborasi bukan hanya soal waktu, tetapi juga tentang kualitas interaksi dan kepuasan tim dalam bekerja. Dalam penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa tim yang bekerja dengan VR mengalami peningkatan dalam keterlibatan dan pemahaman konteks kolaboratif. VR memungkinkan anggota tim untuk "melihat" apa yang sedang dikerjakan oleh rekan-rekan mereka dalam ruang virtual bersama, yang membantu mereka memahami proses desain secara lebih holistik.
Namun, tantangan masih ada. Salah satu kendala utama dalam penggunaan VR untuk desain perangkat lunak adalah antarmuka pengguna. Dalam penelitian ini, para peneliti mencatat bahwa efisiensi VR bisa ditingkatkan dengan pengembangan lebih lanjut pada pengenalan gerakan, kontrol suara, dan integrasi keyboard yang lebih nyaman. Dengan perangkat yang masih bergantung pada teknologi seperti Oculus Quest dan HTC Vive, yang belum sepenuhnya sempurna dalam hal akurasi dan kenyamanan, VR membutuhkan lebih banyak inovasi untuk mencapai tingkat efisiensi yang setara atau lebih baik dibandingkan dengan alat-alat tradisional.
Meskipun demikian, potensi VR dalam mengatasi jarak geografis dan menciptakan lingkungan kerja kolaboratif yang lebih terintegrasi tidak dapat diabaikan. Peningkatan signifikan dalam aspek kepuasan kerja dan pengalaman kolaboratif ini menunjukkan bahwa VR tidak hanya menjadi alat alternatif, tetapi juga dapat menjadi alat utama dalam beberapa skenario, terutama dalam pengembangan perangkat lunak yang kompleks dan membutuhkan interaksi intensif antar anggota tim.
***
Secara keseluruhan, penelitian yang dilakukan oleh Stancek dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa meskipun VR belum sepenuhnya mampu menggeser alat tradisional dalam hal efisiensi waktu, teknologi ini menawarkan manfaat signifikan dalam meningkatkan pengalaman kolaborasi, terutama di lingkungan kerja terdistribusi. Dengan rata-rata waktu penyelesaian tugas 8 menit 54 detik di VR, sedikit lebih lambat dibandingkan 8 menit 1 detik di alat tradisional, jelas ada ruang untuk peningkatan dari segi efisiensi. Namun, peningkatan dalam kepuasan kerja dan keterlibatan yang ditunjukkan oleh lebih dari 50% partisipan memberikan harapan bagi masa depan VR dalam pengembangan perangkat lunak.
Ke depan, peningkatan antarmuka pengguna dan integrasi fitur seperti pengenalan gerakan serta kontrol suara bisa menjadi kunci keberhasilan adopsi VR di industri. Seiring dengan terus berkembangnya teknologi VR dan meningkatnya kebutuhan kolaborasi jarak jauh, VR berpotensi menjadi alat penting dalam lanskap pengembangan perangkat lunak modern. Meski saat ini angka adopsi VR di industri teknologi masih rendah, potensi jangka panjangnya dalam menciptakan ruang kolaborasi yang lebih interaktif dan imersif tampaknya sangat menjanjikan.
Referensi
Stancek, M., Polasek, I., Zalabai, T., Vincur, J., Jolak, R., & Chaudron, M. (2024). Collaborative software design and modeling in virtual reality. Information and Software Technology, 166, 107369. https://doi.org/10.1016/j.infsof.2023.107369
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H