Mohon tunggu...
Husnul Khotimah
Husnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UM'20

Banyuwangi-Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pesantren Kilat: Upaya Pembentukan Moral dalam Pendidikan non-formal di Era Pandemi

7 Juni 2021   22:27 Diperbarui: 8 Juni 2021   06:51 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Boston.com dari Pinterest

BANYUWANGI-Sudah setahun lebih sejak kasus pertama Covid-19 tercatat di Indonesia. Namun, hingga kini masih belum dapat diprediksi dengan pasti kapan pandemi virus corona ini akan berakhir. Bahkan, kasus positif yang sempat menurun beberapa waktu lalu pun, kini kembali meningkat terutama pasca libur lebaran. Segala kebijakan dan peraturan telah ditetapkan guna menurunkan angka penderita Covid-19 dan mempersempit klaster penyebarannya. Mulai dari penerapan protokol kesehatan, menjaga jarak dan mengurangi kontak dengan orang lain, work from home hingga study from home. Hal ini membuktikan bahwa pandemi benar-benar mengubah dunia secara global dalam berbagai aspeknya. Tidak hanya aspek kesehatan, melainkan juga aspek ekonomi, sosial, hingga pendidikan.

Jika membicarakan aspek pendidikan yang terdampak pandemi, pasti sudah banyak dari kita yang tak asing lagi dengan kebijakan pembelajaran daring. Tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataannya pembelajaran daring belum efektif bagi sebagian pihak. Mulai dari kondisi perekonomian yang kurang stabil sehingga tidak setiap siswa/peserta didik memiliki smartphone atau mampu membeli paket internet, wilayah terpencil yang menjadikan siswa berkutat dengan permasalahan jaringan, dan sebagainya.

Pendidikan formal memang kebanyakan masih menerapkan kebijakan pembelajaran daring, tapi pernahkah anda bertanya-tanya atau penasaran bagaimana dengan pembelajaran yang bersifat non-formal, misalnya pembelajaran di Taman Pendidikan Qur'an?

Saya pribadi merasa beruntung karena tinggal di lingkungan yang cukup agamis, di mana masyarakatnya menyeimbangkan antara pendidikan formal dengan pembelajaran agama. Ramadhan tahun ini sangat berkesan karena saya diberi kesempatan untuk turut berkontribusi acara Pondok Kilat para santri pasca wisuda di Taman Pendidikan Qur'an (TPQ) Baitussalam yang letaknya tidak jauh dari rumah saya. Tepatnya berada di Dusun Sumberkepuh, Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, Jawa Timur. Lembaga ini telah berhasil meluluskan wisudawan/wisudawati sebanyak 14 angkatan. Berada di sana membuat saya sedikit bernostalgia, mengingat masa-masa yang pernah saya habiskan selama masih menjadi santriwati di sana. Namun, hal itu kemudian digantikan oleh kekaguman saya yang tiada henti-hentinya melihat anak-anak dengan usia belia itu sudah mengetahui banyak hal tentang agama dan Al-Qur'an.

Foto: Dokumentasi pribadi
Foto: Dokumentasi pribadi
Meski tidak turut berkontribusi dalam pendanaan, karena hal tersebut sudah di-handle oleh para asatidzh, saya bersyukur dipercaya untuk mengisi sebagian kegiatan yang ada. Tentu dengan senang hati saya menjalankan amanah tersebut. Senang rasanya dapat melihat mereka tertarik mendengarkan serta menanggapi apa yang saya sampaikan dari awal bercerita tentang kisah sahabat Nabi hingga kuis kilat yang saya ajukan. Antusiasme mereka begitu tulus. Rasa syukur juga nampak tercermin dari masing-masing anak.

Foto: Dokumentasi pribadi
Foto: Dokumentasi pribadi
Seusai menikmati menu buka bersama masing-masing, mereka dengan segera menunaikan shalat berjamaah. Sebagai bentuk apresiasi, saya memberikan hadiah kepada beberapa anak dengan nilai tertinggi dalam kuis. Anak-anak lain juga mendapatkan hadiah kecil secara merata. Memang jika dinominalkan, bukan suatu jumlah yang besar. Namun, melihat mereka tersenyum bahagia dan berterima kasih, sungguh membuat saya bahagia. Terlebih saat mereka bahkan mendoakan hal-hal baik untuk saya, menjadikan saya sangat bersyukur dan berterima kasih.

Foto: Dokumentasi pribadi
Foto: Dokumentasi pribadi
Rangkaian kegiatan kemudian ditutup dengan bersalaman kepada para Ustadzah. Saya sengaja menepi karena memang bukan bagian dari asatidzh. Namun yang membuat saya semakin terharu, bahagia dan bersyukur untuk kesekian kalinya adalah ada beberapa anak yang menghampiri saya kemudian mencium tangan saya. Membuat saya semakin sadar, bahwa kebahagiaan memang tak selalu diukur dari materi. Sebatas apresiasi kecil nyatanya cukup. Rasa syukur adalah kuncinya. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa situasi pandemi saat ini memiliki banyak hikmah di baliknya. Salah satunya yakni mengajarkan kita mengenai arti penting berbagi kebaikan dan kebahagiaan. Sebatas mengeluh tidak akan merubah keadaan apapun. Lebih baik memfokuskan diri terhadap  kontribusi apa yang dapat diberikan untuk menghadirkan keadaan yang lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun