Mohon tunggu...
Husnul Khatimah
Husnul Khatimah Mohon Tunggu... Guru - inclusive enthusiast

pegiat dan praktisi pendidikan inklusif dan penanganan anak spesial

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Detik yang Membeku di Lampu Merah

13 September 2024   13:12 Diperbarui: 13 September 2024   15:39 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, seperti pagi lainnya, saya mengendarai mobil menuju tempat kerja. Jalanan padat, cuaca cerah, dan udara dingin pagi masih menyelimuti suasana. Sampai di persimpangan lampu merah, saya berniat belok ke kiri. Rambu yang bertuliskan "belok kiri jalan terus" seakan memberi isyarat agar perjalanan pagi ini berjalan lancar.

Namun, sesuatu terjadi.

Mobil di depan saya berhenti, menghalangi saya yang juga ingin belok kiri. Saya menunggu, tapi ruang yang saya perlukan tidak diberikan. Lalu, tiba-tiba, klakson keras membelah udara pagi. Sebuah bus besar melaju dengan kencang dari kiri, klaksonnya meraung panjang. Saya terkejut, kaki saya menginjak pedal gas secara refleks. Dalam hitungan detik, mobil saya meluncur dan menabrak seorang pengendara motor di depan.

Saya hanya bisa menyaksikan dalam diam, tubuh pengendara motor itu terpelanting ke aspal. Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana ia mencoba bangkit, namun gagal untuk berdiri tegak. Orang-orang segera menolongnya, mengangkat tubuhnya, sementara saya masih terpaku di tempat. Hanya kata istigfar yang berulang-ulang saya gumamkan, berharap dalam hati agar dia baik-baik saja.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, saya sadari kaki saya masih menekan pedal gas. Raungan mesin mobil terdengar keras di telinga saya. Saya tarik napas dalam-dalam, dan perlahan melepas pedal gas serta kopling. Mesin mobil berhenti meraung, tapi hati saya masih gemuruh.

Dengan tangan gemetar, saya menurunkan kaca jendela dan memanggil pengendara motor itu, "Dik, ayo kita menepi. Saya belok dulu ya."

Saya berusaha tenang sambil membelokkan mobil ke kiri. Fikiran saya hanya fokus pada pengendara motor yang saya tabrak. Saya terus menata fikiran dan berdoa, berharap dia tidak terluka. Setelah menepi, saya keluar dari mobil dan berjalan ke arahnya, mengabaikan pandangan orang-orang di sekitar. Di pangkalan ojek dekat lampu merah, saya meminta izin kepada tukang ojek untuk memanggil adik itu.

Saya melihat dia sudah bisa berdiri, memeriksa motornya dan barang-barang bawaannya. Saya mendekat dengan hati yang penuh rasa bersalah dan berkata, "Dik, maafkan saya ya. Kamu terluka?"

Dia menoleh dan menjawab dengan senyuman kecil yang menenangkan hati saya, "Alhamdulillah, saya tidak terluka, Kak."

Saya lega, tetapi saya merasa perlu memastikan lebih jauh. "Motormu bagaimana?" tanya saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun