Bahasa inklusif juga mengajarkan kepada semua siswa bahwa keberagaman adalah hal yang harus dihormati dan diterima. Ini mendorong empati, mengurangi prasangka, dan membantu membangun lingkungan sekolah yang lebih positif dan suportif. Penggunaan bahasa yang menghormati dapat membantu menciptakan budaya di mana semua siswa merasa diterima dan didorong untuk mencapai potensi penuh mereka.
Memperbarui Materi Pembelajaran
Sudah saatnya penyedia buku pelajaran dan penerbit di Indonesia melakukan refleksi dan revisi besar-besaran terhadap materi yang mereka terbitkan. Bahasa yang tidak inklusif seperti "cacat" harus dihapus dari buku pelajaran dan digantikan dengan istilah yang lebih empatik dan menghormati martabat semua individu. Penerbit perlu melibatkan para ahli pendidikan inklusif dan praktisi yang peka terhadap isu-isu ini dalam proses penyusunan dan peninjauan ulang konten.
Pemerintah juga memiliki peran penting. Sebagai pengawas dan penentu kebijakan pendidikan nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memastikan bahwa semua materi pembelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif. Pedoman dan aturan yang jelas harus diterbitkan untuk mendorong dan mewajibkan penggunaan bahasa yang inklusif di semua materi pendidikan.
Selain itu, sekolah dan guru juga harus lebih kritis terhadap materi pembelajaran yang mereka gunakan. Mereka memiliki kekuatan untuk memilih dan menilai apakah buku pelajaran yang digunakan sudah sesuai dengan semangat inklusif yang ingin dicapai. Guru juga harus diberi pelatihan yang tepat agar mampu mengajarkan konsep inklusivitas ini dengan baik.
Membangun Pendidikan yang Lebih Inklusif Melalui Bahasa
Bahasa adalah cerminan dari sikap dan nilai-nilai kita. Ketika kita masih menggunakan istilah yang merendahkan dan tidak inklusif, kita mengirimkan pesan yang salah kepada generasi muda kita. Pendidikan yang adil dan inklusif dimulai dari hal-hal sederhana, seperti penggunaan kata-kata yang menghormati dan memberdayakan semua individu.
Kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap kata yang digunakan dalam pendidikan mencerminkan penghormatan dan pengakuan terhadap martabat setiap anak. Mari kita tinggalkan istilah seperti "cacat" di masa lalu, dan bersama-sama menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan empatik bagi semua anak. Sudah waktunya kita bergerak menuju masa depan yang lebih baik, di mana setiap anak merasa diterima, dihargai, dan didorong untuk menjadi yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H