Seiring waktu gebrakan hebat dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia terhadapa para pencuri ikan secara illegal. Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada cabinet kerja 2014-2019, melalui Satuan Tugas 115 yang dibentuknya mampu mengejutkan dunia dengan menangkap dan  menenggelamkan kapal ikan asing yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia pada umumnya dan LCS pada khususnya. Beberapa negara yang kapal ikan nelayannya ditangkap dan dibakar serta ditenggelamkan ada yang keberatan. Menteri Susi terus maju dan pantang mundur karena apa yang lakukannya sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang  No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, tepatnya pasal 69 ayat 4 berbunyi,"Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan asing yang berbendera berdasarkan bukti permulaan yang cukup".
Mewaspadai Konflik Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan (LCS) merupakan wilayah perairan yang membentang luas mulai dari Selat Malaka sampai Selat Taiwan dengan luas 3,5 juta kilometer pesegi. Secara geografis, LCS merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis yang sangat penting sebagai Jalur Pelayaran Perdagangan  (Sea Lane of Trade/SLOT) dan Jalur Perhubungan Internasional (Sea Lane of Comunication/SLOC) yang dapat menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Bagi negara yang berada di wilayah LCS sangat memahami dan mengerti bahwa di LCS banyak terkandung mutiara kehidupan. Mutiara ini berupa sumber daya alam yang berlimpah ruah yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan kemajuan suatu negara. Kekayaan sumber daya alam tersebut berupa mimyak bumi gas alam dan perikanan. Gas alam yang tersedia tidak tanggung-tanggung banyaknya sesuai yang dinyatakan oleh United States Energy Information Administration : " The South China Sea contains approximately 11 billion barrels of oil and 190 trillioncubic feet of natural gas in proved and probable reserves. Conventional hydrocarbons mostly reside in undisputed territory".
Wajar saja LCS semakin seksi dengan sumber daya alam yang tersedia. Ada beberapa negara pantai yang mengelilingi LCS yaitu Indonesia, Malaysia, Fhilipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, Taiwan dan Cina. Pada saat ini terdapat beberapa negara yang rawan sengketa dan terjadi konflik di wilayah LCS yaitu  Cina, Taiwan, Fhilipina, Brunei Darussalam, Malaysia dan Vietnam.  LCS merupakan  wilayah rawan konflik sedari dulu hingga kini bahkan masa yang akan datang. Konflik yang sangat mengemuka dan menjadi perbincangan hangat dunia internasional adalah perebutan Kepulauan Spartly dan Kepulauan Paracel.
Ada tiga alasan utama negara-negara yang terlibat dalam konflik LCS dan saling berkepentingan memperebutkan wilayah kawasan laut dan daratan dua gugusan kepulauan Paracel dan Spartly, yaitu; pertama,wilayah laut dan gugusan kepulauan di LCS mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar, meliputi minyak dan gas bumi serta kekayaan laut lainnya.
Kedua, wilayah perairaan LCS merupakan wilayah perairan yang menjadi jalur pelintasan aktivitas pelayaran kapal-kapal internasional, terutama jalur perdagangan  lintas laut yang menghubungkan jalur perdagangan  Eropa, Amerika dan Asia. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Asia, membuat negara-negara seperti Cina dan negara-negara di kawasan LCS bahkan termasuk Amerika Serikat sangat berkeinginan menguasai control dan pengaruh atas wilayah LCS yang dinilai strategis dan membawa manfaat ekonomis yang sangat besar bagi suatu negara.(Gerald Theodorus L. Toruan , 2020).
Adegan konflik yang pernah terjadi antara Cina dan Filipina saat memperebutkan pulau Scarborough Shoal yang terletak di LCS. Pada tahun 1997 kapal angkatan laut Filipina mencegah kapal Cina yang mendekati pulau ini.  Pulau ini tidak ada penghuni dan dikenal sebagai Pulau Hiangyan di Cina. Ketegangan memuncak saat Angkatan Laut Filipina menangkap nelayan Cina yang melanggar batas wilayah. Cina bereaksi keras kemudian memerintahkan Kapal perang Angkatan Laut Cina untuk  menghadang  kapal perang Filipina yang akan mengiring nelayan Cina. (Desy Kartika Sari, L/Y.,2019)
Ketegangan di LCS meningkat pada awal Mei 2014,  saat kilang minyak Tiongkok His Yang Shi You 981 (HYSY 981) memulai operasi pengeboran minyak di wilayah Zonz Ekonomi Eklusif (ZEE) dan Landas Kontinen Vietnam. Padahal sebelumnya Cina membuat kaget semua negara yang berada diwilayah LCS dengan mengeluarkan pernyataan mengenai nine dash line yang berarti  bahwa kedaulatan yang tidak terbantahkan atas pulau-pulau di LCS dan perairan yang berdekatan, dan memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan tersebut beserta laut dan tanah dibawahnya. (Laksmi, L.G.,2022).
Indonesia tidak termasuk negara yang terlibat konflik di pusaran LCS. Terhadap LCS, Cina membuat klaim sepihak dengan sembilan garis putus-putus atau nine dash line hingga menjangkau ke Laut Natuna. Klaim Cina atas seluruh wilayah perairan LCS turut mengancam kedaulatan dan kepentingan Indonesia di wilayah perairan Natuna.Â
Konflik Cina dan Indonesia belum pernah terjadi namun dalam rentang waktu tahun 2005 hingga 2016 beberapa kali kapal nelayan Cina memasuki wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara (LNU). Kapa-kapal nelayan ini melakukan penangkapan ikan secara illegal di wilayah kedaulan laut Indonesia.Â