Konstituen Golkar yang agamis (sebagian besar Islam abangan) juga sangat terpengaruh dengan gerakan #2019GantiPresiden, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama melalui ijtima nya dan isu lainnya tentang pro nya PS-SU terhadap umat muslim yang berbanding terbalik dengan isu Jokowi yang kurang bersahabat dengan umat muslim melalui kebijakannya.
Kemanakah Arah Dukungan Tokoh-tokoh Senior Golkar?
ARB tidak akan pernah melupakan kenangan saat berjuang membela PS saat Pilpres 2014 dulu, dan hilangnya eksistensi politik ARB saat Jokowi berkuasa, akibat "politik pecah-belah" di tubuh Golkar. Momentum ini kembali hadir bagi ARB pada pilpres kali ini sehingga stasiun televisi TV One menunjukkan dengan jelas ke arah mana kiblat dukungan ARB saat ini.
JK yang sebelumnya menolak menjadi ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) KIK, kini bersedia menjadi ketua dewan penasehat, berada "hanya" di posisi ketua dewan Penasehat sudah memberikan signal bahwa JK bisa kemana saja arah politiknya.Â
JK menjadi faktor kunci karena ketika Jokowi mengambil cuti saat kampanye maka JK lah yang menjadi sang maestro di Republik ini, karena menjadi pemimpin tertinggi, sementara Jokowi cuti, tentu saja dapat memberikan pengaruh dalam mengkonsolidasikan pemerintahan. Di sudut yang lain, orang-orang terdekat JK bermain dalam perahu PS-SU, sudah jelas gambarannya bukan.
LBP tetap diposisikan Jokowi seperti 2014 dulu, namun LBP juga menjadi faktor utama yang menjadi permainan isu tentang pelemahan kebijakan umat muslim di Indonesia, ditambah lagi banyak internal orang istana atau tim utama Jokowi yang kurang menyukai langkah-langkah yang dilakukan LBP dan tim ahlinya. LBP bagi Golkar saat ini tidak bisa memberikan efek positif bagi bergainning posisi kelak di pemerintahan dan bahkan melemahkan dalam suara pileg akibat isu-isu yang digaungkan kelompok muslim tertentu.
Golkar sekarang kehilangan sosok sentral, memang Golkar merupakan partai kader yang sangat kompetitif, tidak bergantung dari tokoh tertentu namun dalam politik tetap harus ada sosok sentral yang menjadi panutan sekaligus cantolan untuk bisa mengupgrade Golkar. Golkar kehilangan sosok sekaliber Akbar Tanjung atau ARB yang mampu melecut setiap kader untuk termotivasi dan mampu keluar dari keterpurukan. Tokoh sekelas Fadel Muhammad pun menyatakan Golkar pecah dalam Pilpres kali ini.
Airlangga Hartarto (AH) belum terlihat aura dan gerakan mercusuarnya yang bisa membuat semua mata memandangnya dengan kagum. Â Jokowi harus dapat memposisikan Golkar sebagai partai penting yang harus di "selamatkan" serta diuntungkan dalam Pilpres, kalau pun agak sulit untuk hal tersebut karena membesarkan Golkar sama saja menenggelamkan PDIP maka paling tidak, memposisikan AH bukan hanya sebagai menteri yang membantu tugas Presiden, akan tetapi lebih sebagai ketua umum partai yang memiliki kader kapabel, serta melibatkan secara konkret tokoh-tokoh Golkar lainnya sebagai faktor kunci bagi kemenangannya, agar kader Golkar melihat dengan jelas bagaimana penghargaan nyata yang diberikan Jokowi bagi beringin.
Terlepas dari itu semua, kader Golkar banyak berucap, berjuanglah untuk pileg, menangkan pileg dan kuasai Senayan tanpa ada kalimat jelas tentang Pilpres. "Jokowi-KHMA ini semua tergantung anda untuk menentukan kemana arah Golkar"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H