"Guru dahulu mengajarkan pembelajaran bahasa dan sastra dengan mencatat materi di papan tulis, lalu menjelaskan secara lisan materi tersebut sampai semua peserta didik paham." Pernyataan tersebut mewakili kondisi pembelajaran bahasa dan sastra sebelum pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lantas, bagaimana pembelajaran bahasa dan sastra hari ini? Seorang guru tanpa perlu lagi menghabiskan waktu lama mencatat materi sepapan tulis penuh. Tidak lagi bergantung pada buku teks untuk memahamkan materi. Tidak lagi membagi kertas berlembar-lembar saat ulangan. Tidak perlu juga menjelaskan panjang lebar hingga mulut berbusa. Hanya dengan sekali klik, sekarang guru dapat menyampaikan pembelajaran bahasa dan sastra dengan sangat mudah. Kemajuan teknologi telah menawarkan segala kemudahan bagi guru, terlebih untuk peserta didik. Akan tetapi, di balik segala kemudahan tersebut terdapat problematika yang masih perlu diselesaikan. Kemajuan teknologi membantu proses pembelajaran ataukah justru menjadi sebuah polemik. Hal ini perlu diperhatikan demi tercapainya tujuan pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa dan sastra.
Pembelajaran bahasa dan sastra menjadi bagian penting dalam ranah pendidikan. Pembelajaran bahasa merupakan  proses belajar dengan melibatkan empat ranah keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Sedangkan pembelajaran sastra membelajarkan kepekaan untuk kreatif menciptakan dan menilai karya sastra. Pembelajaran bahasa ataupun pembelajaran sastra mempunyai tujuan sama yakni meningkatkan kemampuan peserta didik dalam segi kognitif, afektif, dan segi psikomotor. Pembelajaran dikatakan efektif jika semua materi dapat diserap secara efisien oleh peserta didik. Diperlukan bimbingan dan arahan guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai maksimal (Wahyuni & Herlinda, 2021). Bagaimana jika peran seorang guru tergantikan oleh adanya teknologi serba digital hasil dari perkembangan teknologi? Bukan tidak mungkin keberadaan guru akan tergantikan oleh teknologi secara keseluruhan. Jika tidak ingin hal ini terjadi, maka seorang guru dituntut dan ditantang beradaptasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai media pembelajaran.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju membawa era baru yang disebut era society 5.0. Pada era ini, semua manusia dijadikan pusat (human centered) serta menggunakan teknologi sebagai landasan (technology based). Manusia dihadapkan pada dunia otomatisasi dan kecerdasan teknologi untuk mengatasi segala permasalahan, termasuk dalam dunia pendidikan (Rahmawan & Effendi, 2022). Selain itu, era ini memungkinkan untuk menghubungkan ruang siber (cyber space) berpadu dengan ruang fisik (physical space). Tujuan dari konsep ini agar segala tantangan sosial dapat mudah dihadapi. Tentunya kemunculan internet sebagai jaringan elektronik global berperan besar terhadap lahirnya era society 5.0. Jaringan tersebut membuat keterjangkauan informasi terbuka luas dan memudahkan terhubung ke segala akses. Seiring perkembangan internet besar-besaran, lahirlah berbagai aplikasi online yang dianggap dapat memudahkan segala kebutuhan. Platform media sosial pun bermunculan, seperti Whatsapp, Instagram, Tiktok, dan masih banyak lainnya. Terbaru, adanya teknologi berupa Artificial Intelligence (AI).
Tantangan demi tantangan muncul sebagai akibat kemajuan teknologi digital. Tidak semua guru melek teknologi, belum meratanya fasilitas internet dan teknologi, serta penurunan nilai-nilai etika karena berkurangnya porsi pembelajaran tatap muka. Di tengah kondisi tersebut, pembelajaran bahasa, termasuk sastra di dalamnya harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital dengan jaringan internet, khususnya terkait media dan bahan pembelajaran. Guru harus menjadikan "mereka" sebagai mitra belajar, secara aktif mengejar ketertinggalan teknologi yang mengglobal agar tidak gagap teknologi, sebab guru saat ini menghadapi peserta didik yang sulit melepaskan aktivitasnya dengan perangkat komputer beserta program dan aplikasi di dalamnya.
Tantangan besarpun muncul seperti kemudahan dalam pemanfaatan AI untuk mengerjakan tugas. Misalnya menulis teks deskripsi, AI dengan sangat mudah akan memenuhi instruksi penggunanya. Begitupun dengan tugas-tugas bahasa dan sastra lainnya yang mampu terbaca AI dapat dijalankan sesuai keinginan. Keterbukaan akses jejaring sosial dalam jaringan internet juga dapat berdampak buruk bagi nilai-nilai karakter peserta didik. Di sinilah peran guru tidak dapat tergantikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi harus digunakan secara bijak oleh kedua belah pihak, yakni peserta didik dan guru. Kemajuan teknologi dapat berdampak besar terhadap proses pembelajaran bahasa dan sastra jika dimanfaatkan secara tepat guna. Misalnya penggunaan Google Classroom yang dapat digunakan sebagai pembelajaran online, selain hemat kertas, juga memudahkan proses pembelajaran tanpa harus bertemu secara tatap muka (Launde, 2021). Peserta didik sekarang tidak lepas dari penggunaan media sosial sehingga pemanfaatan media sosial efektif  dilakukan dalam membantu tercapainya pembelajaran (Kamhar & Lestari, 2019). Bahkan guru yang memakai jejaring sosial sebagai sarana belajar dapat menjadikan peserta didik lebih terampil dibanding hanya memakai bukut teks (Yusuf & Prayudani, 2020). Keunggulan media pembelajaran dengan memanfaatkan jejaring sosial terletak pada berbagi informasi secara cepat dan interaksi yang luas (Selwyn dalam Kamhar & Lestari, 2019).
Kehadiran AI juga berdampak signifikan bagi perkembangan pendidikan. AI merupakan kemampuan komputer digital yang dikendalikan oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas yang umumnya berkaitan dengan makhluk cerdas (Akgun & Greenhow, 2022). AI dapat memberikan pengalaman imersif dan transformasi digital berupa kecerdasan buatan (Artificial Intellegence). AI pada awalnya berbentuk komputer dan teknologi yang berhubungan dengan komputer, kemudian bertransisi ke sistem pendidikan cerdas berbasis web dan online, dan pada akhirnya dengan penggunaan sistem komputer yang tertanam, bersama dengan teknologi lainnya, penggunaan robot humanoid dan chatbot berbasis web untuk menjalankan tugas dan fungsi instruktur secara mandiri atau bersama instruktur. AI menciptakan dunia virtual di dunia maya yang memungkinkan kecerdasan seperti manusia pada agen virtual (Huynh-The dkk., 2023). Teknologi dapat memberikan pembelajaran cerdas untuk meningkatkan pengalaman belajar (Qureshi dkk., 2021). AI punya berbagai aplikasi pendidikan seperti platform pembelajaran yang dipersonalisasi untuk mendorong pembelajaran peserta didik di ruang kelas dengan kemampuan beragam. Terdapat sistem penilaian otomatis untuk membantu guru mengurangi beban kerja berlebihan, serta ada sistem pengenalan wajah untuk mengawasi perilaku siswa. Dapat dikatakan sistem AI mampu meningkatkan kapasitas sistem pendidikan, khususnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra. Dengan menggunakan teknologi ini, instruktur dapat melakukan berbagai fungsi administratif, seperti meninjau dan menilai tugas siswa secara lebih efektif dan efisien, dan mencapai kualitas yang lebih tinggi (Chen dkk., 2020). Lebih lanjut, terdapat kecerdasan buatan dalam pendidikan (AIEd) yang membuka peluang dalam praktik pendidikan, yakni untuk mengatasi masalah pembelajaran, untuk mempresentasikan pembelajaran, dan untuk kolaborasi mendukung belajar.
Kehadiran gawai, laptop, jaringan internet, serta berbagai perangkat lain bukan sekadar penunjang, bahkan dapat menjadi bahan pembelajaran utama. Beragam media dan aplikasi dalam jaringan internet menawarkan beragam jenis fitur yang penggunaannya dapat disesuai dengan tujuan pembelajaran. Perlu dilakukan penyediaan jaringan internet secara terlokalisasi sehingga para peserta didik dapat mengakses dalam area belajar tanpa adanya diskriminasi sistemik bagi peserta didik dari kelompok yang sebagian besar kurang beruntung dan terpinggirkan. Guru juga punya tanggung jawab menangani kelemahan etika sosial akibat penggunaan kemajuan teknologi dengan mendidik serta memahamkan peserta didik ke ranah positif. Dengan demikian, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi problematika bagi proses pembelajaran, tetapi justru memudahkan proses pembelajaran.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, kekuatan internet, aplikasi, dan AI tidak dapat dipungkiri memang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran bahasa dan sastra. Bahasa sebagai media komunikasi mengedepankan tumbuhnya sikap kritis, kreatif, inovatif, kolaboratif bagi peserta didik, begitu juga sastra. Oleh karena itu, dalam mengajarkan pembelajaran bahasa dan sastra, guru harus mengikuti tren gaya pendidikan kontemporer. Pembelajaran kekinian yang bersifat kolaboratif dan dipersonalisasi, yang disebut sebagai dukungan cerdas untuk pembelajaran kolaboratif merupakan salah satu teknologi pertama yang diimplementasikan oleh AI (Zanetti dkk., 2020). Tetapi hasil pendidikan yang baik biasanya tidak terjadi hanya dengan menggunakan teknologi komputasi AI yang canggih (Ouyang & Jiao, 2021). Artinya, peran guru dalam pembelajaran bahasa dan sastra dibutuhkan sebagai fasilitator dalam pemakaian teknologi secara positif. Meskipun peserta didik sangat akrab dengan teknologi informasi berbasis digital, termasuk dalam mengakses sumber-sumber belajar sendiri. Peran seorang guru tidak dapat tergantikan oleh perkembangan teknologi manapun. Selain sebagai fasilitator, guru juga seorang motivator bagi peserta didiknya. Menghadapi era society 5.0 yang ada di depan mata, guru memotivasi semangat kepada peserta didik untuk terus maju dan berkembang, baik secara kecerdasan intelektual, emosional, maupun spiritual, yang hal itu tidak mampu dilakukan kecanggihan teknologi dalam bentuk apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Akgun, S., & Greenhow, C. (2022). Artificial intelligence in education: Addressing ethical challenges in K-12 settings. AI and Ethics, 2(3), 431--440. https://doi.org/10.1007/s43681-021-00096-7
Chen, L., Chen, P., & Lin, Z. (2020). Artificial Intelligence in Education: A Review. IEEE Access, 8, 75264--75278. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2020.2988510