Dimana semua tuntutan kehidupan tercapai, dan kematangan secara keseluruhan telah dicapai, energi-energi yang hebat telah ditamankan dalam kegiatan-kegiatan persiapan pada setengah masa fase pertama. Tapi pada saat usia 40 tahun persiapan selesai tatangan-tantangan kehidupan telah dialami. Walaupun orang masih mempunyai energi yang hebat kan tetapi sekarang pada masa ini tidak mempunyai arah tujuan. Oleh karena itu energi harus ditanamkan kembali kesegi kehidupan yang berbeda.
Pada masa setengah bagian pertama kehidupan berpusat pada dunia luar (ekstravers), berubah menjadi berorientasi pada kehidupan batin yang subjektif pada dulu diabaikan dan ditekan oleh kesadaran. Perhatian-perhatian beralih menjadi religius, filosofis, dan intuitif. Tekanan yang berat sebelah pada kesadaran sudah saatnya untuk diseimbangkan dengan ketidaksadaran agar tercapai dengan apa yang disebut oleh Jung sebagai realisasi diri atau “Terinduviduasi”.
Setelah kita mengetahui pandangan Jung tentang kepribadian, maka kita dapat menyimpulkan apa yang disebut manusia yang berkepribadian sehat yang dalam bahasa Jung disebut dengan manusia yang terindividuasi, ada beberapa syarat dan ciri tercapainya individuasi dalam kepribadian, beberapa syarat dan cirinya adalah sebagai berikut:
1.Individuasi adalah bahwa orang menyadari segi-segi dari yang terabaikan itu, individuasi bersifat instingtif suatu tujuan yang harus diperjuangkan akan tetapi jarang tercapai. Adanya penerimaan terhadap kekuatan-kekuatan tak sadar akan tetapi bukan sebuah kepasrahan pada dorongan-dorongan ketidaksadaran. Tapi penerimaan kekuatan tak sadar dengan proses-proses sadar. Kesadaran dan ketidak sadaran menjadi partner yang sederajat tidak ada yang lebih dominan.
2.Segi yang kedua adalah pengorbanan tujuan-tujuan material dari masa remaja dan sifat-sifat kepribadian yang memungkinkan seseorang mencapai tujuan itu. Tujuan-tujuan masa setengah bagian pertama tidak berarti pada masa setengah bagian kedua.
3.Perubahan-perubahan pada archetypu-archetypus; persona, bayang-bayang dan animus-anima. Walaupun kita memamakai persona pada saat pergaulan dengan masyarakat pada saat itu pula kita menyadari kodrat sejati kita sebenarnya. Menyadari semua kekuatan bayang-bayang yang destruktif dan yang konstrukif. Kita mengakui adanya sisi gelap kita pada bayang-bayang bukan menyerah pada mereka, dengan bantuan persona kita dapat menyembunyikan sisi gelap pada bayang-bayang kita. Akan tetapi kita tetap mengakui keberadaan sisi gelap dari bayang-bayang kita. Penerimaan terhadap biseksualitas psikologis kita selain mengugkapkan sifat-sifat dari jenis kelamin kita sendiri kita juga harus mengungkapkan sifat-sifat dari jenis kelamin yang lain yang ada dalam diri kita. Proses mengenal dalam diri sendiri kualitas-kualitas dan sifat-sifat dari jenis kelamin lain adalah proses yang paling sulit. Dengan penerimaan kodrat biseksual kita membuka sumber-sumber kretifitas kita yang tidak pernah kita harapkan atau mengakui bahwa kita memilikinya