Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ultah ke-85, PSSI Justru Dibekukan

19 April 2015   23:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_379225" align="aligncenter" width="400" caption="ILUSTRASI: Ketika Nyala Lilin itu Padam (Sumber: http://kfk.kompas.com)"][/caption]

Tanggal 19 April seharusnya menjadi hari istimewa bagi PSSI beserta jajarannya. Sebab, peringatan momentum kelahirannya yang ke-85, semestinya berlangsung sekarang. Catatan sejarahnya di situs resminya menerangkan, organisasi yang semula berjuluk Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia ini dibentuk pada 19 April 1930 di Yogyakarta silam. Pembentukannya atas inisiasi Eyang Ir. Soeratin Sosrosoegondo usai merampungkan studinya di Jerman dua tahun sebelumnya. Istilahnya kemudian berganti Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI, saat Kongres di Solo tahun 1950 yang juga mengukuhkan inisiatornya sebagai Ketua Umum.

Alih-alih perayaan atau sekadar acara tasyakuran yang berlangsung, PSSI justru resmi dibekukan oleh pemerintah kemarin. Pembekuannya berlandaskan pada SK Menpora Nomor 0137 Tahun 2015 tertanggal 17 April lalu, dengan ketetapan pemberian sanksi administrasi berikut apapun keputusan dan kegiatan PSSI dinyatakan tidak sah. Keputusan itu sejalan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan sebagai acuannya. Momennya sehari menjelang Kongres Luar Biasa di Surabaya, yang secara otomatis hasilnya juga tidak diakui.

Kemenpora beralasan lantaran PSSI kentara dengan sah dan meyakinkan telah mengabaikan tiga kali teguran tertulis yang dilayangkan sebelumnya. Peringatan itu sendiri buntut dari pengabaian terhadap rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), atas polemik gelaran ISL 2015 yang mestinya tidak mengikutsertakan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya, karena persoalan legalitas dua klub tersebut.

Langkah pemerintah demikian berlanjut kegaduhan di media sosial dan pro-kontra di masyarakat luas. Sebagian pihak menyesalkan, tak sedikit kalangan yang mendukung. Bahkan, santer berhembus opini yang rada membikin kepala gatal, bahwa hanya FIFA yang berwenang membekukan. PSSI sendiri dengan hasil pemilihan kepengurusan melalui KLB di Surabaya, dikabarkan bergeming dan akan menempuh jalur hukum. Menpora pun menyilahkan sambil menyiapkan Tim Transisi guna solusi pembekuan badan persepakbolaan nasional tersebut.

Berdasarkan pemberitaan yang beredar, mantan Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, sempat membenarkan kebijakan pemerintah. Teriring harapan masyarakat penikmat sepakbola tentang upaya perbaikannya mendatang. Senada dengan penjelasan mantan pemain sepuh tim Bajul Ijo Surabaya, Ferril Raymond Hattu, yang mengapresiasi keputusan BOPI untuk tidak merekomendasikan Persebaya Surabaya di bawah naungan PT Mitra Muda Inti Berlian dalam ajang ISL 2015, karena bermasalah legalitas kepemilikan ganda dengan Persebaya 1927 atas pengelolaan PT Persebaya Surabaya yang ternyata juga pernah diakui sebagai anggota PSSI terdahulu.

Jika dicermati, kisruh dahsyat PSSI hingga berujung sejarah pembekuan kali ini, menyiratkan betapa kepentingan politik dan bisnis masih saja menggelayuti upaya peningkatan kemajuan organisasi tersebut. Sebagaimana liku-liku perjalanan masa lalunya yang kerap terpasung pertarungan interes politik dan celakanya sering melibatkan oknum-oknum di dalamnya. Mungkin persoalan macam itu tak lepas dari takdir kesejarahan pendirian awalnya tempo dulu yang juga bernuansa politis. Hanya saja, pembentukannya semula berbau politik, berorientasi sebagai bagian ikhtiar melawan penjajahan. Jelas berbeda dengan orientasi kekinian.

Publik tentu berharap masalah ini segera bisa disudahi, sehingga tidak berkepanjangan. Lebih diharapkan lagi, keinsafan kolektif untuk menjernihkan urusan sepakbola termasuk cabang olahraga lainnya, dari segala bentuk syahwat politik dan gelimang materi pribadi maupun kelompok. Belum cukupkah kenyataan miris para atlet yang bernasib tidak jelas, lantaran cenderung selalu terabaikan, layaknya pepatah habis manis sepah dibuang, bila tidak boleh menyebut hanya bagaikan sapi perah selama ini?

Referensi bacaan:

-Kompas Pembekuan PSSI

-Kompas Nurdin Halid

-PSSI

-Liputan 6 Pembekuan PSSI

-Detik Dotcom Ferril Raymond Hattu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun