Mohon tunggu...
Husni Mubarak
Husni Mubarak Mohon Tunggu... -

Jangan remehkan hal-hal kecil. Sebab seringkali bisa menyelamatkan kita semua.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surat Terbuka untuk M. Nuh

13 Oktober 2012   12:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:52 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih menurut data PKT RSCM, selama periode Januari hingga Mei 2008 terdapat 298 kasus kekerasan dan pelecehan yang korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Dari jumlah seluruh kasus tersebut, 15 di antaranya adalah kasus perkosaan pada perempuan dewasa, 75 kasus perkosaan terhadap anak perempuan, 42 kasus kekerasan seksual lain terhadap anak perempuan, 21 kasus kekerasan seksual yang mengenai anak laki-laki, 113 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 15 kasus penderaan terhadap anak, dan 15 kasus lain di luar kategori yang sudah disebutkan. Jika dihitung, maka rata-rata dalam sehari terdapat dua anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Penting untuk dicatat, saudaraku, bahwa kasus yang sedemikian banyaknya itu pun masih merupakan pucuk gunung es dari besaran masalah yang sesungguhnya. Kasus yang terungkap atau dilaporkan jauh lebih kecil dari pada insiden sesungguhnya. Alasan tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami anak biasanya karena takut anak mengalami trauma yang lebih besar lagi sementara orang tua dan keluarga tidak tahu bagaimana membantu anak keluar dari trauma tersebut. Persepsi keluarga bahwa ini adalah aib yang harus disembunyikan, serta ketakutan berurusan dengan pihak berwajib juga menghalangi penanganan memadai yang sesungguhnya sangat dibutuhkan korban.

Tidak berbuat apa-apa ketika mengetahui sebuah pelecehan atau kekerasan seksual terjadi adalah tindakah salah. Diam bisa diartikan sebagai tindakan persetujuan. Padahal, seperti dikatakan oleh seorang ahli, Stephen J. Sossetti, dampak pelecehan seksual pada anak adalah membunuh jiwa. Anak-anak berhak tumbuh dalam situasi yang aman dan sehat. Jika masyarakat—bukan hanya konselor dan terapis—peka terhadap gejala yang muncul dan merespon secara tepat dan cepat, tidak hanya pelecehan akan berhenti terhadap satu anak, tapi juga anak-anak lain akan terlindungi.

Fakta kedua mengenai perkosaan, saudaraku Nuh, adalah bahwa pelakunya adalah orang dekat yang dikenal baik oleh korban. Termasuk pacar.  Data nasional memang tidak ditemukan (memangnya negara peduli?). Tetapi dua organisasi non-pemerintah yang bekerja menangani kasus kekerasan terhadap perempuan menunjukkan angkanya lumayan menyentak:

Cahaya Perempuan Women Crises Center, Bengkulu, menyebutkan sepanjang semester 2 tahun 2011 saja mereka telah menangani 56 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan rincian: Jika dilihat dari tabel di atas kasus kekerasan berbasis gender dan seksualitas yang paling banyak diterima yaitu kekerasan dalam pacaran 33,92 % (19 kasus) dari 56 kasus,  kekerasan terhadap istri 32, 14% (18 kasus), kekerasan terhadap anak 10,71% (6 kasus), Perkosaan 8,92% (5 kasus), incest 7,14% (4 kasus), traffiking 3,57% (2 kasus), percobaan perkosaan 1,78% (1 kasus), dan pencabulan 1,78% (1 kasus).

Divisi Pendampingan  Rifka Annisa, Yogyakarta, sepanjang 2011 (Januari – Desember) 2011 menerima sebanyak 347  kasus baru dengan perincian 219 kasus kekerasan terhadap istri; 40  kasus kekerasan dalam pacaran; 35  kasus pelecehan seksual; 43  kasus perkosaan; 9   kasus kekerasan dalam keluarga (artinya melibatkan anak sebagai korban); dan 1 kasus trafikking.

Itu baru dua lembaga. Sebagai menteri, dirimu pasti memiliki akses lebih baik untuk mengetahui data-data lain dari sumber-sumber lain. Cobalah sendiri.

Maksud saya, Muhammad Nuh, sebagai orang yang punya kekuasaan menentukan merah-hitamnya kualitas pendidikan di negeri yang besar ini, cobalah berhati-hati mengeluarkan pendapat. Sangat mungkin, atau malah saya yakin, pendapat anda mengenai kasus yang menimpa SA ini tak hanya menyakiti SA dan keluarganya, tapi bahkan ratusan, atau ribuan keluarga perempuan lain yang anaknya, saudara, kerabat perempuannya, atau bahkan ibu mereka, menjadi korban kekerasan seksual. Sebagai bapak dan kepala keluarga, apalagi dengan kecerdasan yang membuat anda dipercaya menduduki posisi nomor satu untuk urusan pendidikan, apa sulitnya membayangkan dampak dari pendapat anda itu, tentu. Ah, sebenarnya sih bukan kecerdasan yang diperlukan. Tapi kepekaan.

Kedua, mengutip pendapat Guru Besar Psikologi Universitas Atmajaya, Prof. Irwanto, PhD, ada empat jenis hak perlindungan yang harus didapatkan oleh anak, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan seksual. Yang lainnya adalah perlindungan fisik, emosional dan perlindungan dari penelantaran. Untuk itu, yang penting diketahui oleh orangtua adalah mengenali gejala yang dialami oleh anak yang mengalami pelecehan seksual, yang tidak selalu jelas. Kepekaan orangtua menjadi langkah awal untuk mencegah kejahatan atau menyembuhkan trauma pada korban.

Pertanyaan saya untukmu, saudara Nuh yang terpelajar, adakah yang sudah dunia pendidikan kita berikan untuk melindungi anak-anak kita dari segala bentuk pelecehan seksual? Saya kira anda setuju bahwa kejadian yang menimpa SA bukanlah tanggung jawab pribadinya. Ketika anda dan kita semua mengarahkan telunjuk ke hidung SA, maka jangan lupa ada tiga jari lain yang mengarah ke diri kita sendiri.

Pelecehan seksual terhadap anak terus-menerus terjadi karena anak tidak pernah mendapatkan informasi yang benar dan adekuat tentang cara melindungi diri dari pelecehan seksual. Anak-anak juga jarang diajar mengenai bagian-bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang dewasa selain ibunya. Anak juga tidak tahu bahwa tindakan orang dewasa yang menyentuh bagian pribadinya, atau bahkan memperkosanya, adalah tindakan yang salah. Tidak banyak anak yang tahu bagaimana membedakan antara sentuhan aman dan tidak aman, apalagi mempertahankan diri jika ia mengalami perlakuan yang tak semestinya dari orang lain. Di sisi lain, media dan lingkungan sosial anak juga mempengaruhi kematangan dan keingintahuan anak-anak dewasa ini. Mereka sangat mudah mengakses televisi, internet, dan materi-materi informasi yang tak bertanggungjawab, untuk mendapatkan pengetahuan mengenai seks, yang tidak mereka dapatkan jawabannya dari orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun