Saya bukan jutawan, meskipun begitu saya harus bisa mewujudkan cita-cita anak agar nantinya mereka sukses menjadi pribadi yang berguna bagi sesama, bukan sekadar memiliki sederet gelar akademik atau jabatan prestisius. Jika tidak berhasil mewujudkan mimpi-mimpi anak, saya malu sama orang tua sendiri. Mereka berdua hanya lulusan SD, tapi sudah berhasil memakaikan toga pada anak-anaknya.
Saya lahir dan besar di kampung, tepatnya di Desa Banjarwangi, Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sejak SD sampai beres kuliah saya hidup serba pas-pasan, saya hampir tak pernah dikasih uang buat cadangan ongkos ojek atau angkot. Saya masuk SMP tahun 1995. Dari rumah ke sekolah berjarak kurang lebih 3 km, setiap hari saya harus jalan kaki. Untungnya kalau pagi suka ada truk Abadi Jaya lewat jadi saya bisa numpang sampai ke gerbang sekolah. Terima kasih Abadi Jaya, jasamu abadi!
Masuk SMA tahun 1998, saya terpaksa harus hirjah ke kota, karena saat itu di desa kami tak ada sekolah setingkat SMA. Saya tinggal di rumah bibi di dekat RSU Garut. Dari rumah ke sekolah berjarak sekitar 2 km. Setiap pagi saya pun harus jalan kaki ke sekolah, karena kalau naik angkot saya tidak bisa jajan. Demi menjaga gengsi, saya rela jalan kaki. Huft...
Sebetulnya orang tua saya tidak miskin-miskin amat. Cuma mereka punya cara sendiri dalam mendidik saya. Keterbatasan fasilitas yang saya rasakan tidak menyurutkan minat untuk belajar. Alhamdulillah, sejak SD sampai SMA prestasi saya tidak mengecewakan orang tua. Saya pun bisa masuk perguruan tinggi negeri lewat jalur PMDK. Namun karena banyak godaan, masuk tahun 2001 baru bisa wisuda tahun 2012 dari perguruan tinggi yang berbeda.Â
11 tahun saya berkelana dari kampus ke kampus. Kisahnya terlalu panjang bila diceritakan di sini, jadi saya sudahi saja kisah sedih di hari Minggu ini.Â
Mimpi dan cita-cita
Setiap manusia pasti pernah punya mimpi dalam hidupnya, termasuk saya sendiri. Bahkan sampai saat ini saya masih menyimpan sebagian mimpi-mimpi yang masih mungkin diwujudkan. Mimpi di sini bukan sekadar bunga tidur, khayalan atau angan-angan yang mengambang di angkasa. Melainkan mimpi yang diciptakan dalam keadaan sadar dan rasional disertai dengan kesungguhan untuk mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan. Mimpi seperti ini dikenal dengan istilah cita-cita. Untuk kita para orang tua peluang meraih cita-cita memang sudah sangat tipis, namun kita masih bisa mewujudkannya lewat mimpi-mimpi si buah hati.
Kalau ditanya, apa impian saya saat ini? Mimpi saya sederhana, saya ingin mewujudkan mimpi dan cita-cita anak.
Untuk mewujudkan cita-cita anak memang tidak mudah, tapi selama hayat masih di kandung badan, itu harus tetap diperjuangkan. Kita harus pandai-pandai memotivasi anak agar semangat belajar dan mengukir prestasi, kita juga harus bekerja keras mencari rezeki yang halal untuk kebutuhan sehari-hari dan berinvestasi untuk kebutuhan jangka panjang seperti biaya pendidikan dan kesehatan. Di waktu yang bersamaan kita juga harus mendidik anak-anak agar memiliki budi pekerti luhur.
Bagaimana cara memotivasi anak? setiap orang tua punya cara yang berbeda, sesuai dengan karakter anaknya masing-masing. Kalau saya tidak terlalu sulit karena dari kecil minat belajar anak saya sudah terlihat. Mungkin karena setiap hari dia melihat saya bergelut dengan buku dan komputer. Trik lainnya tidak ada, kecuali mendo'akannya setiap selesai sholat dan pulang Jum'atan.
Sekarang anak saya baru masuk kelas satu SD, ini dia hasil karyanya
Kata Pak Anies Baswedan, "Lahir di mana saja, lokasi mimpi harus di langit". Kata-kata beliau itu telah membakar semangat saya untuk berjuang mewujudkan cita-cita anak, bahwa tempat tinggal bukan alasan untuk gagal meraih mimpi. Kegagalan yang pernah kita alami tidak boleh terulang oleh anak-anak. Buah hati kita harus diberi harapan agar mereka memiliki cita-cita setinggi langit. Saya juga terinspirasi oleh kata-kata Abah Iwan Abdurachman dari Wanadri dalam lagunya Melati Dari Jayagiri versi akustik, "harapan yang tumbuh akan membuat kita kuat menunggu matahari esok yang masih lama tumbuh".
Awalnya hanya iseng, sekadar menyalurkan hobi menulis. Namun lama kelamaan hobi menulis itu dapat membuahkan hasil yang tidak terduga. Atas kemurahan-Nya, setiap bulan saya bisa menghasilkan uang jutaan rupiah hanya dengan menulis beberapa artikel per hari. Akhirnya saya putuskan untuk fokus berinvestasi lewat kata-kata.Â
Apa sih maksudnya investasi lewat kata-kata?
Blogging!
Bagi saya blogging merupakan aktifitas yang menyenangkan. Betapa tidak, kita bekerja di rumah beberapa jam saja namun kalau dijalani dengan tekun dan rutin hasilnya sangat memuaskan.
Modalnya tidak seberapa, untuk modal awal sekitar Rp. 400.000. Modal itu untuk membeli template premium, sewa hosting dan domain satu tahun. Modal sehari-hari cuma paket internet, kalau cuma buat blogging Rp. 150.000 per bulan sudah cukup. Kalau tidak mau mengeluarkan modal awal, Anda bisa pakai platform blog gratisan.
Tertarik?
Kerjanya hanya membuat artikel original yang dibutuhkan oleh banyak orang. Mau tiap hari atau tiap minggu juga silakan. Namun semakin banyak artikel yang diposting di blog, maka keberhasilan akan semakin cepat diraih. Kalau artikelnya sudah banyak, ya kira-kira 30-an lah, Anda daftarkan blog itu menjadi publisher ikan PPC (pay per click). Anda bisa pilih mau PPC lokal atau luar yang membayar biaya per klik lebih mahal.
Selain melalui PPC, Anda juga bisa memonetisasi blog dengan cara ikut program afiliasi dari situs ecommerce, paid review, content placement, menjual slot iklan mandiri, kontes SEO atau lomba blog, pokonya banyak deh. Kalau dijalani sungguh-sungguh, setahun kemudian Anda bisa dapat penghasilan tiap bulan yang jumlahnya sangat fantastis.
Selain menerbitkan tulisan di blog pribadi, Anda juga bisa ikutan ngeblog di Kompasiana. Jadi Kompasianer banyak sekali untungnya, di antaranya mengasah kemampuan menulis dan bisa ikutan lomba-lomba blog Kompasiana. Kalau beruntung hadiahnya jutaan rupiah lho!
Itulah yang saya maksud investasi lewat kata-kata, MENULIS!
Rencana strategis yang realistis untuk mewujudkan cita-cita anak
Saya tidak perlu bicara muluk jutaan rupiah per bulan. Anak saya sekarang kelas 1 SD, butuh waktu 12 tahun lagi buat dia masuk kuliah. Kalau sehari saya mampu menulis 1 buah artikel, maka dalam 12 tahun di blog saya akan ada 4.380 artikel. Berdasarkan pengalaman, 1 artikel rata-rata mampu mendatangkan pengunjung 5 - 10 orang per hari. Kita ambil angka terkecil, 5. Berarti 12 tahun yang akan datang, pengunjung harian blog saya sekitar 22.000 orang. Jika page view per visit 1,5 maka setiap hari ada sekitar 32.000 halaman dibaca.
Lagi-lagi berdasarkan pengalaman pribadi, jumlah klik iklan PPC rata-rata 2% x page view dengan biaya per klik rata-rata Rp. 400. Jika dijumlahkan penghasilannya kurang lebih Rp. 250.000 per hari. Itu perhitungan jika saya malas bikin artikel, kenyataannya kalau sedang semangat saya bisa menulis sampai 5 artikel per hari dengan rasio 1 artikel : lebih dari 5 pengunjung. Sehingga dalam setahun ini saya sudah bisa menikmati hasilnya setiap bulan.Â
Ini bukan angin segar, coba saja Anda pikirkan dari mana website-website besar bisa menggaji karyawan yang segitu banyaknya? Penghasilan mereka tiap bulan mencapai ratusan juta karena tiap hari mereka posting puluhan artikel, pembacanya pun sudah ratusan ribu orang per hari. Masih tidak percaya? silakan searching di mesin pencari.
Nah, dengan investasi kata-kata di dunia maya seperti yang sudah dijelaskan di atas, saya optimis dapat mewujudkan cita-cita anak. Untuk mengantisipasi perubahan pasar iklan yang mungkin terjadi, saya mengasuransikan pendidikan anak lewat produk asuransi Mitra Cerdas dari Bumiputera, yaitu sebuah program asuransi pendidikan yang nilainya bertambah ketika kebutuhan biaya pendidikan anak bertambah sehingga saya bisa menulis dan mengasuh anak dengan tenang.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin sampaikan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban, bukan untuk mencari pekerjaan. Sejarah menyebutkan Nabi Sulaiman as. jadi orang terkaya di dunia karena memilih ilmu. Salah satu cara memperoleh ilmu adalah lewat jalur pendidikan. Jadi, wujudkanlah cita-cita anak kita dengan mengantarkannya ke jenjang pendidikan tinggi. Keterbatasan finansial bukan alasan untuk mengeluh atau berpangku tangan, banyak kisah inspiratif yang membuktikan orang biasa juga bisa!
Yuk, rencanakan pendidikan anak kita bersama Bumiputera.
Facebook: Husni Cahya Gumilar
Tiwtter: Banjarwangi Online
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H