Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Duka Anak-anak Palestina Belum Akan Berakhir

9 Desember 2017   12:21 Diperbarui: 10 Desember 2017   12:48 5837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: https://electronicintifada.net/content/right-return-heart-palestines-struggle/17856

Perang, konflik atau apapun istilahnya pasti membawa dampak negatif  dalam kehidupan manusia secara langsung. Paling kurang, kenyaman dalam berkehidupan  pasti akan terganggui. Tidak ada istilah "hidup normal" dalam situasi konflik apalagi perang. Pasti rasa gelisah dan was-was  akan menghantui terus menerus sepanjang waktu.

Secara pribadi, saya pernah terjebak dalam situasi konflik dan antara dentuman senjata. Situasi itu betul-betul tidak mengenakkan sedikitpun. Bahkan mau kencing saja tidak berani keluar. Takut dipersangkakan salah. Melihat sendiri masyarakat peronda malam yang diperlakukan tidak adil. 

Pertanyaan aparat yang benar dan betul dijawab terkadang dianggap salah. Maka, tamparan, terjangan sepatu boot dan berenang dalam "got"  yang berlumpur sudah menjadi hal yang menyakitkan tapi dianggap lumrah. Begitupun, tengah malam buta ada yang harus push up hanya karena sedikit salah atau kelihatan gugup menjawab pertanyaan. Belum lagi ada ditemukan mayat dipinggiran jalan, begitu ngeri dan menakutkan.

Dalam situasi berkecamuk, konflik dan perang maka kehidupan anak-anaklah yang paling dirugikan. Masa kanak-kanak  mereka hilang begitu saja. Hari-hari mereka hidup dalam ketakutan. Meskipun terkadang mereka tersenyum, ketawa dan bermain-main sebagaimana dunia anak-anak tetapi tiba-tiba dalam waktu sekejap berubah menjadi huru-hara.

Mungkin bagi mereka pengambil kebijakan yang selalu hidup dalam kehidupan normal tidak begitu peduli dengan situasi mengancam. Karena sedari kecil mereka tidak pernah merasakan situasi yang abnormal. Alhasil, saat mengambil keputusan tidak begitu peduli dengan nasib anak-anak.

Duka Anak-Anak Palestina

Pada dasarnya, anak-anak di manapun mereka  berada, hakekatnya tetap anak-anak.  Karakter mereka tetap sama. Mereka juga punya keinginan untuk menjadi anak-anak sesungguhnya seperti anak-anak kebanyakan yang lahir di dunia ini. Begitu pula dengan anak-anak yang lahir dan dibesarkan di Palestina terutama di daerah yang berinteraksi langsung dengan konflik yang terjadi di sana.

Tapi mereka berbeda dengan anak-anak di pelosok negara lain di dunia ini yang tidak berkonflik apapun. Anak-anak Palestina umumnya dan khusus anak daerah Gaza, Yerusalem  serta daerah yang rentan berkonflik di sana. Mereka harus menghadapi hal yang tidak biasa bagi mereka yang masih anak-anak.

Sedari kecil anak-anak Palestina sudah disuguhkan pemandangan yang berbeda. Mereka harus terus berhadap dengan konflik dan perang. Mereka terus berhadapan dengan kekerasan demi kekerasan.

Kriteria kanak-kanak umumnya dikategori dari 5 tahun sampai dengan 11 tahun. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia WHO telah mengeluarkan kriteria baru kelompok umur yaitu 0-17 tahun disebut sebagai kelompok anak-anak di bawah umur. Artinya, mereka yang masih berumur sebagaimana yang dikategorikan itu masih harus menikmati kehidupan anak-anak.

Anak-anak di Palestina terutama Gaza dan Yerusalem yang berinteraksi langsung dengan konflik dan perang berkepanjangan pasti merasakan beda. Mereka melihat langsung ketidakadilan di depan mata. Mata-mata mereka melihat sendiri bagaimana saat konflik terjadi para tentera Israel dengan brutal dan terkadang tidak peduli rasa kemanusiaan menghantam rakyat Palestina yang hanya mampu melawan dengan batu.  Bahkan sekolah-sekolah mereka dihancurkan tentera Israel sehingga masa depan mereka semakin suram. Lihat

Begitu pula pada saat pecah perang dengan persenjataan yang sangat jauh berbeda antara Israel dan orang-orang palestina. Pasti pada saat mencari Hamas kelompok garis keras Palestina yang melawan ketidakadilan Israel terjadi penyisiran. Kita dapat merasakan apa yang terjadi. Bahkan kekerasan secara nyata dilakukan di depan anak-anak. Bahkan pasti ada anak-anak yang dijadikan objek penyiksaan.

Akibat dari perang, apakah mereka ikut bertempur atau tidak, tetap saja banyak korban yang gugur. Tempat tinggal hancur. Tentu saja anak-anak kehilangan orang tua mereka. Kehilangan tempat tinggal tempat bermain-main mereka.

Bukan hanya itu saja anak-anak Palestina merasakan hal yang tidak wajar. Mungkin, karena melihat ketidakberdayaan yang mereka saksikan tidak kurang dari mereka, meskipun masih berumur anak-anak, ikut turun tangan berjuang mempertahankan tanah air dari serobotan Israel.

Maka lihatlah, yang melakukan intifadah itu juga anak-anak. Saya yakin mereka tidak ada pilihan lain kecuali harus ikut berjuang dengan tujuan membebaskan tanah kelahirannya dari Israel. Dari media kita lihat, bukan hanya anak laki-laki tetapi juga anak perempuan tanpa rasa takut, meski berhadapan dengan popor senjata, mereka melawan dengan suara  yang tinggi dihadapan prajurit Israel.

Bukan lagi sebuah rahasia, akibat dari itu, tidak sedikit anak-anak Palestina yang diborgol, di tahan dan harus mendekam dalam penjara serta ada yang ditembak mati. Link

Menurut informasi Jejaringnya, Gerakan Buruh untuk Membela Anak-Palestina Oktober 2017 menyatakan bahwa lebih dari 12 ribu anak-anak Palestina telah ditangkap oleh Israel sejak tahun 2000. Pada Agustus 2017, ada 331 anak di bawah umur di penjara Israel.

Selain itu, lebih 80  persen anak-anak yang dipenjarakan menghadapi penyiksaan fisik selama penahanan dan interogasi. Dalam penjara, anak-anak Palestina menghadapi perlakuan buruk. Ketika anak-anak ditangkap, kata kelompok tersebut, mereka dibawa untuk diinterogasi dengan mata tertutup dan tangan serta kaki diborgol dan mereka tak bisa tidur seperti orang normal.

Belum Akan Berakhir

Agaknya penderitaan anak-anak Palestina belum akan berakhir. Adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump  beberapa hari lalu membuat pernyataan pengakuan Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel yang sebelumnya di Tel Aviv. Pernyataan dan sikap Amerika Serikat ini dianggap kontroversial karena bertentangan dengan berbagai perjanjian Internasional.

Apa yang terjadi saat ini? Berbagai media memperlihatkan terjadinya peningkatan instalasi kekerasan di Yerusalem. Warga Palestina termasuk anak muda melakukan gerakan intifada melawan tentera Israel di tempat-tempat blokade. Menurut berita, Israel dengan persenjataan canggih membalas melalui serangan udara yang mengakibat jatuh korban luka-luka warga Palestina.

Menurut pengamat dunia, apa yang dilakukan Trump akan memulai babak baru konflik di Palestina. Artinya, konflik-konflik dan peperangan antara Pejuang Palestina dan Israel akan terus terjadi dan otomatis sulit untuk diperoleh jalan damai. Meskipun, Israel didukung penuh Amerika Serikat, namun pejuang Palestina tetap akan berjuang terus mempertahankan haknya.

Akibat dari itu semua membuat anak-anak Palestina akan semakin suram masa depan mereka. Mereka akan terus kehilangan masa kanak-kanak mereka dan masa depan mereka. Mereka kembali terpaksa berhadapan dengan kekerasan yang berlebel konflik dan peperangan.

Mengingat anak-anak Palestina juga harus hidup yang layak sebagai anak-anak di dunia dan juga anak-anak Amerika Serikat. Sebaiknya Trump lebih arif dan bijaksana termasuk mengubah kembali kebijakan yang kontroversial itu.

Demi anak-anak Palestina, para pemimpin dunia termasuk Indonesia, harus memiliki dan menemukan cara dan aksi konkret untuk menyelesaikan secara menyeluruh konflik antara Palestina dan Israel. 

Bukan hanya sekedar pernyataan kecaman dan menolak kebijakan Trump. Sebab semua itu sudah diperkirakan oleh Trump dan pihak Israel tentunya. Jangan sampai pernyataan kecaman dan lainnya hanya kamuflase dari sebuah konspirasi besar untuk meredam gejolak di negara masing-masing. Wallahu'alam bishawab. 

@dj

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun