Sudah menjadi rahasia umum,banyak politisi dari berbagai partai bila sudah dekat pilkada atau pemilu dapat dipastikan mendekati guru. Tujuannya tentu untuk kepentingan partainya dalam mendulang suara.
Karena itu, maka dilakukan berbagai cara untuk menarik simpati para guru.Berbagai pendekatan dilakukan dilakukan politisi maupun partai pendukungnya. Baik secara simbolik, bikin modus, transparan dan agak kasar.
Sebagai contoh, bila sudah mendekati atau menjelang perhelatan seperti pemilu, pasti ada acara semacam seminar  misalnya. Tentu tema-nya berkaitan dengan pendidikan atau guru. Tetapi acaranya sudah disetting sedemikian rupa. Pada ujung-ujung ada agenda tertentu dari sponsor.
Terkadang even seperti pertandingan olah raga dan perlombaan lainnya muncul tiba-tiba sesuai agenda politik. Sebenarnya tidak menjadi persoalan. Tetapi kenapa biasanya even-even tertentu seperti itu tidak lakukan secara reguler.
Begitu pula janji-janji, misal berkaitan masalah-masalah yang dihadapi guru. Ada yang menjanjikan penambahan uang tunjangan kinerja dan sebagainya.
Banyak cara yang dilakukan untuk memperoleh simpati guru. Ada yang mendekati pimpinan organisasi guru. Bahkan yang ekstrim memanfaatkan kepala dinas pendidikan dan jajarannya. Tentu ini dilakukan, biasanya partai yang memiliki "power". Tentu yang partai-partai yang memiliki link kekeuasaan. Paling kurang dengan cara mengingatkan bahwa yang duduk di kursi itu bisa dapat digantikan kapan saja.
Pendekatan itu dilakukan untuk merebut hati para guru yang tersebar di seluruh pelosok daerah. Sebab, guru memiliki kualitas dan kuantitas untuk memenang konstestan tertentu. Namun, guru tak semudah itu dapat ditaklukkan. Sebagai seorang guru pertimbangan utamanya adalah program-program yang ditawarkan. @dj.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H