BILA pada saat penjajahan dan pada masa pergerakan kemerdekaan rasa Nasionalisme itu langsung dirasakan oleh anak bangsa karena merasa betapa pedih  hidup cengkeraman penjajah. Sebagai pengingat (mungkin ada yang sudah lupa), Indonesia di Jajah oleh Natherland alias Belanda selama 350 tahun. Kemudian di Jajah oleh Japon alias Jepas selama 3,5 tahun. Kedua-keduanya membuat Indonesia menderita.
Meskipun kita tidak pernah mengecap bagaimana hidup dibawah penjajahan Negara Asing. Tetapi melalui cerita kakek dan nenek yang pernah hidup di era penjajahan atau membaca buku-buku sejarah Indonesia  kita pasti merasakan penderitaan mereka. Mereka hidup di lumbung padi tetapi tidak pernah mengecapkan kenikmatan.
Bahkan saya pribadi pernah melihat Abang Kakek saya yang kehilangan kakinya karena berperang melawan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Melihat fakta-fakta itu secara outomatis rasa nasionalisme memuncak untuk mempertahankan bangsa ini dari rongrongan penjajahan meskipun saat ini pola menjajahan sudah berbeda.
Terkikisnya Rasa Nasionalisme
Saat ini kemerdekaan Indonesia hampir satu Abad atau tepatnya berusia 70 tahun. Tentu saat ini tidak ada lagi  cerita-cerita  heroik yang disampaikan oleh para pejuang secara langsung. Apalagi kehidupan sangat jauh berubah. Perubahan pola hidup akan berdampak secara perlahan-perlahan pada terkikisnya rasa nasionalisme.  Apalagi situasi dan kondisi bernegara dan berbangsa sudah hilang rasa kebersamaannya.
Banyak factor penyebabnya, salah satunya adalah kesejahteraan dan kemakmuran yang masih belum dinikmati oleh semua kalangan secara merata. Kesejahteraan dan kemakmuran dinilai hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.
Begitu juga prilaku oknum pejabat bangsa mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah yang memiliki mental koruptif. Memanfaatkan wewenang yang ada untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroni-kroninya.
Kemudian langkanya lapangan kerja membuat anak bangsa tidak ada waktu mencintai bangsanya sendiri. Mereka terkadang harus berangkat ke luar negeri yang menjanjikan angin surga. Sehingga sesampai di sana banyak yang lupa bahwa mereka adalah lahir di Negara yang bernama Indonesia. Saya pikir, kalau tidak dibatasi oleh administrasi kenegaraan, mereka akan berbondong-bondong menjadi warga Negara yang memberi mereka dapat bertahan hldup.
Â
Kemudian bagi generasi muda (anak-anak kita yang masih sekolah) mereka juga lupa apa yang dinikmati sekarang adalah hasil perjuangan para pahlawan yang rela berkorban baik harta, tenaga dan jiwa raga.
Mereka saat ini sibuk dengan kemajuan tehnologi informasi. Mereka memiliki HP canggih atau gadged lainnya dan pekerjaan mereka hampir full time adalah main Game atau browsing apa saja. Mereka dihadapkan pada hal-hal yang instan. Ini akan membuat mereka lupa pada identitas negeri sendiri. Akibatnya, rasa nasionalisme mereka perlahan terkikis meskipun tidak akan habis (karena mereka juga butuh akte kelahiran dan KTP).
Saya kira, generasi game online saat ini perlu mendapat perhatian penuh tentang rasa nasionalisme. Mereka tidak mengenal lagi siapa Pahlawan nasional mereka. Karena mereka lebih mengenal pahlawan super hero yang ada dalam game yang mereka mainkan tiap hari.
Apakah mereka tidak belajar di sekolah? Bukankah PPKn dan sejarah nasional Indonesia masih diajarkan di sekolah? Jawabannya: “Ya. Tetapi perhatikan sedikit demi sedikit tentang nilai PPKn dan Sejarah Indonesia dari sebagian besar mereka. Atau sekali-kali konsultasi dengan guru PPKn dan Sejarah Indonesia. Pasti ada guru-guru yang bingung dengan kepedulian dan minat mereka terhadap pelajaran itu. Terlepas ada pengaruh dari Ujian Nasional yang diuji 6 mata pelajaran minus PPKn.
Â
Mengembalikan Rasa Nasionalisme
Bila kita tidak inginkan rasa nasionalisme terus terkikis oleh keadaan zaman. Maka diambil langkah-langkah yang tepat. Pertama, pemerintah harus mewujudkan cita-cita pendiri bangsa ini yaitu untuk mensejahterakan dan memakmurkan bangsa ini. Sebab dengan Negara yang makmur dan sejahtera akan membuat anak bangsa bangga dengan bangsanya sendiri.
Kedua, memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Sampai-sampai korupsi itu tidak pernah dikenal oleh generasi yang akan datang.
Ketiga, pemerintah konsisten menjalankanpemerintahan yang benar-benar bersih dari segala praktek-praktek yang merugikan bangsa dan Negara.
Keempat, Pemerintah serius membuka lapangan kerja sehingga seluruh rakyatnya merasa bahwa mereka benar-benar diperhatikan oleh bangsanya sendiri.
Kelima, menegakkah hukum dengan seadil-adilnya dan tidak ada indikasi adanya tumbang pilih. Meskipun kesalahan itu dilakukan oleh anak Presiden atau gubernur sendiri atau mereka yang berkuasa.
Keenam, setiap saat dengan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam dada generasi muda, misalnya dengan memperlihatkan kemampuan bangsa ini tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain.
Ketujuh, media massa perlu menjadi corong utama dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa. Jangan sampai tayangan dan berita-berita yang meruntuhkan rasa nasionalisme menjadi sajian utama.
Kedelapan, peran sekolah dalam menumbuhkan rasa nasionalisme kepada anak didik sangat diperlukan. Kegiatan-kegiatan cinta tanah air harus menjadi perioritas semua sekolah. Saya kira, kegiatan upacara bendera dan gerakan pramuka sudah menjadi satu alternatif. Termasuk melakukan kegiatan napaktilas dan mengunjungi museum-museum perjuangan. Kemudian memperbanyak kegiatan yang membuat anak didik betah dan lupa pada game onlines.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H