Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena Tradisi Meugang (Orang Aceh Rindu Pulang Kampung)

7 Agustus 2010   09:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:14 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_218708" align="alignleft" width="303" caption="Sbr. Foto: http://4.bp.blogspot.com/_ystqyC5oPOc/Sxy2nB5BgPI/AAAAAAAAAhI/IQrfiqQKPNw/s200/meugang+2008.JPG"][/caption]

Setiap tahunnya, dalam rangka menyambut kedatangan bulan Ramadhan (puasa) dalam masyarakat Aceh ada satu tradisi yang disebut dengan meugang atau mak meugang. Pada umumnya, tradisi meungang dilakukan satu hari atau dua hari sebelum puasa dimulai.

Hari-hari tersebut di Aceh disebut dengan sebutan Uroe Meugang atau Uroe Mak Meugang.

Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun sejak berabad-abad lamanya  meskipun banyak yang tidak tidak tahu dari mana asal usulnya. Dan, sebenarnya tradisi meugang ini juga dilakukan pada saat menjelang hari raya Idul fitri dan Idul Adha di Aceh. Tetapi meugang saat menyambut bulan puasa terasa sangat istimewa. Mungkin karena uroe meugang menyambut puasa  sebagai waktu transisi antara hari-hari biasa yang tidak ada kewajiban berpuasa dengan hari-hari yang diwajibkan berpuasa bagi orang-orang muslim. Apalagi ada beberapa daerah di Aceh (umumnya daerah pantai  barat selatan), meugang selain menyambut puasa banyak yang tidak  melaksanakan.

Pada  Uroe Meugang ini biasanya seluruh keluarga berkumpul untuk makan bersama dengan menu spesial masakan daging. Karenanya ada juga yang menyebut uroe meugang dengan sebutan uroe pajoh-pajoh (pajoh = makan). Sehingga dapat dipastikan, pada uroe meugang setiap rumah di Aceh akan tercium aroma masakan daging. Apakah daging kerbau atau daging sapi. Bahkan ada anggapan bila tidak masak daging pada saat uroe meugang maka sepertinya terasa belum dikatakan meugang.

[caption id="attachment_229114" align="alignleft" width="275" caption="Sumber: http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:2ByCQdpE8lRzTM::&t=1&usg=__HOaHI8et2a7EYfop4ZVHDHYPhds="][/caption]

Oleh karena itu, pada setiap meugang tiba maka banyak orang menyembelih sapi atau kerbau untuk dijual. Karena permintaan cukup banyak, harga daging pada saat meungang biasanya sangat melambung tinggi. Berkaitan dengan ini, ada pemandangan yang unik hampir seluruh pelosok Aceh, yaitu munculnya tempat-tempat penjualan daging yang berderet memanjang.

Apalagi biasanya membeli daging pada  saat meugang puasa lebih banyak sebab bukan hanya disantap saat meugang saja tetapi juga terkadang di awetkan untuk persediaan puasa. Pengawetan itu bisa dilakukan dengan pengeringan sehingga dikenal dengan sie tho (daging kering) atau ada juga (umumnya orang Aceh Besar) direbus menggunakan bumbu khusus sehingga disebut sebagai sie reuboh (daging rebus) yang rasanya agak-agak asam. Kedua jenis daging ini biasanya digunakan sebagai menu saat sahur pada malam-malam ramadhan. Dan dapat bertahan beberapa hari.

Karena tradisi meugang ini tidak terlepas dengan masakan daging maka ada juga sekelompok masyarakat  jauh-jauh hari membentuk kelompok tersendiri membeli sapi atau kerbau untuk disembelih pada saat meugang. Sehingga pada saat meugang datang tidak repot-repot lagi membeli daging meugang. Dan, bahkan orang-orang kantoran seperti PNS atau swasta setiap menghadapi meungang, bila di kantor tidak menyembelih sapi dibagi kepada karyawannya terkadang diberi uang tambahan khusus untuk sie meugang (sie=daging) plus untuk bumbunya.

Makna Silaturahim

[caption id="attachment_229117" align="alignright" width="300" caption="Sumber: : http://stat.kompasiana.com/files/2010/03/kuah-aceh.jpg"][/caption]

Sebenarnya bagi orang Aceh, tradisi meugang ini tidak hanya bermakna makan-makan dengan menu masakan daging. Tetapi jauh dari itu, bagi orang Aceh tradisi meugang ini menjadi sangat bermakna karena di sana ada nilai silaturahim yang tinggi.Coba dibayangkan, ketika meugang tiba semua anggota keluarga berkumpul. Bukan hanya keluarga dekat saja tetapi juga keluarga jauh hadir berkumpul. Terkadang demi kebersamaan ada juga yang mengajak anggota keluarga makan-makan di pantai atau di tempat rekreasi lainnya. Selain itu, meungang diisi dengan kenduri menjamu fakir miskin dan anak-anak yatim.

Bagi orang Aceh, meugang menjadi tradisi yang tidak akanpernah dapat dilupakan. Meskipun orang Aceh berada jauh dari komunitasnya, sedapat mungkin, kendati dalam skala kecil, mereka pasti akan melaksanakan tradisi ini. Ketika meugang datang, di rumah-rumah orang Aceh pasti akan tercium aroma masakan daging khas Aceh. Terutama gulai merah yang sangat mengugah selera.

Hanya saja bagi orang-orang Aceh di perantauan yang jauh dari kampung halamannya dan ini tak dapat dibantahkan bahwa di saat-saat meugang tiba pasti mereka memendam rindu mendalam akan kampung halaman. Karena sebenarnya di sana, pada saat meugang itu tersimpan banyak kenangan yang tidak akan dapat mereka lupakan. Ada senyum anggota keluarga yang tidak akan pernah hilang. Ada ibu, ada ayah, ada adik, ada kakak dan semuanya hanyut dalam kebersamaan.

Dan, mereka selalu menunggu, musim meungang kapan dapat kembali pulang untuk merajut kenangan baru ......................................................................................???!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun