Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Harapan Besar pada Anies Baswedan

7 Desember 2014   16:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:52 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pengumuman para  menteri kabinet kerja, Presiden Joko Widodo mengatakan: “Siapa yang tidak kenal dengan Pak Anies Baswedan”. Pak Presiden tidak memperkenalkan lebih detail lagi tentang siapa Baswedan yang akan menjadi mendikbud. Karena memang Anies Baswedan sudah dikenal seantoro nusantara bahkan dunia. Apalagi dalam dunia pendidikan, selain dikenal sebagai Rektor  Universitas Paramadina, terakhir dikenal pula dengan gerakan Indonesia mengajar.

Melihat aktivitas Anies Baswedan dalam dunia pendidikan tak berlebihan bila kemudian banyak masyarakat menaruh harapan besar padanya dalam memajukan dunia pendidikan Indonesia.

Selama ini kita merasakan seperti ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan pendidikan Indonesia. Sorotan-sorotan tajam kerapkali dilontarkan oleh para pengamat terhadap pengelelolaan pendidikan. Bahkan ada adagium dalam masyarakat: ganti menteri ganti kurikulum.  Adagium ini mengesankan seolah-seolah kerja menteri hanya tukang otak-atik kurikulum.

Memang, pada hakekatnya, sesuai dengan perkembangan zaman perubahan kurikulum merupakan sebuah keniscayaan. Tetapi yang tidak diharapkan adalah munculnya anggapan negative dimana perubahan kurikulum terkesan terbutu-buru dan  . Mungkin, kita masih sangat ingat kurikulum 2004, tidak sampai 2 tahun sudah diganti dengan kurikulum 2006. Bahkan belum lagi kurikulum itu persiapkan dengan matang sudah dipaksakan untuk diaplikasikan di sekolah-sekolah.  Seperti pelaksanaan kurikulum 2013.  Belum lagi pelaksanaan UN yang bermasalah setiap tahunnya.

Bila dulu memberikan masukan bahkan kritikan posisi Baswedan berada diluar sistem tetapi saat ini Anies Baswedan sudah menjadi menteri pendidikan. Pengelolaan pendidikan di Indonesia sudah berada di tangannya. Harapan besar masyarakat kini berada pada sosok yang dikenal kalem, santun dan bertutur kata teratur.

Bagi  masyarakat saat inilah momentum penting dalam dunia pendidikan. Masyarakat berharap, sebisa mungkin Baswedan mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat terhadap arah pendidikan Indonesia sesuai dengan rel dan trek yang sebenarnya. Sehingga, kalaupun ada perubahan kurikulum di masa yang akan datang tidak terkesan dipaksakan dan terselubung dengan berbagai kepentingan-kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan perkembangan pendidikan.

Memang dalam waktu yang masih sangat singkat ini belum banyak yang dapat dilakukan Baswedan. Namun demikian, apa yang dilakukannya semenjak yang bersangkutan menjadi menteri kelihatan berbeda dari seniornya. Saya melihat, kepemimpinan Baswedan lebih menggunakan pendekatan humaniter. Misalnya, saat hari guru, Baswedan menyerukan gerakan untuk memuliakan guru. Begitu pula dengan pernyataannya yang dilansir beberapa media dia menyatakan: “Berbicara kesejahteraan, jika ingin efektif, peningkatan harus diimbangi dengan pengurangan beban. Ini untuk memaksimalkan sumber yang ada. Tentu, perlu bantuan banyak pihak agar kesejahteraan guru bisa semakin maksimal”.

Contoh lain pendekatan humanity yang dilakukan Baswedan adalah mendatangi guru honorer di Bekasi yang sudah mengabdi lebih dari 37 tahun. Menurut saya, apa yang dilakukannya itu sesuatu yang sangat mengena dan dapat membangkitkan semangat guru dalam  melaksanakan tugas dan fungsinya dengan benar. Pendekatan-pendekatan seperti itu perlu dilakukan, sebab tugas guru lebih kepada memanusiakan manusia. Jangan sampai orang yang memanusiakan manusia diperlakukan tidak manusiawi.

Kemudian, keputusan menghentikan pelaksanaan kurikulum 2013 merupakan salah satu tindakan sesuai dengan fakta yang ada. Apalagi, meskipun disebutkan kurikulum 2013 disusun berdasarkan kajian-kajian yang mendalam. Tetap kesan pemaksaan  kehendak tidak dapat dikesampingkan. Karena, persiapan-persiapan (terutama di sekolah-sekolah) yang seharusnya  direncanakan jauh-jauh hari kelihatan tidak dilakukan secara maksimal. Perdebatan di sana sini begitu kentara terlihat. Guru, tidak diberi ruang untuk memahami secara maksimal sehingga kalang kabut. Begitu juga sarana dan prasarana pendukung, seperti buku dan lain sebagainya tidak dipersiapkan secara matang.

Menurut saya, sangat arif keputusan Baswedan berkaitan dengan kurikulum 2013. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan kurikulum 2013 dianjurkan untuk terus diterapkan tetapi yang baru satu semester dihentikan pelaksanaannya dan diganti dengan kurikulum 2006. Sementara kurikulum 2013 terus dilakukan penyempurnaan termasuk mempersiapkan sumber daya (guru) yang benar-benar mampu menerapkannya dan bukan coba-coba seperti yang terjadi selama ini.

Memang masih banyak tantangan dan ujian yang harus dihadapi Anies Baswedan dalam kapasitasnya sebagai menteri pendidikan. Semuanya akan terus berjalan seiring berjalannya waktu. Kita hanya berharap, komitmennya selama ini dalam dunia pendidikan benar-benar dapat diwujudkannya..(www.husita.my.id).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun