Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wacana Menjual Gedung DPR/MPR

25 Desember 2014   17:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gedung DPR/MPR merupakan salah satu gedung yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia.  Konon, termasuk gedung yang diarsiteki Presiden Soekarno. Bila dilihat dari luar, kelihatan sangat unik dimana atapnya, menurut orang-orang, seperti belahan dada perempuan. Gambaran ini mungkin sebagai pengenjawantahan romantisme Soekarno sebagai pemuja wanita.

Karena memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dengan nilai arsitektur yang unik, saya yakin bila dipollingkan apakah boleh tidaknya gedung DPR/MPR ini dijual dapat dipastikan lebih 70% penduduk Indonesia tidak rela Gedung yang megah itu di jual. Kalaupun pada suatu saat tidak dipakai lagi kemungkinan besar akan diusulkan menjadi mesium saja. Namun demikian, bukan  berarti tidak bisa dijual.

Akhir-akhir ini, selama  Jokowi berkuasa, ada satu spirit yang dikembangkan yaiitu spirit efisiensi. Presiden Jokowi berharap setiap instansi pemerintah terutama para menterinya sebisa mungkin dapat melakukan efisiensi seefektif mungkin. Maka sebagai jawaban, para menteri seperti berlomba-lomba menyahuti atau memperlihatkan kerja gerak cepat berkaitan anjuran itu. Ambil contoh, Menteri Reformasi Birokrasi telah memerintahkan PNS untuk tidak mengadakan rapat dihotel-hotel mewah, termasuk snack yang disuguhsajikan olahan dari singkong kalau tidak boleh dikatakan singkong rebus dan moratorium penerimaan PNS.  Begitu pula menteri-menteri yang lain juga melakukan hal yang sama.

Berkaitan dengan itu, pernyataan yang paling mengejutkan  dan menuai polemik adalah pernyataan menteri BUMN Rini Sumarno yang ingin menjual gedung BUMN yang mentereng itu. Menurut Rini, gedung BUMN yang cukup besar itu mubazir (pinjam istilah agama). Pegawai BUMN yang hanya 200 orang menempati gedung sebesar itu. Mungkin, kalau pinjam kata pepatah yang paling cocok dengan sikap Bu Rini itu adalah pepatah yang bunyinya: besar pasak dari pada tiang.  Meskipun, karena sudah ada gedung, Bu Rini sebaiknya harus kreatif, bagaimana gedung tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin, kalau bisa hasil dari gedung itu dapat digunakan untuk membayar gaji Bu Menteri dan Pegawai BUMN yang 200-an orang sehingga ini lebih efisien menghemat uang Negara. Tapi mungkin, tidak mampu memikirkan itu, yang ada dipikiran beliau saat ini hanya menjual saja.

Menurut saya, kalau alasan seperti yang disampaikan Bu Rini Sumarno, meskipun bukan gedung pemerintahan, penujualan gedung DPR juga layak untuk diwacanakan. Alasannya jelas, meskipun anggota DPR/DPD/MPR plus pegawai di sana (mungkin) lebih angka 700-an, tetapi kelihatannya sebagian dari mereka tidak betah menempati gedung semegah dan seterhormat itu. Kita tidak usah bikan survey atau penelitian khusus tentang keinginhadiran anggota DPR (perwakilan rakyat) di sana. Sebab itu sudah menjadi rahasia umum.

Begitu pula dengan kinerja, terutama pada periode sekarang ini. Banyak pengamat yang mensinyalir, beberapa bulan terakhir mereka hanya makan gaji buta.

Karena itu, buat apa gedung mewah-mewah kalau penghuni banyak yang tidak suka. Lebih baik gedung itu digunakan untuk yang lain, misalnya untuk ruang kuliah mahasiswa atau gedung SD bagi anak-anak kita penerus perjuang bangsa yang memang sangat dibutuhkan untuk itu. Biar anak SD itu nyaman belajar tidak seperti di gedung sekolah mereka yang selalu was-was takut atapnya runtuh.

Apalagi, untuk anggota dewan, pasti cukup merakyat bila  ada rapat, sewa saja lapangan bola atau lapangan kosong lalu pasang tenda. Saya yakin, selain sangat merakyat tidak perlu ada biaya perawatan gedung. Apalagi mereka perlu pada saat-saat tertentu saja. Jadi nggak perlu ada gedung. Untuk para pegawai yang setiap hari bekerja, cukup sewa 2 atau 3 pintu ruko, sepertinya cukup.

Satu hal lagi, bila tempat rapat anggota dewan ditenda. Maka rapat bisa pindah-pindah dari satu Provinsi ke Provinsi lain. Bila ini dilakukan, juga menghemat biaya jalan-jalan. Sambil blusukan bikin rapat. Perlu juga dicatat, bikin undang-undang di alam terbuka pasti banyak inspirasi dan akan lebih bagus dan jernih hasilnya dibandingkan bikin undang-undang di gedung tertutup yang membuat suasan sumpek.

Maka, demi efisiensi dan hasil kerja yang baik, sebaiknya gedung DPR/MPR layak juga diwacanakan untuk dijual. Meskipun, pasti banyak yang tidak setuju…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun