Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketiadaan Lokalisasi, Akhirnya Michat pun Digunakan sebagai Jalan Ninja untuk Prostitusi

13 September 2022   05:39 Diperbarui: 13 September 2022   05:48 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antarmuka Michat versi web ( SUmber: tangkapan layar situs resmi Michat)

Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan fenomena unik di msyarakat terkait keberadaan sebuah media sosial berwarna hijau menyala bernama Michat. Michat yang sejatinya media sosial itu seketika berkonotasi negatif ketika banyak oknum masyarakat pengguna menyalahgunakan Michat untuk ajang prostitusi online. Ajang menjajakan diri secara online.

Sebenarnya sebagaimana media sosial berbasis messenger ( pengirim pesan), fitur-fitur Michat dilengkapi dengan fasilitas dasar berupa fasilitas obrolan antar penggunanya, seperti halnya Whatsapp atau Blackberry messenger di masa lalu. Bahkan Pengguna bisa saling menemukan dengan pengguna lain berdasar lokasi. Dan fitur itulah yang selanjutnya dipakai untuk memperkenalkan diri, untuk 'menawarkan dagangan' berupa kenikmatan sesaat.

Sontak, ketika seseorang menyebut Michat, pikiran mereka tertuju kearah yang negatif, yaitu yang berhubungan dengan prostitusi.

Padahal banyak fitur bermanfaat di Michat. Salah satunya dapat pulsa gratis pas kita jalan kaki. Itu hanya sebagian. Masih banyak lagi yang lainnya. Fitur di Michat juga memungkinkan penggunanya untuk mengenali siapa-siapa yang ada di Phone book ponsel yang juga menggunakan aplikasi tersebut.

Tapi kenapa masyarakat lebih suka mengasosiasikan Michat dengan aplikasi esek-esek ?

Ya karena mereka banyak memilih metode itu untuk cari pemuas nafsu. Padahal kalau dipikir, di negeri ini banyak platform media sosial yang juga bisa dipakai sarana untuk 'jual beli', dipakai ajang transaksi prostitusi. Bukan hanya Michat.

Di Instagram, Twitter, Facebook, atau Tantandan masih banyak lagi. Semua bisa dan memungkinkan untuk dipakai menjembatani sebuah kegiatan prostitusi.

Sebelum Michat tenar pun dulu Twitter lebih dulu dipakai untuk menjajakan diri atau mencari 'hiburan' berupa pasangan kencan sesaat ( Prostitusi).

Lantas kenapa hanya Michat yang disorot ? padahal dulu pernah pula ada kasus pembunuhan terhadap seorang 'pramu nikmat' oleh pasangan kencannya yang di dapat di Twitter. Tapi toh hal itu tak membuat Twitter lantas di juluki sebagai aplikasi esek-esek.

Bisa jadi ini karena ada fitur Michat yang bisa mendeteksi lokasi pengguna, hingga mudah menemukan teman kencan sesaat. Tapi kalau hanya fitur itu, dulu pun Facebook punya fitur itu, tapi yang di deteksi sekedar orang yang ada di lingkar pertemanan.

Dibanding kan media sosial berbasis pengiriman pesan yang lain, sebetulnya Michat punya keunggulan yang tidak dimiliki aplikasi perpesanan lain, whatsapp misalnya. Seperti yang sudah saya tulis diatas, Michat bisa menghasilkan  menghasilkan duit pulsa.

Sambil joging, apa salahnya diaktifkan fitur itu. Selain bisa mengukur langkah untuk takaran olahraga, bisa menghasilkan duit. Jadi ketika fitur menghitung langkah itu diaktifkan, maka Michat akan mulai menghitung langkah kita. Per seribu langkah, kita akan mendapatkan seribu koin yang bisa kita tukar dengan pulsa seluler. Keren kan?

Kesimpulannya, semua medsos tuh kayak pedang bermata dua. Bisa dipakai kebaikan. Bisa pula dipakai kemaksiatan. Ibarat batu. Ditangan orang baik bisa dipakai bahan pondasi bangunan, tapi ditangan orang temperamen bisa dipakai senjata pembunuh. Padahal cuma batu, bukan pistol.

Maraknya protitusi online ini ditengarai karena  sudah tidak ada lagi tempat prostitusi ( lokasilasi) resmi di tanah air.

Pelopor penutupan lokalisasi resmi di tanah air dilakukan oleh Walikota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini menutup lokalisasi Gang Dolly pada 19 Juni 2014. Langkah Bu Risma diikuti oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dua tahun kemudian, tepatnya 2016 yang juga menutup lokalisasi Kalijodoh.

Sejak saat itulah terjadi trend penutupan lokalisasi di tanah air oleh kepala daerah masing-masing.

Bagaimana paska penutupan itu? Tentu saja ribuan orang terancam kehilangan mata pencaharian. Di lokalisasi Gang Dolly misalnya, selain faktor internal yang merupakan pelaku bisnis esek-esek secara langsung seperti para PSK dan mucikari, terdapat juga ratusan orang lain yang selanjutnya disebut faktor eksternal yang terkena dampak.

Mereka adalah pedagang di sekitaran lokasilasi, tukang parkir, serta tukang becak yang biasa mangkal sekitaran lokalisasi.  

Apakah prostitusi hilang?

O tidak! Ini menyangkut easy money, duit gampang, Mereka tentu memakai segala cara untuk tetap bisa beroperasi lagi. Awalnya mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Lalu lambat laun seiring perkembangan teknologi, mereka menggunakan media sosial untuk menggaet pelanggan. Seperti yang saya sudah tulis, media sosial adalah cara gampang menjaring konsumen. Walau itu penuh resiko.

Dan sebelum Michat dikenal, di Twitter pun sudah bertebaran penjaja nikmat sesaat ini. Lantas kenapa hanya Michat yang di salahkan seolah-olah aplikasi 'mesum'? Entahlah,  ini pertanyaan keberapa yang saya tulis di artikel ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun