Mudik adalah sepotong kalimat yang tidak asing, malah sangat akrab, dengan masyarakat Indonesia. Mudik di ambil dari kata udik. Kata mudik sendiri berasal dari kata Udik, yang artinya kampung halaman, desa, tempat lahir kita. Penambahan huruf M adalah sebagai bentuk kata kerja. Dan mudik selanjutnya adalah bentuk kata kerja, kegiatan, pulang kampung.
Bicara pulang kampung, itu karena  tak lepas arus urbanisasi yang disebabkan karena belum meratanya pembangunan (dimasa lampau). Jadi, untuk memperbaiki nasib orang lantas meninggalkan tanah kelahiran untuk pergi ke tanah rantau. Bisa ke luar kota, luar propinsi, atau luar pulau bahkan luar negeri. Tak melulu kota besar yang menjadi tujuan sih. Tergantung perkerjaan yang nanti di kerjakan di tanah rantau. Karena nggak semua orang bisa bekerja di kota besar. Misalnya, kalau dia ahli di bidang pertambangan, tentu dia akan merantau ke wilayah-wilayah yang tersedia lahan tambang.
Sebaliknya, ada pula orang yang keahliannya berdagang, atau kerja kantoran misalnya, tentu dia akan memilih kota besar. Metropolitan macam Surabaya, Jakarta, dan beberapa kota besar lain bisa jadi tujuan.
Lalu kenapa mereka merantau?
Jawabnya sederhana, karena di daerahnya belum tersedia lapangan pekerjaan sesuai keahliannya, atau yang diinginkannya. Sebab, bisa jadi, seperti yang saya sebut di awal, kurang meratanya pembangunan.
Meskipun tak selalu Jakarta jadi tujuan, tapi dari tahun ke tahun menunjukkan, bahwa pemudik dari Jabodetabek pada umumnya, dan Jakarta pada khususnya, meningkat jumlahnya. Sebagai sampel data, saya ambil dari Kompas, tanggal 09 April tahun 2019, dimana saat itu belum ada wabah Covid19, jumlah pemudik dari Jabodetabek mencapai 14,9 juta jiwa! Fantastis kan?
Masih di kutip dari KOMPAS, itu berarti sama dengan 44,1 persen penduduk Jabodetabek.
Untuk tujuan mudik, daerah Jawa tengah masih menjadi pemegang rekor dengan prosentase 37,68 persen. Sedangkan Jawa Barat 24,89 persen, serta Jawa Timur menempati urutan buncit 11,14 persen.
Dengan jumlah sedemikian banyaknya pemudik, tak heran bila jalanan yang menghubungkan Jakarta ke daerah-daerah yang saya tulis diatas sangat padat. Jalur pantura yang dulu menjadi andalan pun jadi langganan macet setiap menjelang Lebaran atau hari-hari besar lain yang memungkinkan warga pendatang DKI Jakarta untuk bisa mudik.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam mengatasi 'kemacetan' jalur pemudik. Mulai dari menyediakan sarana transportasi masal gratis berupa bus dan kapal laut, sampai dengan membangun ruas tol baru, yang kelak, dinamakan Transjawa.