Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Toyota F1: Hadir Bukan untuk Kemenangan, tapi Meninggalkan Kenangan!

27 September 2021   05:05 Diperbarui: 27 September 2021   16:59 2802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Toyota TF01. Sumber: PlanetF1 dotcom.

Ada yang menyebut Toyota adalah salah satu company yang merancang segala sesuatu dengan sangat sistematis, matang, dan terencana. Toyota sangat mengandalkan riset untuk hasil yang maksimal disetiap langkah yang bakal diambil. Untuk meluncurkan satu produk tak segan-segan Toyota mengucurkan dana segunung demi mencapai hasil maksimal.

Pembentukan tim, riset, serta pengembangan adalah langkah yang sangat krusial buat Toyota. Toyota nggak mau meluncurkan project beta yang sifatnya eksperimental dan mengembangkan sesuatu berdasarkan input dari pihak luar. Karena itulah Toyota jarang mengalami kegagalan dalam membuat Road car. Baik secara kualitas produk maupun kuantitas pemasaran.

Semua tak ragu dengan langkah dan strategi Toyota ini. Buktinya dengan strategi yang dipakai, pada tahun 2007 Toyota dinobatkan sebagai perusahaan otomotif terbesar di planet ini!

Tapi bukan berarti Toyota nggak pernah gagal.

Setidaknya Toyota pernah mengalami kegagalan terbesar dalam sejarah, yaitu ketika mereka memutuskan ikut turun dalam kejuaraan Formula 1. Duit dua milyar dollar habis tanpa hasil yang berarti. Toyota lupa, Paddock F1 bukan tempat ramah buat tim baru dengan anggaran raksasa. Toyota lupa, bahwa Paddock penuh intrik. Toyota nggak ngeh, bahwa Paddock juga bukan tempat beramah tamah, mentang-mentang bawa duit banyak.

Strategi-strategi Toyota di kancah dunia otomotif yang selama ini dipakai mentah sama sekali di arena sirkus termahal ini. Mulai dari pemilihan markas tim di Cologne, Jerman, sampai dengan pemilihan-pemilihan personil yang terlibat di dalamnya, termasuk membajak Gustav Bruner dari Minardi yang notabene tim papan bawah, seolah menjadi formulasi lengkap untuk sebuah kegagalan terbesar dan mahal sepanjang sejarah Formula1!

Toyota waktu itu hanya berpandangan, kalau Honda bisa, kenapa kami tidak?

Tapi Toyota lupa Honda memulai debut di formula 1 bukan sebagai tim (pabrikan), melainkan pemasok mesin untuk sebuah tim yang sudah hebat yaitu Mclaren. Toyota hanya berangggapan, bahwa kekuatan uang tanpa batas. Bahwa uang bisa menyelesaikan semuanya.

Nggak semudah itu, Ferguso, nggak semudah itu!

Toyota lupa, bahwa Honda telah memulai risetnya sejak tahun 1964 di formula 1 sebagai tim pabrikan. Sukses? Tidak! Lalu Honda mundur pada tahun 1968. Honda comeback di tahun 1983 sebagai pemasok mesin, bukan Tim pabrikan. Memasok mesin ke tim William dari tahun 1983 dan harus berakhir pada tahun 1987 (sekaligus mengantar William juara konstruktor), selanjutnya mulai memasok untuk Lotus. Setahun kemudian Honda pindah ke lain hati mengisi mesin buat Mclaren.

Kerja sama dari kurun waktu 1988 sampai dengan 1992, Honda berhasil mengantar Ayrton Senna Da Silva dengan sasis Mclaren-nya juara dunia tiga kali. 1988, 1989 dan 1991. Plok..plok..plok!

Sayang, mereka mengakhiri kerja sama itu. Honda mundur lagi dari kancah Formula 1.

Baru tahun 1999 Honda masuk lagi. Kali ini dengan memasok mesin untuk BAR ( British American Racing). Sukses? Kagak!

Selain di BAR, Honda juga jualan mesin ke Jordan F1. Bedanya jualan dengan kerjasama adalah, kalau jualan berarti beli putus. Artinya, Jordan musti beli bayar penuh ke Honda. Beda dengan skema kerjasama seperti yang diterapkan untuk BAR.

Itu sekelumit cerita tentang debut Honda di Formula 1.

Hanya sekelumit! Karena kalau diceritakan semua bakal membias kemana-mana dan melupakan Toyota yang akan menjadi pokok bahasan kita.

Cerita tentang Honda diatas Cuma sebagai pembanding, kalau Toyota cemburu pada Honda, bukan pada tempatnya. Karena bagaimana pun, falsafah-falsafah bisnis yang dipakai Toyota sangat beda secara kultur (Di ajang Formula1) dan nggak akan cocok dipakai.

Bahkan Toyota juga harus ngerasain sinisnya omongan, Ron Dennis, Bos Mclaren yang pedasnya ngalah-ngalahin cabe-cabean yang harganya nggak terpengaruh dengan mahalnya harga cabe. 

Hal itu diungkapkan Ron Denis ketika Toyota memanfaatkan celah aturan yang melarang tim-tim Formula 1 uji coba mobil pada musim dingin. 

Denis bilang bahwa Toyota bukan ancaman serius, sehingga kalau melanggar pun bukan persoalan buat McLaren. Nyesek banget tim kaya dengan dana segudang diledekin secara sinis, kan?

Pada akhirnya ToyotaF1 mundur dari panasnya persaingan  balapan pada 2009. Alasannya karena krisis ekonomi dunia.

Dari kegagalan Toyota ini ada dua hal yang bisa kita pelajari. Pertama, bahwa uang bukan segalanya. Kedua, kadang ada satu masa sesuatu hadir bukan untuk memberi arti, melainkan hanya untuk sebuah kenangan, kayak kamu!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun