Mungkin Kristen Gray, nggak bakal sebegitunya kalau perlakuan kita terhadap bule juga tidak sebegitunya!
Bagaimana kita sebegitunya, apa maksud sebegitunya? Ya mengistimewakan bule, mengistimewakan WNA. Kalaupun bukan Anda ( yang baca artikel ini), ya sebagian besar masyarakat kita memperlakukan bule ( WNA) segitunya, segitu istimewanya dibanding perlakuan kita terhadap saudara setanah air.
Kenapa?
Karena cara pandang mayoritas masyarakat kita terhadap bule yang telah 'disetting' kumpeni sedemikian rupa sehingga memandang mereka punya kasta lebih tinggi daripada kita-kita. Cara pandang itu sudah turun-temurun dari generasi ke generasi.
Bagaimana bentuk settingan kumpeni? Melalui politik devide et empera. Politik memecah belah, menggolongkan status sosial berdasarkan garis keturunan.Â
Bahwa keturunan Eropa (dan Belanda), adalah warga kelas satu. Selanjutnya golongan kelas dua adalah warga keturunan macam Tionghoa, Arab, dan sebagainya.Â
Dan golongan ketiga adalah masyarakat yang waktu itu disebut 'pribumi'. Sebutan pribumi disini mengacu pada etnis-etnis asli Indonesia, seperti Jawa, sunda, dan masih banyak lagi.
Dari cara penggolongan kelas masyarakat ini pula ditanamkan rasa sentimen satu golongan dengan golongan lain pula. Selanjutnya mau nggak mau ditanamkanlah rasa saling membenci satu sama lain. Tentu saja kebencian itu terus dipupuk oleh pihak kolonial sebagai bagian dari agenda memecah belah persatuan.
Selanjutnya sampai sekarang cara pandang terhadap bule, WNA, atau warga keturunan ( warga dengan status sosial kelas dua versi kolonial) beda. Kayak ada manis-manisnya gitu. Hahahhahaha, hampir lucu. Lanjut...
Tapi pada masa sekarang ini saya bangga terhadap saudara-saudara kita yang dulu digolongkan sebagai masyarakat golongan kedua setelah warga Eropa lalu pada masa lalu, dan disini pun dianggap WNI keturunan, sekarang menolak lagi disebut keturunan. Lha wong sudah lahir dan besar disini, bagaimana dianggap keturunan. Yang ada mereka adalah salah satu dari sekian banyak keanekaragaman suku di Indonesia.
Apa hal lain yang membuat kita memandang 'lain' pada Bule? Karena sebagian lagi dari kita menganggap bule tuh duitnya banyak, bule tuh makmur, bule tuh kaya. Apalagi kalau ada orang tua yang anaknya bisa menikah dengan bule, wuihhh, bangganya minta ampyun! Karena dengan begitu status sosial atau ekonomi akan meningkat.
Makanya kalau ada bule kita selalu memberi tempat istimewa. Jangankan begitu, ada bule bisa Bahasa jawa aja kita udah seneng minta ampun, katanya bule yang nJawani. Seharusnya bulenya yang bangga, karena Bahasa Jawa tuh rumit, kayak kamuuu.... Heeheheh
Ada bule pakai batik kita yang bangga. Lho, harusnya kan bulenya yang bangga. Karena batik akan membuat mereka tambah ganteng dan atau cantik.
Kasus Kristen Gray
Pada kasus Kristen Gray, sebenernya Gray bukan bule-bule amat sih. Kalau mau ngomong, Gray adalah warga kulit hitam Amerika, Afro-America.Â
Seorang yang nenek moyangnya berasal dari Afrika. Sebagaimana kita tahu, Amerika Serikat terbentuk bukan multi etnis lagi, tapi multi nation. Mereka terdiri dari Italia, Yahudi, Inggris, Irlandia, Afrika, Asia, dan masih banyak lagi.
Jadi kalau ngomong warna kulit, Gray ngga bule kan? Kalau yang disebut bule adalah orang kulit putih lho ya. Jadi nggak semestinya Gray mendapat perlakuak istimewa layaknya bule? Tunggu dulu! Meski bukan bule, Gray kan warga AS. WNA. Jadi otomatis mendapat perlakuan yang khusus juga.Â
Nah, pada tahun  2019 Gray pergi ke Bali setelah dipecat dari pekerjaannya (Kompas-20/01/2021). Di Bali Gray mengaku bekerja sebagai desainer grafis. Itu pengakuannya, entah bener atau tidak. Ini pula yang mengherankan daripada saya!Â
Bagaimana mungkin orang, WNA yang pada awalnya berkunjung sebagai wisatawan, pada akhirnya malah bekerja, cari duit disini! Dari mana dan dari siapa dia dapat izin kerja?Â
Dan karena ( seperti yang jadi pokok bahasan pertama), Gray adalah WNA Amerika, maka saya yakin tariff desainnya juga beda, lebih mahal tentunya. Ini juga sebagai bentuk perlakuan khusus sebagaian masyarakat kita terhadap WNA, segala jasa atau pekerjaannya dinilai lebih bagus, dan tarif lebih mahal.Â
Tentu saja Miss Gray senang bukan alang kepalang. Kalau bener dia bekerja sebagai desainer lho ya. Biaya hidup murah, penghasilan gede, dan dapat perlakuan istimewa dari warga. Kurang apa coba? Kurang pengakuan!
Makanya berbekal itu semua Gray menyebar cuitan di Twitter kepada rekan-rekan di negara asalnya ( AS) untuk ramai-ramai datang ke Bali. Dari sumber tak resmi, malahan Gray membuka konsultasi buat warga AS yang mau tinggal di Bali.Â
Mulai tiket, izin tinggal, dan lain-lain. Tak hanya itu, Gray pun membagikan kiat-kiat cara menyiasati hidup di Bali. Termasuk menghindari hukuman terkait dengan pelanggaran protocol kesehatan. Ngelunjak!!
Tak menunggu lama, netizen pun ngamuk! Netizen menuduh Gray tidak bijak dan ngawur. Terutama tips tentang menghindari hukuman kalau kita harus melanggar protokol kesehatan. Â
Diangap apa kita-kita ini! Tentu saja Netizen sewot. Dan satu lagi yang tak kalah fenomenalnya, yaitu pengakuan Gray bahwa Bali 'ramah' terhadap kehidupan LGBT. Mbahmu!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H